Sampai di sini, Lutfi tampak teringat sesuatu dan berkata, "Menurut semua orang rasanya enak.""Apa ...."Begitu mendengar perkataan Lutfi, Hana hampir tidak dapat mempertahankan senyum di wajahnya.Tadinya dia memang berencana memberikan makanan itu pada Lutfi. Dia kira Rizki akan terlalu sibuk untuk kembali, jadi dia berikan saja bekal itu pada asistennya.Namun, dia tidak menduga Rizki akan kembali lagi.Akan tetapi, Rizki tidak memakan masakannya. Bahkan ... pria itu membaginya dengan sang asisten dan para karyawan.Dalam sekejap, Hana merasa niatnya telah diinjak-injak."Nona Hana, ada apa?" Lutfi memandang Hana yang berdiri di depannya. "Apa Anda nggak apa-apa?"Hana pun tersadar dari lamunannya. Dia memaksa dirinya untuk tersenyum dan menggelengkan kepalanya."Nggak apa-apa. Kalau begitu, aku pergi menemui Rizki dulu.""Baik, Nona Hana."Melihat Hana pergi ke kantor atasannya, senyum di wajah Lutfi pun tak terlihat lagi.Tok tok."Masuk."Terdengar suara yang dingin dari dalam k
Selama dia bisa melakukannya ....Hana hampir mengatakan permintaannya pada Rizki, tetapi begitu kata-katanya mencapai ujung lidah, dia menelannya kembali.Dia tidak bisa mengatakannya sekarang, dia harus tetap tenang.Jadi, dia pun mengubah topik pembicaraan dan menanyakan kondisi Wulan."Setelah kembali dari luar negeri, sampai sekarang aku belum sempat mengunjungi nenekmu. Kalau bisa, beberapa hari lagi aku ingin mengunjunginya. Bagaimana?"Rizki mengerutkan kening dan menolaknya."Tunggu sebentar lagi, aku khawatir itu akan memengaruhi kondisi Nenek."Senyum tipis muncul di bibir Hana. Hasilnya masih sama. Entah kenapa, sepertinya Wulan tidak menyukai dirinya.Karena dia adalah penyelamat Rizki, Wulan masih bersikap sopan padanya. Namun, sikap wanita tua itu terlalu sopan, terlalu formal. Wanita tua itu semata-mata memperlakukannya sebagai seorang penyelamat.Sebaliknya, Wulan memperlakukan Alya seperti cucunya sendiri.Hal ini sempat membuat Hana kesal.Akhirnya, Hana hanya bisa m
Seketika tatapan Alya menjadi dingin. Dengan suara yang sama sekali tidak menunjukkan ekspresi, dia berkata, "Nggak perlu, kalian makan duluan saja. Masih ada pekerjaan yang harus aku tangani, kalian nggak perlu menungguku."Setelah mengatakan itu, Alya menutup teleponnya.Kebetulan pada saat itu, dia melihat Tiara yang hendak pergi. Alya pun berdiri dan bertanya, "Tiara, apa kamu mau pergi makan siang?""Ya, apa Kak Alya mau makan bareng?""Boleh, ayo makan bareng."Alya mengambil ponsel dan tasnya, lalu pergi ke kantin perusahaan bersama Tiara.Tiara berjalan di samping Alya, merasa sangat tersanjung. Ini adalah pertama kalinya dia pergi ke kantin bersama dengan Alya.Jadi, dia sangat bersemangat dan terus berusaha mencari topik pembicaraan dengan Alya."Kak Alya, apa kamu terbiasa dengan makanan kantin? Kalau nggak, kita bisa pergi makan di luar.""Nggak usah." Alya tersenyum. "Kantin lumayan dekat, jadi setelah makan aku bisa segera kembali bekerja. Lebih praktis.""Ah ...." Begitu
Akhirnya di bawah ekspresi tenang Alya, Tiara dengan enggan duduk. Meskipun sudah duduk, dia masih merasa sangat enggan. Dia menggigit bibir bawahnya dan berkata dengan marah, "Kak Alya, apa kamu nggak dengar apa yang mereka katakan? Itu sudah sangat kelewatan. Aku benar-benar ingin ke sana dan menutup mulut mereka."Alya dengan tenang bertanya, "Lalu apa? Kalau kita membuat keributan karena perkataan mereka, suatu saat beritanya akan tersebar. Aku nggak hanya terlihat makan di kantin, tapi aku bahkan juga berkelahi karena tersinggung oleh mereka?"Mendengar ini, Tiara mengerutkan keningnya."Kak Alya, aku nggak bermaksud begitu.""Tentu saja aku tahu itu bukan maksudmu, tapi apa kamu pikir ada gunanya menghadapi mereka? Mau kamu melawan atau nggak, kamu nggak bisa mengontrol apa yang orang lain katakan."Tiara menggigit bibir bawahnya."Aku nggak bisa diam saja saat mendengar Kak Alya dihina seperti ini!"Tiara yang marah demi dirinya cukup menyentuh perasaan Alya. Dia tidak menyangka
Wajahnya hanya bisa memerah karena marah dan frustrasi, tetapi dia tidak mengatakan apa pun.Pada saat itu, Alya yang duduk di sampingnya menatap orang itu dengan dingin dan berkata, "Pak Eko, kalau kamu nggak ingin membicarakan pekerjaan, kami nggak akan duduk di sini dan membuang-buang waktu."Setelah mengatakan itu, Alya menarik Tiara yang kaget untuk berdiri. Alya tidak peduli pada permintaan maaf dan usaha Pak Eko untuk menahan mereka, dia langsung membawa Tiara keluar dari hotel.Angin malam menerpa wajah mereka. Tiara memandang Alya dengan terkejut."Bu ... Bu Alya, nggak apa-apa bila kita pergi seperti ini?"Alya meliriknya. "Kalau nggak? Kamu mau tinggal?"Tiara menggelengkan kepalanya."Nggak, nggak mau.""Ya sudah, ayo kita pergi."Alya pun memanggil sebuah taksi dan pergi membawanya."Saat bekerja di bawahku, kamu nggak perlu menderita hal semacam itu. Kalau nggak, para bedebah itu akan makin kurang ajar."Oleh karena itu, meskipun sudah sekian lama bekerja dengan Alya, Tia
Mendengar ini, Hana tertegun.Memangnya dia tidak pernah memikirkan hal itu? Dia sudah mengisyaratkannya pada Rizki. Namun, dia tidak tahu apakah Rizki memang tidak mengerti atau pura-pura tidak mengerti.Pokoknya, pria itu tidak memberinya jawaban.Hana tidak bisa terlalu berterus terang. Jika tidak, bagaimana bila Rizki menganggapnya sebagai wanita murahan?Jadi, dia pun hanya bisa menelan kegetiran ini.Melihat Hana terdiam dan memucat, Alya mengangkat alisnya."Jangan-jangan kamu nggak bisa memintanya keluar, makanya kamu datang ke sini dan menggangguku?"Hana refleks mengangkat kepalanya. Dia menatap Alya dengan kesal.Alya mengangkat alis dan menatapnya kembali."Apa yang kukatakan salah? Sebenarnya kamu nggak perlu melakukan hal yang sia-sia begini. Sudah jelas kamu nggak menyukaiku, tapi kamu masih membawakanku makanan. Apa kamu ingin terlihat baik di depannya? Kusarankan kamu berpikir lagi. Kalau orang yang kamu sukai berhenti menyukaimu karena kamu nggak terlihat cukup baik,
"Sepertinya kamu masih nggak mengerti apa yang kukatakan. Sekarang dengarkan baik-baik. Pada akhirnya, kamu hanya seorang karyawan kecil di Perusahaan Saputra. Hubungan apa yang kamu miliki denganku? Apa aku membutuhkanmu untuk membelaku?"Air mata Tiara sudah menggenang di mata. Dia menggigit bibirnya, tidak membiarkan air mata itu jatuh.Suasana di dalam ruang kantor itu sangat hening.Setelah beberapa waktu, terdengar suara berdeham dari luar."Ehem, ehem!"Alya pun mengangkat kepalanya untuk melihat. Dia menemukan Wisnu yang entah sejak kapan berdiri di luar pintu.Akhirnya, Alya dengan dingin berkata pada asistennya, "Keluar dan lanjutkan pekerjaanmu."Tiara tidak berani melawan dan hanya mengangguk.Ketika dia melewati Wisnu, Wisnu dapat melihat setetes air mata kecil yang akhirnya mengalir dari matanya.Setelah asistennya pergi, Alya bertanya, "Kak Wisnu, apa yang membuatmu datang menemuiku?"Wisnu pun berjalan masuk, lalu menutup pintunya.Dia memandang Alya, lalu dengan tanpa
Wisnu cukup lama berada di dalam kantor Alya sebelum akhirnya pergi.Ketika dia keluar, kebetulan dia dilihat oleh Rizki dan Hana yang juga baru keluar dari kantor.Begitu melihat sosok Wisnu, dalam sekejap tatapan Rizki pun menegang. Tubuhnya memancarkan aura yang dingin, dia menatap pria itu dengan kesal.Hana yang keluar bersamanya, seketika merasakan perubahan suasana hatinya.Hana melihat Wisnu yang berada tidak jauh dari mereka, pria itu baru keluar dari kantor Alya. Sambil seolah-olah berpikir, dia berkata, "Kelihatannya hubungan Pak Wisnu dan Alya sangat dekat. Seingatku, beberapa hari yang lalu mereka berdua pergi makan bersama?"Mendengar ini, Rizki mengerutkan keningnya. Bibirnya dirapatkan hingga membentuk garis lurus, tetapi dia tidak menjawab Hana.Akan tetapi, Hana tampak tidak menyadari emosinya dan melanjutkan, "Sebenarnya kalau dipikir-pikir, dia memperlakukan Alya dengan cukup baik. Setelah Keluarga Kartika bangkrut, semua orang menghindari Alya, tapi dia bergabung k