Berondong Buleku

Berondong Buleku

By:  Mitha Kirana  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 rating
45Chapters
1.2Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Diandra Luna, perempuan di akhir usia 20 tahun itu dikenal perawan tua di kampungnya, ia trauma menikah lantaran sedari kecil menyaksikan pertengkaran kedua orang tuanya, melihat perjuangan ibunya yang bertahan dengan siksaan yang sering dilakukan ayahnya. Namun suatu hari ia mengaku telah diperkosa dan sama sekali tidak mengetahui pelakunya. Banyak warga kampung yang tidak percaya ucapannya, apalagi setelahnya Luna hamil, ia semakin dicemooh karena dianggap berbohong telah diperkosa hanya untuk menutupi aibnya yang hamil di luar nikah. Di saat ia frustasi dan berulang kali melakukan percobaan bunuh diri, muncul sosok pria muda asal Kanada yang tiba-tiba saja mengungkapkan cintanya, menyatakan keseriusannya. "I love you just the way you are, lainnya aku tak peduli. Akan aku buktikan kalau aku bukan lelaki 19 tahun pada umumnya." - Evan Wilson - Mampukah cinta mereka bersemi di tengah segala perbedaan yang ada? Sekuat apa cinta mereka mengalahkan segala aral melintang yang hadir dalam hubungan keduanya? Lalu dapatkah Luna menemukan orang yang telah memperkosanya, ayah dari anaknya? ***

View More

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Muhamad Syafii
kok gk diterusin?
2023-10-28 20:30:03
0
45 Chapters

1) Tentang Luna

"Lepasin! Aku mau mati aja," teriak Luna terus memberontak. "Jangan, Lun! Ayo kita pulang ya Nduk," bujuk Tari, ibunya itu menarik Luna yang sudah separuh badannya terendam air pantai. Dari kejauhan Minah berlari tergopoh-gopoh bersama beberapa tetangga, mereka akan menyelamatkan usaha bunuh diri yang sudah kesekian kalinya dilakukan Luna. "Tolong selamatkan cucu saya, tolong!" pinta Minah histeris pada Bapak-Bapak yang berlari bersamanya itu. Dua lelaki bergegas lari ke pantai, malam ini air pasang, belum masuk terlalu jauh saja, air sudah setinggi ketiak orang dewasa. Tenaga lelaki memang berbeda, sekali tarikan saja, Luna sudah berhasil dibawa ke tepi pantai. "Aku mau mati ... " jerit Luna diiringi deburan ombak yang menerpa semua orang di sana. Seketika Tari menghambur memeluk sang putri, dalam tangisnya ia mencoba menenangkan putrinya itu. Minah pun datang menghampiri, ia turut memeluk anak dan cucunya itu. "Mbah, ayo kita bawa pulang Luna sekarang," ajak Pak RT yang
Read more

Pertanyaan Konyol

Semua barang belanja ditaruh kasar dan digeletakan begitu saja oleh Tari, dadanya terasa meletup-leput, darahnya berdesir hebat. Ia tak habis pikir dengan perempuan yang sama-sama memiliki julukan seorang Ibu tapi dengan teganya menyakiti perasaan anak orang lain, yang mati-matian dia jaga mentalnya selama ini agar tetap mau berjuang untuk mempertahankan hidupnya yang sudah hancur. "Bu! Wes toh, Buk. Aku juga gak pa-pa kok," ucap Luna menenangkan ibunya yang tengah dikuasai amarah. "Seharusnya kamu gak cegah Ibu tadi, Lun. Biar Ibu jejelin sekalian mulutnya pake cabe," oceh Tari dengan kedua tangan yang bertolak di pinggang. "Gak perlu gitu, Bu. Toh apa yang Ibu itu bilang, bener kok," lirih Luna sambil memainkan ujung bajunya, sementara wajahnya tertunduk. Tari yang mendengar jawaban putrinya itu cepat menghampiri, ia raih dagu Luna dan wajah putrinya itu pun terangkat. Dia korban, tidak sepantasnya dia yang merasa malu dan terhina seperti ini. "Nduk, kamu harus berdiri dengan k
Read more

Hinaan Tetangga

"Matur nuwun!" ucap Minah mengambil dua plastik hitam besar di tangan Evan. Luna menyenggol lengan mbahnya, "dia gak bisa bahasa jawa, Mbah! Ngomong bahasa Indonesianya aja masih gagap.""Huss! Ndak boleh kasar gitu," hardik Minah pada cucunya. "Terima kasih Nak Evan, lain kali saja ya mampirnya, ibuknya Luna ternyata gak ada di rumah," ucap Minah pada pria bule yang kulitnya sedikit kemerahan terbakar sinar matahari itu. "Iya Mbah," sahut Evan menunduk sopan. "Lun, bilang terima kasih iki loh, sebelum orangnya pergi," kata Minah pada Luna yang terus bersikap dingin. "Buat apa Mbah? Wong aku juga gak minta dibantu kok," tolak Luna kasar. Mata perempuan tua itu melotot, mengambil keranjang bambu dari tangan Luna kemudian masuk ke dalam rumah meninggalkan Luna berdua saja dengan Evan. "Mau apalagi kamu di sini? Sudah pulang sana!" Usir Luna terang-terangan. "Nanti malam saya mau bertemu Ibu Tari, apa saya bisa berbicara dengan kamu juga?" tanya Evan yang selalu blak-blakan tanpa
Read more

Cek Kandungan

Luna terbaring di ranjang pasien, ia terserempet motor tadi, perawat tengah membalut kakinya, sementara Evan berdiri memperhatikan. Wajah cemasnya justru semakin membuat Luna benci pada pria bule itu. "Cuma lecet sama sedikit terkilir aja, seminggu diperban, InsyaAllah membaik," ucap perawat yang kemudian pamit setelah mengobati Luna. "Mau ke mana?" tanya Evan menghadang Luna yang berusaha turun dari ranjang itu. "Pulang! Kamu gak denger tadi kalau aku cuma lecet aja?!" ketus Luna dengan raut wajah sinisnya seperti biasa. "Tapi —" Belum selesai Evan menuntaskan kalimatnya, sebuah suara memanggil nama Luna terdengar, menarik atensi keduanya. "Ya ampun, Nduk! Kamu gak pa-pa?!" Tari cepat mengusap wajah Luna dengan rambut yang berantakan itu. "Kaki aku, Bu!" Tunjuk Luna dengan matanya. Tari beringsut, memeriksa kaki kanan Luna yang sudah diperban. "Ya Allah ... Kenapa jadi begini?!" risiknya seakan merasakan sakit anaknya. "Cuma terkilir aja kok, Bu! Dia aja yang heboh bawa aku
Read more

Ingin Disunat

Luna menyeret Evan keluar, ia tahan sakit kakinya itu, pergi mencari tempat yang cukup sepi di samping gedung rumah sakit itu. Kebetulan Tari tengah mengantri obat."Apa maksud kamu berlagak jadi Papi dari anak yang saya kandung?" tanya Luna geram."Bukan saya, dokter itu yang bilang. Lagi pula tidak ada yang salah, bukan?!" jawab Evan dengan santainya."Salah! Karena itu bohong," bentak Luna, kesalnya sampai ke ubun-ubun kini rasanya pada pria bule itu."Ya sudah kalau tidak mau bohong, jadi nyata saja," ucapnya mengedikkan bahu."Maksud kamu apa?" Mata Luna membulat sempurna, wajahnya terangkat menatap ke arah Evan yang bersikap santai dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana jeansnya."Saya suka kamu!" ucap Evan begitu lancarnya.Luna yang sempat terperanjat dalam sepersekian detik menjadi terkekeh, ternyata ada orang super aneh seperti Evan di dunia ini."Apa kamu gak tahu apa yang sudah terjadi pada saya?" tanya Luna menunjuk dirinya sendiri."I know, saya sudah d
Read more

Lebih Sakit Tanpa Kamu

Dimas menertawakan Evan yang tengah meringis dan ke mana-mana harus menggunakan sarung itu, lucu sekali melihat bule itu selesai di sunat. Entah apa yang membuat ia tiba-tiba saja ingin memotong 'burung' nya itu. "Kamu kesambet di mana? Kenapa mendadak pengen di sunat?" tanya Dimas dengan nada meledek. "Aku tahu kalau sunat itu untuk kesehatan, jadi apa salahnya kalau aku juga disunat," sahut Evan sambil merengut, ia jengah juga diejek terus oleh teman kostnya itu. "Piye? Mantap toh rasanya?" Dimas kembali meledek. Evan melempar bantal yang ada di sampingnya mengenai wajah Dimas yang tidak sempat mengelak karena ia sibuk tertawa. "Ditanya malah ngamokk!" ketus Dimas yang akhirnya keluar dari kamar Evan. Tak lama suara langkah kaki mendekati pintu kamarnya kembali terdengar, Evan bersiap mengangkat bantalnya kembali, apalagi yang akan dilakukan Dimas? Begitu pikir Evan. "Pergi kamu! Jangan ganggu aku," teriak Evan kesal. "Saya cuma mau anterin makanan, ini juga Ibu yang suruh,
Read more

Jatuh

Luna menghampiri arah sumber suara, diikuti Evan dengan berjalan tertatih. Rupanya seorang perempuan paruh baya tengah memunguti pecahan gelas yang berserakan di lantai, seketika Luna pun inisiatif untuk membantunya. "Biar saya bantu Bude," ucap Luna cekatan memunguti pecahan beling yang kecil-kecil. Tak ada sahutan, perempuan yang ternyata pemilik kost itu sibuk sendiri, seolah tak peduli Luna membantunya atau tidak. "Sebaiknya habis ini kamu pulang, gak baik diliat tetangga. Perempuan di kamar kost laki-laki, apalagi kamu ---" Ia seperti sengaja tidak menuntaskan kalimatnya. Luna tertegun mendengar ucapan Ibu kost itu hingga tanpa sadar tangannya tertusuk pecahan beling. "Aww!" ringis Luna, telunjuk kanannya berdarah. "Luna! Kamu terluka?!" Seketika Evan panik. "Wong luka kecil aja lebay," gumam Ibu kost sambil menyapu lantai, matanya sempat mendelik. "Ibu, apa ada obat?" tanya Evan pada induk semangnya itu. Karena Evan yang bertanya, ia pun berubah sikap, tiba-tiba saja wa
Read more

Muak

Luna membuka matanya, perutnya sudah tak telalu sakit, Tari yang mengetahui putrinya sudah siuman segera menghampiri, ia mencium telapak tangan Luna berkali-kali. Luna bisa melihat mata ibunya yang sembab, pipinya basah ketika mengenai tangannya. "Ibu panggil dokter dulu ya?!" kata Tari lalu bersiap pergi. "Bu," panggil Luna, suaranya parau. "Kenapa? Mana yang sakit?" tanya Tari memeriksa sekujur tubuh Luna. "Perutku, Bu," lirih Luna. "Sakit banget ya?!" Tari tampak panik. "Bukan itu, Bu. Maksud aku ---" Luna menggantung kalimatnya. Tari masih diam menunggu kelanjutan cerita Luna, bola matanya melebar. "Kandungan aku gimana Bu?" Akhirnya Luna mengajukan pertanyaan itu. Sang Ibu mengembangkan senyumnya, ia menggenggam tangan Luna. "Alhamdulillah janin kamu gak kenapa-kenapa, ternyata dia bayi yang kuat." Nada bicara Tari begitu bahagia, raut wajahnya pun menggambarkan hal itu. "Ya udah, Ibu panggil dokter sebentar ya," pamit Tari dan ia pun keluar. Sementara Luna menghela n
Read more

Terbersit Pikiran

Tari menarik tubuh Luna ke dalam pelukannya, ia menangis sejadinya, bahkan air matanya itu membasahi baju Luna, dalam isak tangisnya Tari terus mengucapkan maaf, tampak ia begitu menyesal."Maafin Ibu, Nduk. Ibu salah sangka, Ibu pikir dengan mendekatkan kamu dengan Evan bisa sedikit membuat kamu senang karena merasa punya teman baru tapi kenyataannya justru sebaliknya. Maafin ibumu yang bodoh ini," sesal Tari yang merutuki diri.Mata Luna mengembun, tak hanya ibunya yang salah tapi juga dirinya. Ia tidak tahu maksud ibunya melakukan semua ini, semua yang ibunya lakukan semata-mata untuk kebahagiaan dirinya. Luna mendorong lembut tubuh ibunya untuk mengurai pelukan mereka."Sekarang Ibu udah tahu kan? Mulai saat ini aku gak mau berhubungan sama dia lagi, tolong ya Bu!" pinta Luna sedikit memaksa.Tari mengusap air mata Luna yang perlahan jatuh dengan ibu jarinya lalu menyibak rambut yang menutupi wajah manis putrinya itu, menyampirkannya pada bagian belakang telinga Luna, ditatapnya
Read more

Tari Menghilang

Sore ini langit begitu mendung, angin bertiup sangat kencang, Luna yang sedari tadi berdiri di depan jendela segera menutupnya lalu menarik tirai jendela. Setelahnya ia berjalan menuju pintu dan sebelum menutupnya, ia sempat melihat keluar, celingukan, seperti tengah mencari-cari sesuatu."Ke mana Ibu? Kenapa belum pulang juga?" gumamnya khawatir."Nduk, cepet masuk. Mau hujan ini," titah Mbah Minah."Ibu ke mana ya, Mbah?" tanya Luna setelah menutup pintu dari kayu jati itu."Sudah kamu telepon?" Si Mbah balik bertanya."Udah tapi gak aktif," jawab Luna, gurat resah tergambar di wajahnya."Ke mana ya? Tumben tadi juga pergi ndak bilang mau ke mana," balas Minah yang membuat Luna kian cemas."Gimana ini, Mbah? Di luar juga udah mau hujan deras terus ---" Belum selesai Luna berucap, suara petir mengagetkan mereka, Luna dan Mbah Minah sempat mengerjap, saling merangkul."Udah, doakan saja ibumu, semoga secepatnya pulang dengan selamat," sahut perempuan tua itu, padahal dalam hatinya ia
Read more
DMCA.com Protection Status