Becca memasuki kawasan perumahan elit. Matanya takjub melihat rumah-rumah besar nan mewah dengan halaman luas yang tertata apik. Becca membatin dalam hati, pasti setiap rumah dilengkapi kolam renang untuk memanjakan para penghuninya.
Becca kembali memeriksa alamat yang Pak Yandi diberikan padanya. Rumah nomor 7 yang bercat putih. Rumah Tuan Arga. Becca pelan-pelan memacu motornya dan akhirnya ia melihat sebuah rumah indah bercat putih. Rumah dengan desain klasik nan mewah.
Menghentikan motornya di depan gerbang, Becca dihampiri petugas keamanan.
"Selamat sore, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Satpam dengan wajah ramah."Selamat sore, Pak. Maaf saya mau bertanya, benarkah ini rumah Tuan Arga?" tanya Becca balas tersenyum.
"Benar. Apakah Nona ini Nona Becca?" tanyanya lagi.
"Benar, Pak." Becca agak bingung mengapa satpam tahu namanya.
"Nona Becca, silahkan masuk. Motornya diparkir di dalam saja. Tadi Pak Yandi sudah pesan pada saya agar jika Nona datang, langsung disuruh masuk saja," jelas Pak Satpam dengan wajahnya yang ramah.
"Terima kasih sekali, Pak."
Becca pun masuk ke dalam kawasan rumah Tuan Arga yang luas. Taman yang terawat dengan aneka tanaman yang menghiasi. Becca takjub, apalagi melihat rumah yang terlihat megah bercat dominan warna putih.Becca pun diantarkan masuk ke dalam rumah. Ia disambut oleh seorang wanita paruh baya yang sepertinya asisten rumah tangga senior di rumah ini.
"Inikah yang namanya Becca?" tanya Ibu itu dengan ramah.
"Benar, Bu." Becca menjawab sopan.
"Bu Isti, saya kembali ke pos dulu ya," pamit Pak Satpam lalu berlalu pergi.
"Terima kasih, Pak Budi," ucap Bu Isti.
"Becca, panggil saya Bu Isti ya. Saya sudah diberitahu Pak Yandi kalau kamu akan bekerja di sini setiap sore. Betul kan begitu?" tanya Bu Isti memastikan.
"Iya, Bu Isti."
"Ya sudah, ayo kita langsung menuju ruang kerja kita, dapur .... " Bu Isti tersenyum ceria sambil menggandeng tangan Becca.
Becca sangat senang, ternyata bekerja di rumah Tuan Arga tidak semengerikan yang ia bayangkan. Sepertinya malah akan menyenangkan.
"Wow ... dapurnya bersih, rapi dan moderen," ucap Becca tak sadar saat melihat dapur yang luas, moderen, bersih dan rapi. Ia memang belum pernah melihat secara langsung dapur yang demikian.
"Becca, kamu akan memasak apa malam ini untuk Tuan Muda kita?" tanya Bu Isti tanpa basa-basi.
"Bu Isti, memangnya di sini nggak ada kokinya?" Becca malah bertanya tanpa menjawab pertanyaan Bu Isti.
"Kokinya baru Minggu lalu resign karena akan menikah di kampungnya," jelas Bu Isti.
"Lalu kenapa di sini sepi sekali, nggak ada penghuni lainnya selain Tuan Arga dan Bu Isti?" tanya Becca celingukan melihat segala arah mencari keberadaan orang yang ada.
"Nggak ada. Tuan Muda nggak suka jika rumahnya banyak berseliweran orang. Kalau pagi datang 2 orang asisten rumah tangga yang membantu membersihkan rumah dan selesai itu mereka langsung pulang. Hanya saya saja yang tinggal di sini," jelas Bu Isti tersenyum ramah.
"Oh begitu." Becca manggut-manggut tanda mengerti tapi tidak menyangka jika rumah sebesar ini hanya ditinggali Tuan Arga dan seorang asisten rumah tangga.
"Becca, ayo kita mulai masak. Kamu ada rencana mau masak apa?" tanya Bu Isti lagi sambil mengarahkan Becca ke kulkas besar yang ada di dapur itu.
Mata Becca membelalak ketika kulkas dibuka. Berbagai sayur, buah dan tertata rapi disana. Juga ada daging yang banyak tersimpan di freezer.
"Bu Isti, makanan favorit Tuan Arga apa sih?" tanya Becca.
