Akhirnya di bawah ekspresi tenang Alya, Tiara dengan enggan duduk. Meskipun sudah duduk, dia masih merasa sangat enggan. Dia menggigit bibir bawahnya dan berkata dengan marah, "Kak Alya, apa kamu nggak dengar apa yang mereka katakan? Itu sudah sangat kelewatan. Aku benar-benar ingin ke sana dan menutup mulut mereka."Alya dengan tenang bertanya, "Lalu apa? Kalau kita membuat keributan karena perkataan mereka, suatu saat beritanya akan tersebar. Aku nggak hanya terlihat makan di kantin, tapi aku bahkan juga berkelahi karena tersinggung oleh mereka?"Mendengar ini, Tiara mengerutkan keningnya."Kak Alya, aku nggak bermaksud begitu.""Tentu saja aku tahu itu bukan maksudmu, tapi apa kamu pikir ada gunanya menghadapi mereka? Mau kamu melawan atau nggak, kamu nggak bisa mengontrol apa yang orang lain katakan."Tiara menggigit bibir bawahnya."Aku nggak bisa diam saja saat mendengar Kak Alya dihina seperti ini!"Tiara yang marah demi dirinya cukup menyentuh perasaan Alya. Dia tidak menyangka
Wajahnya hanya bisa memerah karena marah dan frustrasi, tetapi dia tidak mengatakan apa pun.Pada saat itu, Alya yang duduk di sampingnya menatap orang itu dengan dingin dan berkata, "Pak Eko, kalau kamu nggak ingin membicarakan pekerjaan, kami nggak akan duduk di sini dan membuang-buang waktu."Setelah mengatakan itu, Alya menarik Tiara yang kaget untuk berdiri. Alya tidak peduli pada permintaan maaf dan usaha Pak Eko untuk menahan mereka, dia langsung membawa Tiara keluar dari hotel.Angin malam menerpa wajah mereka. Tiara memandang Alya dengan terkejut."Bu ... Bu Alya, nggak apa-apa bila kita pergi seperti ini?"Alya meliriknya. "Kalau nggak? Kamu mau tinggal?"Tiara menggelengkan kepalanya."Nggak, nggak mau.""Ya sudah, ayo kita pergi."Alya pun memanggil sebuah taksi dan pergi membawanya."Saat bekerja di bawahku, kamu nggak perlu menderita hal semacam itu. Kalau nggak, para bedebah itu akan makin kurang ajar."Oleh karena itu, meskipun sudah sekian lama bekerja dengan Alya, Tia
Mendengar ini, Hana tertegun.Memangnya dia tidak pernah memikirkan hal itu? Dia sudah mengisyaratkannya pada Rizki. Namun, dia tidak tahu apakah Rizki memang tidak mengerti atau pura-pura tidak mengerti.Pokoknya, pria itu tidak memberinya jawaban.Hana tidak bisa terlalu berterus terang. Jika tidak, bagaimana bila Rizki menganggapnya sebagai wanita murahan?Jadi, dia pun hanya bisa menelan kegetiran ini.Melihat Hana terdiam dan memucat, Alya mengangkat alisnya."Jangan-jangan kamu nggak bisa memintanya keluar, makanya kamu datang ke sini dan menggangguku?"Hana refleks mengangkat kepalanya. Dia menatap Alya dengan kesal.Alya mengangkat alis dan menatapnya kembali."Apa yang kukatakan salah? Sebenarnya kamu nggak perlu melakukan hal yang sia-sia begini. Sudah jelas kamu nggak menyukaiku, tapi kamu masih membawakanku makanan. Apa kamu ingin terlihat baik di depannya? Kusarankan kamu berpikir lagi. Kalau orang yang kamu sukai berhenti menyukaimu karena kamu nggak terlihat cukup baik,
"Sepertinya kamu masih nggak mengerti apa yang kukatakan. Sekarang dengarkan baik-baik. Pada akhirnya, kamu hanya seorang karyawan kecil di Perusahaan Saputra. Hubungan apa yang kamu miliki denganku? Apa aku membutuhkanmu untuk membelaku?"Air mata Tiara sudah menggenang di mata. Dia menggigit bibirnya, tidak membiarkan air mata itu jatuh.Suasana di dalam ruang kantor itu sangat hening.Setelah beberapa waktu, terdengar suara berdeham dari luar."Ehem, ehem!"Alya pun mengangkat kepalanya untuk melihat. Dia menemukan Wisnu yang entah sejak kapan berdiri di luar pintu.Akhirnya, Alya dengan dingin berkata pada asistennya, "Keluar dan lanjutkan pekerjaanmu."Tiara tidak berani melawan dan hanya mengangguk.Ketika dia melewati Wisnu, Wisnu dapat melihat setetes air mata kecil yang akhirnya mengalir dari matanya.Setelah asistennya pergi, Alya bertanya, "Kak Wisnu, apa yang membuatmu datang menemuiku?"Wisnu pun berjalan masuk, lalu menutup pintunya.Dia memandang Alya, lalu dengan tanpa
