Saat ini, emosi Alya setenang air. Dia hanya berpikir bagaimana dia dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan mengembangkan Tiara, tidak ada yang lain.Namun, saat dia melewati Rizki, pria itu masih ingin mengatakan sesuatu untuk membuatnya jengkel."Apa waktu di siang hari nggak cukup untuk menyelesaikan pekerjaanmu? Atau mungkin ada hal lain yang lebih penting, sehingga kamu menunda pekerjaanmu?"Alya menghentikan langkahnya."Apa maksudmu?"Kebetulan Alya belum berjalan jauh, sehingga saat ini dia dan Rizki hanya saling memunggungi. Alya tidak menoleh, memegang laptopnya di bawah lengannya."Apa maksudmu dengan aku menunda pekerjaanku karena hal lain yang lebih penting? Kamu pikir aku nggak bekerja dengan serius saat di kantor?""Bukankah begitu?"Rizki mencibir, "Kalau kamu bekerja dengan serius, kenapa kamu sampai perlu membawa pulang pekerjaanmu?"Alya mengangkat alisnya, tidak tahu apa yang telah merasuki Rizki.Tidak ada satu pun dari mereka yang berbalik, mereka terus s
Cemburu?Rizki tercengang. Setelah terdiam sejenak, jarinya mengusap warna merah di ujung bibir wanita itu. Suara Rizki berat dan agak serak."Kalau aku cemburu pun, memangnya kenapa? Jangan lupa, di mata hukum, kamu adalah istriku."Suara pria itu serak dan menggoda, seakan-akan dapat memesona hati orang lain. Ketika dia berbicara, bibirnya makin mendekat, napas panasnya pun menerpa wajah Alya.Saat bibir mereka hampir bertemu, Alya berkata, "Walaupun menurut hukum aku adalah istrimu, apa kamu berhak untuk cemburu?"Rizki terdiam.Alya tertawa ringan, suara tawanya terdengar mencemooh. "Atau dengan kata lain, kalau kamu cemburu padaku, lalu bagaimana dengan Hana?"Disebutkannya orang ketiga secara tiba-tiba, membuat rasa terpesona yang dirasakan Rizki seketika menghilang.Mungkin dia tidak menyangka Alya akan membicarakan Hana, tatapan Rizki pun menjadi dingin."Kenapa kamu bawa-bawa Hana?""Aku nggak boleh bawa-bawa dia? Kalau begitu kenapa kamu bawa-bawa Kak Wisnu?" balas Alya.Rizk
Dalam seketika, diri dan tindakan Alya menjadi sangat berbeda.Apakah utang piutang mereka harus dihitung sejelas itu?Apakah alasan dia melakukan semua ini adalah ... orang itu?...Keesokan harinya, Alya membawa laptopnya untuk diperbaiki. Setelah menghabiskan beberapa ratus ribu, setidaknya laptopnya bisa dipakai bekerja.Tidak lama lagi dia akan berhenti bekerja di perusahaan, jadi saat ini dia tidak perlu membeli laptop baru. Hal itu hanya akan membuang-buang uang.Dia dan Tiara setuju untuk sarapan bersama. Ketika mereka berdua duduk di sebuah restoran di lantai bawah, Alya masih membicarakan pekerjaan.Dengan ekspresi suram, Tiara meminum susu kacangnya dan menatap Alya yang berada di seberangnya.Entah hanya perasaannya saja atau tidak, akhir-akhir ini, dia merasa Alya menjadi lebih rajin dan mengajarinya banyak hal. Tentu saja, semua hal itu membuat Tiara mengaguminya.Memikirkan hal ini, Tiara menelan apa yang ada di mulutnya dan bertanya, "Kak Alya, boleh aku tanya sesuatu?"
Meskipun kemarin Alya sudah menolaknya, hari ini Hana kembali datang membawakannya makanan. Usaha gigihnya untuk terlihat baik membuat Alya tertawa di dalam hati.Alya tidak ingin repot-repot mengeksposnya, bahkan dia juga tidak mau terlibat dengannya."Alya, setelah kamu sakit parah kemarin, tubuhmu pasti melemah. Hari ini aku secara khusus membuatkanmu sup ayam, apa kamu sungguh nggak mau memakannya?"Alya menopang dagunya dan menatap Hana dengan tenang.Jelas tidak ada orang lain di dalam sini, tetapi Hana masih mempertahankan topengnya. Alya merasa lelah hanya dengan melihatnya.Alya pun meletakkan pulpen yang diputar-putarnya tadi. Kemudian, dia menatap Hana dengan tenang."Apa kamu nggak lelah begini terus?"Alya bertanya apakah berpura-pura seperti ini tidak melelahkan?Namun, tampaknya Hana tidak mengerti pertanyaannya. "Bisa membuatkan makanan untuk orang yang aku sukai, serta melihatnya menghabiskan makanan tersebut merupakan hal yang membahagiakan. Bagaimana bisa aku merasa
Mendengar ini, Hana terdiam di tempat dengan linglung. Dia mengira dirinya sudah salah dengar."A ... Apa?"Memintanya membawakan beberapa porsi lagi?Lutfi tersenyum dan menunjukkan sederet gigi putihnya, senyumnya tampak begitu cerah. "Tenang saja, kami nggak akan menerimanya dengan gratis. Katakan saja harganya berapa."Alya terdiam.Dia tidak bisa berkata-kata ketika melihat asistennya Rizki. Untuk sesaat, dia tidak tahu apakah pria ini sedang mencoba untuk menjilat Hana atau memiliki maksud lainnya. Kenapa rasanya aneh sekali?Saat ini, ekspresi Hana sudah tidak bisa dideskripsikan sebagai buruk saja.Katakan saja berapa harganya?Memangnya mereka menganggap dia apa? Asisten rumah tangga? Tukang masak?Hana kira, Lutfi akhirnya paham kepada siapa dia harus berpihak. Namun, ternyata pria itu malah memperkeruh keadaan. Bukankah Lutfi sedang mengejek dirinya?Namun, yang paling menyedihkan adalah, Hana sama sekali tidak bisa marah.Karena saat ini, dia belum menjadi nyonya pemilik Pe
Ketika Hana keluar dari dalam kantor Alya, raut wajahnya tampak sangat buruk.Tangan yang terjuntai di samping roknya agak bergetar.Dia tidak menyangka, bahkan seorang asisten kecil berani mencemooh dirinya seperti ini.Meskipun dia tidak menunjukkan reaksinya barusan, Hana masih tidak bisa menelan amarahnya.Jadi, begitu memasuki kantor Rizki, Hana pun menceritakan kejadian tersebut. Saat dia bercerita, tidak ada kekesalan dalam nada bicaranya. Dia hanya berharap setelah mendengar ceritanya, Rizki akan merasa kasihan padanya.Namun, siapa sangka, ketika dia selesai bercerita, Rizki tidak meresponsnya untuk waktu yang cukup lama."Rizki?"Hana memandangnya dengan bingung. Saat itulah dia sadar bahwa meskipun Rizki menatap laptop di depannya, pandangannya sama sekali tidak fokus. Pria itu tampak tenggelam dalam pikirannya sendiri.Dengan tak berdaya, Hana hanya bisa berulang kali memanggilnya. Setelah itu barulah Rizki tersadar kembali. Rizki mengerutkan kening sambil menatapnya. "Oh,
Kenapa di lengannya ada bekas gigitan? Dia tidak mungkin digigit pria, 'kan?Jadi, hanya ada satu kemungkinan yang tersisa ....Wajah Hana dalam sekejap memucat, dia tidak menyangka wanita itu akan mengingkari janjinya!...Keesokan harinya.Dengan dalih membawakan Alya makanan, ketika tidak ada orang, Hana memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menghadapi Alya."Alya, apa ini caramu membalas budi?"Hari ini, Alya kira Hana akan berpura-pura baik lagi. Alya yang tiba-tiba mendengar tuduhan tersebut pun menatap wanita itu.Dia mengerutkan kening. "Apa maksudmu?""Apa kamu berpura-pura?" Hana menggertakkan giginya dan mencengkeram kotak bekalnya erat-erat. Meskipun amarahnya meledak-ledak, dia masih merendahkan suaranya. "Sebelumnya kita sudah menyetujui pasal ketiga perjanjian itu. Sebelum bercerai, kamu nggak boleh bermesraan dengan Rizki. Apa kamu ingat perjanjian itu?"Alya merapatkan bibirnya. "Ingat, kenapa?""Ingat? Jadi, apa kamu sudah melakukannya?""Sudah."Alya mengangguk. "Ke
"Atau mungkin, kamu sebenarnya nggak percaya diri dengannya?" tanya Alya.Alya tersenyum tipis. "Dilihat dari situasiku, aku sama sekali nggak khawatir. Apa yang kamu khawatirkan?"Melihat wanita itu masih berdiri diam di sana, Alya terpaksa berkata, "Tenang saja. Masih ada beberapa hari sebelum Nenek menjalankan operasi, jadi bertahanlah sedikit. Nggak lama lagi kamu akan mendapatkan apa yang kamu mau. Selama operasi Nenek sukses, aku akan meninggalkan tempat ini dan nggak kembali dalam 5 tahun."Setelah diingatkan oleh Alya, Hana perlahan menjadi tenang.Benar, hanya tersisa beberapa hari lagi. Apa pun yang terjadi sekarang, akan berakhir setelah beberapa hari.Drama antara wanita ini dan Rizki juga akan berakhir.Saat itu, dia tidak perlu lagi waspada seperti sekarang."Oke, untuk sementara aku akan memercayaimu. Aku harap begitu waktunya tiba, kamu dapat memegang omonganmu."Setelah Hana pergi, ruangan pun menjadi hening.Alya menurunkan pandangannya, dengan lembut meletakkan tanga