"Tuan Muda orang yang sederhana sebenarnya. Dia paling suka ayam goreng kremes dengan sambal bawang, lalapannya selada dan mentimun. Udah itu aja," kata Bu Isti tersenyum. Memang Tuan Mudanya sangat menyukai makanan itu tapi entah kenapa Tuan Muda tidak suka akan masakannya. Pernah ia bilang kalau masakan Bu Isti bercitarasa aneh di lidahnya. Jadi Bu Isti tidak pernah memasak lagi untuk Tuan Arga.
"Ya udah yuk kita masak itu aja," kata Becca bersemangat.
Becca pun menyiapkan bahan dan bumbu untuk membuat ayam goreng kremes. Tangannya sigap bekerja, ia memang terbiasa mengerjakan apa saja karena tinggal di panti asuhan harus bisa semuanya.
Sementara Bu Isti hanya menjadi asisten Becca, ia hanya membantu sesuai apa yang Becca perintahkan.
"Bu Isti, kan Tuan Arga itu kaya banget ya, kenapa dia malah suka makan di rumah?" tanya Becca penasaran.
"Kan sudah aku bilang, Tuan Arga itu pada dasarnya sederhana. Ia lebih nyaman makan di rumah. Kalau tidak terpaksa, Tuan lebih memilih makan di rumah daripada makan di resto. Padahal jika dipikir, makanan dari resto sudah pasti enak ya," kata Bu Isti sambil membayangkan makanan enak yang bisa dipilih di resto-resto terkenal.
"Oh gitu ternyata."
Becca tidak menyangka jika ternyata Tuan Arga lebih suka makanan rumahan biasa.Hampir satu jam Becca dan Bu Isti berkutat di dapur menyelesaikan masakannya. Jam sudah menunjukkan pukul 18.30 saat makanan sudah siap dan Becca sedang menatanya di meja makan.
Tuan Arga masuk ke ruang makan dan mengambil tempat duduk. Ia hanya melirik keberadaan Becca yang terlihat sibuk menata makanan di atas meja.
"Selamat malam, Tuan Arga. Selamat makan, semoga Tuan suka," ucap Becca kaku, ia bingung bagaimana harus menghadapi Tuan Arga yang wajahnya terlihat tidak ramah.
"Masak apa ini?" tanya Tuan Arga sambil mengamati makanan yang terhidang. Sebenarnya ia sudah tahu tapi hanya ingin membuat Becca bertambah kikuk saja. Ia geli melihat Becca yang ketakutan berada di dekatnya.
"Ini ada ayam goreng kremes dan sambal bawang, Tuan," ucap Becca sambil menunduk.
"Sepertinya enak. Terima kasih ya. Ehm ... kamu sudah makan?" tanya Tuan Arga lagi.
"Belum, Tuan. Maaf saya akan ke dapur dulu saja. Silahkan menikmati," ucap Becca yang buru-buru hendak kabur dari sana. Ia sudah membalikkan badannya dan berjalan.
"Eh tunggu dulu! Mau ke mana kamu? Sini temani saya makan!" perintah Tuan Arga.
Becca yang mendengarnya segera menghentikan langkahnya. Ia bingung kenapa Tuan Arga ingin dia menemani makan malam ini.
"Tapi, Tuan .... " Becca bingung akan mengatakan apa.
"Tapi apa?! Sudah jangan banyak bicara, aku sudah lapar. Cepat duduk dan makan, temani saya!" perintah Tuan Arga tanpa bisa dibantah.
Dengan terpaksa, Becca pun mengambil tempat duduk agak jauh dari tempat duduk Tuan Arga. Ia memang merasa lapar, tapi jika makan semeja dengan Tuan Arga seperti ini membuat selera makannya tiba-tiba menghilang. Makanan yang terasa enak pun jadi terasa tidak enak di lidahnya.
Sementara Tuan Arga hanya memandangi wajah Becca yang terlihat tidak nyaman. Entah mengapa melihat Becca tersiksa membuat kesenangan tersendiri untuknya. Senyum tipis tersungging di sudut bibir Tuan Arga, ia tidak akan melepaskan Becca dengan mudah malam ini.