Wisnu cukup lama berada di dalam kantor Alya sebelum akhirnya pergi.Ketika dia keluar, kebetulan dia dilihat oleh Rizki dan Hana yang juga baru keluar dari kantor.Begitu melihat sosok Wisnu, dalam sekejap tatapan Rizki pun menegang. Tubuhnya memancarkan aura yang dingin, dia menatap pria itu dengan kesal.Hana yang keluar bersamanya, seketika merasakan perubahan suasana hatinya.Hana melihat Wisnu yang berada tidak jauh dari mereka, pria itu baru keluar dari kantor Alya. Sambil seolah-olah berpikir, dia berkata, "Kelihatannya hubungan Pak Wisnu dan Alya sangat dekat. Seingatku, beberapa hari yang lalu mereka berdua pergi makan bersama?"Mendengar ini, Rizki mengerutkan keningnya. Bibirnya dirapatkan hingga membentuk garis lurus, tetapi dia tidak menjawab Hana.Akan tetapi, Hana tampak tidak menyadari emosinya dan melanjutkan, "Sebenarnya kalau dipikir-pikir, dia memperlakukan Alya dengan cukup baik. Setelah Keluarga Kartika bangkrut, semua orang menghindari Alya, tapi dia bergabung k
Saat ini, emosi Alya setenang air. Dia hanya berpikir bagaimana dia dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan mengembangkan Tiara, tidak ada yang lain.Namun, saat dia melewati Rizki, pria itu masih ingin mengatakan sesuatu untuk membuatnya jengkel."Apa waktu di siang hari nggak cukup untuk menyelesaikan pekerjaanmu? Atau mungkin ada hal lain yang lebih penting, sehingga kamu menunda pekerjaanmu?"Alya menghentikan langkahnya."Apa maksudmu?"Kebetulan Alya belum berjalan jauh, sehingga saat ini dia dan Rizki hanya saling memunggungi. Alya tidak menoleh, memegang laptopnya di bawah lengannya."Apa maksudmu dengan aku menunda pekerjaanku karena hal lain yang lebih penting? Kamu pikir aku nggak bekerja dengan serius saat di kantor?""Bukankah begitu?"Rizki mencibir, "Kalau kamu bekerja dengan serius, kenapa kamu sampai perlu membawa pulang pekerjaanmu?"Alya mengangkat alisnya, tidak tahu apa yang telah merasuki Rizki.Tidak ada satu pun dari mereka yang berbalik, mereka terus s
Cemburu?Rizki tercengang. Setelah terdiam sejenak, jarinya mengusap warna merah di ujung bibir wanita itu. Suara Rizki berat dan agak serak."Kalau aku cemburu pun, memangnya kenapa? Jangan lupa, di mata hukum, kamu adalah istriku."Suara pria itu serak dan menggoda, seakan-akan dapat memesona hati orang lain. Ketika dia berbicara, bibirnya makin mendekat, napas panasnya pun menerpa wajah Alya.Saat bibir mereka hampir bertemu, Alya berkata, "Walaupun menurut hukum aku adalah istrimu, apa kamu berhak untuk cemburu?"Rizki terdiam.Alya tertawa ringan, suara tawanya terdengar mencemooh. "Atau dengan kata lain, kalau kamu cemburu padaku, lalu bagaimana dengan Hana?"Disebutkannya orang ketiga secara tiba-tiba, membuat rasa terpesona yang dirasakan Rizki seketika menghilang.Mungkin dia tidak menyangka Alya akan membicarakan Hana, tatapan Rizki pun menjadi dingin."Kenapa kamu bawa-bawa Hana?""Aku nggak boleh bawa-bawa dia? Kalau begitu kenapa kamu bawa-bawa Kak Wisnu?" balas Alya.Rizk
Dalam seketika, diri dan tindakan Alya menjadi sangat berbeda.Apakah utang piutang mereka harus dihitung sejelas itu?Apakah alasan dia melakukan semua ini adalah ... orang itu?...Keesokan harinya, Alya membawa laptopnya untuk diperbaiki. Setelah menghabiskan beberapa ratus ribu, setidaknya laptopnya bisa dipakai bekerja.Tidak lama lagi dia akan berhenti bekerja di perusahaan, jadi saat ini dia tidak perlu membeli laptop baru. Hal itu hanya akan membuang-buang uang.Dia dan Tiara setuju untuk sarapan bersama. Ketika mereka berdua duduk di sebuah restoran di lantai bawah, Alya masih membicarakan pekerjaan.Dengan ekspresi suram, Tiara meminum susu kacangnya dan menatap Alya yang berada di seberangnya.Entah hanya perasaannya saja atau tidak, akhir-akhir ini, dia merasa Alya menjadi lebih rajin dan mengajarinya banyak hal. Tentu saja, semua hal itu membuat Tiara mengaguminya.Memikirkan hal ini, Tiara menelan apa yang ada di mulutnya dan bertanya, "Kak Alya, boleh aku tanya sesuatu?"
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang