Setelah mengatakan itu, Alya pun tidak ingin membuang lebih banyak waktu lagi dengannya. Dia merapikan barang-barangnya dan segera pergi dari kafe tersebut.Dia tidak menyadari bahwa begitu dia pergi, pria yang bernama Anton tadi kembali duduk di depan Hana dan mulai menanyakan informasi mengenai dirinya.Setelah meninggalkan kafe, Alya tidak langsung pulang. Dia berdiri di tepi jalan dan memperhatikan kendaraan yang berlalu lalang. Beban yang selama ini memberati hatinya akhirnya menghilang.Dia pun tidak bisa menahan dirinya dan mengeluarkan ponsel untuk menelepon ayahnya. Dia tidak sabar untuk mengabarkan bahwa dia telah melunasi utang budinya.Namun, teleponnya tidak juga diangkat oleh sang ayah.Alya melirik jamnya, lalu menduga bahwa ayahnya mungkin sedang sibuk bekerja. Jadi, dia pun tidak menelepon lagi.Alya menghabiskan sisa hari itu di sanatorium untuk menemani sang nenek.Karena pertemuan dengan Hana tadi, Alya jadi terlambat datang. Dia tiba di sanatorium lebih telat dari
Tak lama setelah pesan itu dikirim, Rizki sudah membalasnya lagi: "Siang ini aku ke sana."Alya agak kaget dengan balasan Rizki. Dia pun bertanya: "Kantor nggak sibuk?"Rizki menjawab: "Sibuk, sekarang aku masih rapat. Aku akan meluangkan waktu untuk pergi."Melihat ini, Alya tidak berkata apa-apa lagi dan hanya membalas: "Oke."Pria itu meluangkan waktu dari pekerjaan untuk mengunjungi neneknya di sanatorium, tidak ada lagi yang perlu Alya katakan....Sebuah rapat akhirnya selesai.Setelah menghabiskan berjam-jam di ruang rapat, para eksekutif yang mendengar mulut tajam Rizki melangkah keluar dengan wajah pucat. Semua orang saling memandang dengan suram.Kemudian, mereka saling menggelengkan kepala, menghela napas, lalu pergi.Rizki meluruskan dasinya dan mengecek waktu di jam tangannya.Jika saat ini dia pergi ke sanatorium, waktunya seharusnya cukup.Dengan wajah datar Rizki pun keluar dari ruang rapat.Sebuah sosok bergaun putih dengan rambut panjang tergerai, tiba-tiba melangkah
"A ... Apa?"Hana tidak memercayai apa yang baru saja didengarnya.Pada dasarnya bukan ini yang dia inginkan.Yang dia inginkan adalah, karena dia sudah membuatkan Rizki makan siang yang penuh cinta, setelah masuk ke dalam dia akan menunjukkan jarinya yang terluka akibat memasak. Kemudian, setelah Rizki mengetahuinya, pria itu tidak hanya akan tersentuh olehnya, tetapi juga mengkhawatirkannya.Kemudian, mereka bisa berduaan di dalam kantor dan mempererat hubungan mereka.Tidak seperti sekarang ini ....Hana tidak mau, tetapi dia hanya bisa tersenyum dengan canggung dan berkata, "Rizki, kamu ada urusan apa? Kalau nggak lama, aku bisa menunggu di dalam kantormu.""Maaf, Hana. Akan pergi cukup lama, kamu pulang dulu saja.""Aku ...."Sang asisten sudah menghampiri Hana. "Nona Hana, ayo."Hana terdiam.Karena tidak mau, dia pun menggigit bibirnya dan menoleh menatap Rizki dengan mata agak memerah.Bagaimana kalau seperti ini?Apa dia tetap tidak akan peduli?Akan tetapi, Rizki sama sekali
"Nona Hana, saya nggak bisa menerima imbalan tanpa melakukan apa pun."Hana tak bisa berkata-kata.Dia sangat marah.Akhirnya Hana diantar pulang oleh asisten itu....Di sanatorium.Rizki tiba tepat pada waktunya.Begitu dia melangkah masuk ke sanatorium dan melihat Alya beristirahat di kaki neneknya, ketegangan yang dia rasakan sebelumnya seketika menghilang.Mendengar suaranya, Wulan pun melihat ke arah Rizki.Wulan dan cucu itu bertukar pandangan. Kemudian, sang nenek mengisyaratkan cucunya untuk tidak berisik.Melihat ini, Rizki menyadari bahwa Alya telah tertidur di kaki neneknya.Karena kaki Wulan sedang tidak sehat, Rizki pun menghampirinya, membungkuk, lalu perlahan menggendong Alya dan menempatkannya di sebuah tempat tidur kecil di samping.Sepertinya Alya tertidur dengan sangat nyenyak, dia tidak sadar ketika dirinya digendong oleh Rizki. Bahkan saat kepalanya menyentuh bantal, tanpa sadar dia meringkuk dan memeluk selimutnya. Kemudian, dia melanjutkan tidurnya.Melihat pena