-
-
-
Sepanjang makan malam berlangsung, Becca hanya menundukkan wajahnya, enggan bertatapan langsung dengan Tuan Arga. Bukan takut, tapi lebih tepatnya ia tak mau mencari masalah.Becca sadar jika harus menahan dan mengalah demi kebebasan dirinya dari hutang karena masalah kalung itu.Sementara Tuan Arga sangat menikmati makanan yang terhidang. Semua kesukaannya dan rasanya sangat enak baginya. Ia memang tak salah menilai orang. Ia yakin Becca seseorang yang pandai memasak.Selesai makan malam, tanpa membuang waktu Becca langsung membereskan meja makan. Saat ke dapur, ternyata Bu Isti tidak ada di sana. Mungkin Bu Isti sudah beristirahat di kamarnya.Becca agak terkejut saat dilihatnya Tuan Arga berdiri bersandar di meja dapur saat ia selesai mencuci piring."Becca, kamu ikut ke ruangan saya!" perintah Tuan Arga pendek tanpa bisa dibantah.Becca hanya pasrah mengikuti Tuan Arga dari belakang. Padahal tadi, ia sudah berencana untuk segera pulang seu
"Becca, katakan siapa yang tadi bersamamu!" ucap Andre memaksa."Kak Andre, masuk dulu yuk. Nggak enak kan dilihat kalau di jalan begini. Sudah malam lagi," pinta Becca mengalihkan perhatian Andre sambil berpikir alasan yang masuk akal. Terus terang Becca belum ingin menceritakan apa yang dialaminya pada Andre. Ia tidak ingin Andre terus menolongnya."Kita jalan-jalan aja, Bec. Di kos mu nggak enak sama yang lain kan udah malam," kata Andre lalu sedikit mendorong tubuh Becca agar masuk ke dalam mobilnya. Ia sangat penasaran akan cerita Becca, tapi mungkin jika boleh jujur, ia cemburu.Andre menstater mobilnya dan menjalankan mobilnya di kafe yang ia tahu masih buka hingga tengah malam.Sementara Becca hanya terdiam memandang gelapnya malam dari jendela mobil. Otaknya menyusun kata-kata yang hendak ia sampaikan pada Andre."Bec, kamu kok diam aja. Sebenarnya ada apa.sih denganmu? Nggak biasanya kamu begini," tanya Andre yang tidak sabar akan penjelasa
Hari ini Becca merasa sangat lelah. Sudah seminggu ia menjalani hari-harinya dengan bekerja di galeri dan sore hingga malam harus memasak untuk Tuan Arga. Walau baru seminggu ia menjalani, tapi tulang-tulangnya terasa remuk setiap bangun pagi harinya. Kini Becca bertanya-tanya apakah ia akan sanggup menjalani ini satu tahun ke depan?Istirahat siang di galeri, Becca merebahkan tubuhnya di kursi panjang ruang karyawan. Ia sangat lelah, mungkin ia juga sakit. Tak tahu lagi rasa tubuhnya pokoknya ia kelelahan."Bec, makan dulu yuk. Ini nasi padang yang tadi kamu pesan," ajak Mila sambil menyodorkan sebungkus nasi padang pesanan Becca."Iya, makasih. Mila, kamu makan dulu aja. Aku capek banget pengen rebahan dulu," kata Becca sambil masih memejamkan matanya."Kamu sakit, Bec?" tanya Mila khawatir lalu memegang kening Becca."Enggak sih, cuma capek banget rasanya.""Ya pastilah capek, kamu hampir tiap hari pulang malam kan dari rumah Tuan Arga?!"
Becca berdiri di balkon kamar di lantai 2 yang disediakan untuknya. Belum pernah ia merasakan menempati kamar semewah ini. Tadi Tuan Arga sendiri yang menyuruh agar Becca menempati kamar ini.Saat tadi Becca memberitahu kepada Bu Isti kalau ia akan menginap di rumah Tuan Arga malam ini, reaksi Bu Isti biasa saja karena Becca mengatakan jika ia tidak enak badan dan Tuan Arga sendirilah yang memerintahkannya.Semilir angin membelai wajah Becca, rasanya sangat sejuk. Pemandangan taman yang ada di bawahnya dihiasi lampu yang semakin mempercantik taman, bagi Becca sangat indah. Ia sangat menikmati suasana malam yang indah. Malam pun belum terlalu larut karena jam baru menunjukkan pukul setengah sepuluh malam."Becca, kenapa kamu di luar? Nanti tambah sakit, katanya tadi tidak enak badan?!" Suara Tuan Arga menyentak lamunan Becca, membuat ia sedikit memekik."Ehm ... Saya hanya ingin melihat langit malam dari sini apakah sama dengan yang ada di kos saya," ucap
Becca seketika melompat dari ranjangnya sesaat setelah membuka matanya. Tangannya langsung memegang kepalanya yang terasa berdenyut saat ini.Oh God ... Apa yang sudah aku lakukan semalam???Becca mondar mandir mengelilingi ranjang big size kebingungan, lalu kembali menghempaskan tubuhnya ke ranjang lagi. Ah ... Tubuhnya terasa nyaman tidur di ranjang ini. No! Ia harus segera pulang pagi ini juga.Melirik jam di dinding yang masih menunjukkan pukul setengah enam pagi, Becca memang harus gerak cepat. Ia tidak ingin bertemu Tuan Arga pagi ini dan langsung ingin kembali ke kos nya saja.Becca pun menuju kamar mandi, walaupun ingin cepat pulang tapi bolehkan dia mandi dulu di kamar mandi yang mewah ini. Ada bath up segala, mana pernah Becca mandi berendam di bath up kan?!Tidak mau membuang kesempatan, Becca pun mengisi bath up dengan air hangat dan mulai mandi berendam. Tubuhnya terasa nyaman dan inginnya berlama-lama namun ia teringat jika harus segera
Becca terlihat syok, pikirannya sudah mengembara kemana-mana. Apa maksudnya dikontrak sehari? Memang dia barang? Tubuhnya seketika langsung merinding membayangkan akan jadi apa dirinya nanti.Sementara Tuan Arga tampak puas, ia tertawa dalam hati. Entah mengapa menyiksa gadis di depannya terasa menyenangkan untuknya. Kepolosan dan kenaifan Becca tanpa dibuat-buat.Becca berusaha tegar, ia harus bisa melewati hari ini. Saat matanya melihat ke arah pintu resto, seketika hatinya bersorak gembira. Terlihat Tuan Yandi berjalan memasuki resto. Senyum Becca mengembang, tak menyangka ia akan sesenang ini melihat Tuan Yandi. Padahal biasanya ia langsung menghindari apapun yang berurusan dengannya.Tuan Arga melirik Becca yang terlihat sangat senang melihat Yandi. Ada rasa sebal di hatinya mengapa Becca bisa sebahagia itu melihat Yandi saja."Kamu kenapa, Becca? Melihat Yandi seperti melihat berlian berjalan?" tanya Tuan Arga ketus."Iya, Tuan. Saya senang k
Perlahan Becca membuka pintu kamar mandi, kepalanya celingukan mencari keberadaan Tuan Arga. Ia hanya memakai bathrobe karena bajunya tadi ia tinggalkan sembarangan di kursi dekat jendela."Cari siapa?"Suara Tuan Arga sontak mengejutkannya."Ya ampun ... Bikin kaget saja."Becca memegang dadanya dan melihat ke arah sumber suara. Ternyata Tuan Arga sedang bersandar santai di dinding sebelah pintu kamar mandi, menunggunya."Kamu sudah siap, Bec?" tanya Tuan Arga mendekatkan wajahnya ke wajah Becca.Becca mundur perlahan, tangannya menutupi dadanya menahan tubuh Tuan Arga yang sudah akan menyentuh tubuhnya," Siap untuk apa, Tuan?"Tuan Arga berjalan semakin maju hingga tubuh Becca akhirnya terperangkap antara dinding dan tubuh Tuan Arga. Kemudian Becca memejamkan matanya, wajahnya sudah merah padam membayangkan bibir Tuan Arga yang lembut akan melumat bibirnya. Hembusan nafas Tuan Arga terasa membelai wajahnya.Namun ... detik de
Tuan Arga mengawasi Becca dari sudut matanya sambil mengakhiri pembicaraan dengan lawan bicaranya. Kemudian ia mendekati Becca yang yang masih berdiri di belakang bunga."Becca, apa yang kamu lakukan?" tanya Tuan Arga saat sudah berdiri di dekat Becca.Namun tanpa diduga, Becca malah menarik tubuh Tuan Arga agar ikut bersembunyi bersamanya."Sstt!" Jari telunjuk Becca menutup mulutnya, meminta agar Tuan Arga diam dan tidak bertanya padanya.Tuan Arga menegakkan badannya dan menarik Becca agar tidak bersembunyi, "Katakan kamu sembunyi dari siapa?"Becca kebingungan karena Andre kini malah berjalan mendekatinya. Becca yang hendak berbalik untuk kabur ditahan tangan Tuan Arga."Mau ke mana kamu? Sembunyi lagi?""Enggak, Tuan. Tadi saya mau cari lebah buat oleh-oleh," ucap Becca yang berusaha kabur. Tapi kini rasanya sudah percuma karena Andre berdiri di depannya."Becca?! Kamu di sini? Sama siapa?" tanya Andre terkejut. Kemudian mat