Mendengarkan cerita ....Benar, Alya ingat.Dia jelas sedang mendengarkan cerita masa muda Nenek, dia bahkan cukup tertarik dengan ceritanya. Namun, entah kenapa, tiba-tiba dia mengantuk.Dia tidak enak hari untuk menyela sang nenek, jadi dia hanya bisa memaksa dirinya untuk tetap bangun dan terus mendengarkan.Sementara mengenai kapan dia tertidur, dia sendiri juga tidak ingat.Mengingat hal ini, Alya pun menyalahkan dirinya."Aku nggak bermaksud untuk tidur, apa Nenek akan memarahiku?""Nenek sangat menyukaimu, jadi menurutmu?"Rizki menceritakan bahwa setelah dia tiba, Nenek enggan membiarkannya membangunkan Alya.Setelah mendengar cerita Rizki, Alya menatap ke bawah dan tertawa kecil."Benar juga."Alya yang baru bangun terlihat sangat memesona dan polos. Melihatnya yang seperti ini, Rizki tanpa sadar menyentil kening Alya. "Apa yang kamu pikirkan seharian ini?"Alya tercengang. Dia tadinya sedikit mengantuk, tetapi sekarang dia sudah benar-benar bangun. Dia menyentuh keningnya dan
Dia hanya berharap pada saat waktunya tiba, Nenek dapat menerima keputusan ini dengan tenang.Setelah Nenek selesai menjalani pemeriksaan dan kembali, dia menanyakan keberadaan cucunya. Alya menjelaskan bahwa Rizki sudah kembali untuk bekerja, Wulan pun mengangguk dengan penuh pengertian.Dia bahkan berkata, "Kalau bukan karena kamu di sini, aku rasa dia nggak akan sengaja datang siang-siang."Perkataan sang nenek membuat Alya tercengang.Benarkah? Apakah pria itu sengaja datang karena dia ada di sini?Namun, di dalam hati, Alya menggelengkan kepala dan membantahnya.Apakah Rizki datang ke sini untuknya atau tidak, itu tidak penting. Pada akhirnya mereka tetap akan bercerai.Jadi perkembangan ini sama sekali tidak ada artinya....Ketika kembali ke kantor, raut wajah Rizki tampak buruk.Dia menahan napasnya di perjalanan. Begitu masuk ke kantornya, dia segera melepas jas hitamnya dan melemparnya ke sofa.Asisten yang mengikuti di belakangnya pun terkejut. Dia ragu apakah dia harus kelu
"Kamu sangat nganggur ya? Apa sekarang kamu berkerja jadi pengantar makanan? Kalau ingin ganti ...."Tiba-tiba perkataannya terhenti. Rizki menyadari kata kunci yang tadi disebutkan oleh sang asisten, yaitu "Bu Alya"."Barusan kamu bilang apa? Bu Alya?"Sang asisten mengangguk tanpa ekspresi. "Benar, itulah yang dikatakan oleh pengantar makanannya."Tepat setelah mengatakan itu, ponsel Rizki menerima pesan teks dari Alya."Nenek bilang kamu belum makan, jadi aku memesankanmu makanan. Restorannya baru saja memberitahuku bahwa makanannya sudah diantar, apa kamu sudah menerimanya?"Setelah melihat pesan ini, amarah dan ekspresi buruk Rizki pun mereda. Namun dia masih dengan keras kepala berkata, "Bukankah dia sengaja menghindariku? Untuk apa berpura-pura begini?"Setelah itu, Rizki melirik asistennya."Bawa makanan itu masuk.""Oh."Sang asisten pun membawa masuk tas itu dan menaruhnya di atas meja, di samping makan siang penuh cinta yang dibuat oleh Hana. Dilihat bagaimanapun juga, kotak
Sampai di sini, Lutfi tampak teringat sesuatu dan berkata, "Menurut semua orang rasanya enak.""Apa ...."Begitu mendengar perkataan Lutfi, Hana hampir tidak dapat mempertahankan senyum di wajahnya.Tadinya dia memang berencana memberikan makanan itu pada Lutfi. Dia kira Rizki akan terlalu sibuk untuk kembali, jadi dia berikan saja bekal itu pada asistennya.Namun, dia tidak menduga Rizki akan kembali lagi.Akan tetapi, Rizki tidak memakan masakannya. Bahkan ... pria itu membaginya dengan sang asisten dan para karyawan.Dalam sekejap, Hana merasa niatnya telah diinjak-injak."Nona Hana, ada apa?" Lutfi memandang Hana yang berdiri di depannya. "Apa Anda nggak apa-apa?"Hana pun tersadar dari lamunannya. Dia memaksa dirinya untuk tersenyum dan menggelengkan kepalanya."Nggak apa-apa. Kalau begitu, aku pergi menemui Rizki dulu.""Baik, Nona Hana."Melihat Hana pergi ke kantor atasannya, senyum di wajah Lutfi pun tak terlihat lagi.Tok tok."Masuk."Terdengar suara yang dingin dari dalam k
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang