"Oke."Alya pun tidak menolak. Ketika berbalik untuk mengambil baju ganti, dia berpikir sejenak, lalu menoleh untuk berkata, "Ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu."Rizki sudah tidak memakai jasnya dan sedang melepas ikatan dasinya. Begitu mendengar ucapan Alya, dia pun berhenti. Mata hitamnya menatap wanita tersebut."Katakanlah.""Besok, kita ambil akta cerainya sebelum atau sesudah Nenek dioperasi?"Tepat setelah mengatakan itu, Alya merasakan aura dingin memancar dari Rizki.Tak lama kemudian, pria itu memandangnya dengan tatapan yang menusuk dan mengerikan.Tatapan seperti ini ....Entah kenapa Alya merasa takut ketika ditatap olehnya, bulu kuduknya merinding. Tiba-tiba dia pun sadar bahwa pertanyaan ini seharusnya tidak ditanyakan sekarang.Lagi pula, Wulan akan dioperasi besok, emosi Rizki saat ini mungkin sedang tidak stabil.Setelah menyadari hal tersebut, Alya meminta maaf padanya."Maaf, seharusnya aku nggak membicarakannya sekarang. Sebaiknya kita bicarakan lagi setelah
Biasanya, tidak mengenangnya pun tidak masalah. Hidup memang selalu berjalan dengan jelas, tetapi hidup juga kacau dan membingungkan.Begitu kenangan tersebut muncul.Saat-saat mesra yang tidak disengaja itu, saat ini terasa seperti pisau yang mengiris-irisnya.Alya bersandar dengan lemah ke brankas, lalu memejamkan matanya tak berdaya.Seandainya pria itu menyukainya sedikit saja, dia tidak akan seputus asa ini ....Saat Alya hendak mengembalikan buku nikah itu, kebetulan Rizki baru saja selesai mandi. Rizki keluar dari kamar mandi dengan raut wajah yang buruk. Ketika dia berjalan melewati Alya, dia melihat buku nikah mereka di tangan wanita itu.Sejak awal raut wajahnya memang sudah suram. Setelah dia melihat pemandangan ini, langkahnya benar-benar terhenti. Kemudian, dia menatap Alya dengan tatapan sedingin es.Di bawah tatapannya ini, Alya memegang buku nikah mereka dan merasa agak bingung.Setelah beberapa saat, Rizki mencibir, "Kamu benar-benar nggak sabar, ya."Alya tercengang.
Sang kepala pelayan terdiam.Sebenarnya, dia merasa ada yang tidak beres dengan Rizki dan Alya. Dia juga tahu bahwa semalam Rizki tidur di ruang kerja. Ketika dia bangun pagi ini, dia menemukan lampu ruang kerja menyala. Dia pun mengeceknya, ternyata Rizki berada di dalam ruangan tersebut.Mata tuannya terlihat lelah, raut wajahnya juga buruk. Dengan suara serak Rizki bertanya padanya, "Kamu sedang apa?"Dalam sekejap, penampilannya membuat sang kepala pelayan takut dan tidak berani berbicara.Setelah itu, Rizki tidak sarapan dan langsung pergi ke garasi dengan ekspresi dingin.Melihat Alya berjalan pergi, kepala pelayan itu menghela napas di dalam hatinya dan merasa tidak berdaya.Saat berjalan keluar, Alya pun mengenakan mantelnya.Hari masih pagi, sehingga udara di luar sangat dingin. Bahkan suhu di garasi lebih dingin lagi.Dalam cuaca dingin seperti ini, Rizki malah mengenakan baju yang tipis. Pria itu bersandar di mobilnya sambil memegang rokok.Saat Alya menghampirinya, mereka b
Walaupun tidak banyak orang yang mengantre di kantor catatan sipil, karena mereka datang kurang cepat, mereka masih harus menunggu.Semalam Alya kurang tidur. Dia merasa sangat lelah, jadi dia mencari sebuah tempat untuk duduk.Rizki mengikutinya, tetapi raut wajahnya tampak suram, dia juga tidak duduk di samping Alya.Bahkan setelah memasuki kantor catatan sipil, emosi Alya masih tetap tenang.Dia mendongak memandang Rizki dan bertanya, "Kamu nggak duduk?""Nggak usah."Sama sekali tidak ada kehangatan dalam suara Rizki, pria itu bahkan tidak menatapnya.Alya mengerti, Rizki tidak ingin berurusan dengannya.Yah, mereka akan bercerai, lalu Rizki pun akan segera terbang bersama Hana tersayangnya. Jadi, untuk apa Rizki berurusan dengannya?Untungnya, Alya tidak mengharapkan mereka untuk tetap berteman setelah bercerai.Awalnya semua baik-baik saja, tetapi seiring berjalannya waktu, terdengar banyak suara berbisik dari sekeliling mereka."Suasana ini .... Apa mereka datang untuk cerai?""
Setelah menjawab, Alya kembali menundukkan kepalanya. Di dalam hatinya, dia sedang menebak kenapa Rizki berubah.Sebelumnya, Rizki jelas-jelas memiliki ekspresi masam. Namun, setelah mendengar orang-orang itu bergosip, ekspresinya tidak semasam itu lagi. Bahkan dia peduli apakah Alya mau makan atau tidak.Apakah ini karena ... dia mengira Alya sudah aborsi, jadi dia berasa bersalah?"Bukankah kamu belum sarapan?" tanya Rizki lagi.Alya refleks mengangguk. "Tapi aku nggak lapar."Terutama karena dia tidak nafsu makan."Sekarang kamu nggak lapar, tapi bagaimana dengan nanti? Setelah kita berangkat ke sanatorium, nggak akan ada waktu untuk beli sarapan di jalan."Mendengar hal ini, Alya pun mengerti dan mengangguk. "Baiklah, jadi apa kita mau pergi sarapan dulu?""Aku saja yang beli, kamu tunggu aku di sini."Setelah itu, Rizki berjalan keluar dari kantor catatan sipil.Di luar, dia tidak segera membeli sarapan, melainkan bersandar di tembok dan menyalakan rokoknya. Angin dingin di luar s
Setelah mengambil makanan tersebut, Alya menyadari bahwa semua makanan yang dibeli Rizki adalah makanan instan. Saat ini dia tidak punya nafsu makan, jadi dia hanya melirik isinya dan menyimpannya.Rizki berdiri di sana, mengamati semua gerak-geriknya."Nggak ada yang kamu suka?"Mendengar ini, Alya tersadar kembali dan menggeleng, "Nggak, sekarang aku hanya belum nafsu makan."Setelah itu Rizki tidak berbicara lagi. Beberapa saat kemudian, dia duduk di samping Alya.Entah karena Rizki berpakaian tipis atau baru saja dari luar, ketika pria itu duduk, Alya merasa suhu di sekitarnya menurun.Alya menyadari bahwa pria ini masih mengenakan kemeja tipis itu.Bibirnya bergerak, seakan ingin mengatakan sesuatu. Namun pada akhirnya, dia tidak mengatakan apa pun.Mereka berdua duduk dengan diam.Meskipun tubuh mereka dekat, rasanya jarak mereka sangat jauh.Alya menyaksikan gadis-gadis yang bergosip dengannya tadi satu per satu masuk dengan kekasih mereka, lalu keluar sambil membawa buku nikah.
Dalam perjalanan ke sanatorium, Alya dengan gelisah menggigit bibirnya, jari-jarinya saling dikaitkan dan jantungnya berdegap kencang.Dia salah.Seharusnya dia tidak datang ke kantor catatan sipil.Seharusnya setelah bangun tidur, dia langsung pergi ke sanatorium.Tidak, seharusnya semalam dia tidak pulang. Seharusnya dia menemani Wulan di sanatorium.Meskipun dia tahu sang nenek akan dioperasi hari ini, ketika dilarang menginap, dia malah pulang begitu saja. Kenapa dia sebodoh ini?Alya sangat menyalahkan dirinya. Dia pun bersandar dan memejamkan mata.Dalam ingatannya, gambaran yang buram tetapi jelas bercampur aduk di dalam benaknya.Mobil mereka melaju dengan agak cepat, tetapi peraturan lalu lintas masih harus dipatuhi. Mobil pun berhenti di lampu merah perempatan. Sementara itu, alis tebal Rizki masih berkerut.Setelah mobilnya berhenti, Rizki samar-samar merasakan sesuatu yang tak beres dari Alya, lalu dia menoleh untuk menatap wanita tersebut.Saat itulah dia menyadari jejak k
Namun, tak peduli seberapa pelan Rizki memanggilnya, Alya tampak tidak mendengarnya. Seolah-olah dia telah menutup dirinya.Melihatnya yang seperti ini, Rizki merasa gelisah.Lampu lalu lintas sudah berubah hijau, mobilnya yang tidak bergerak pun mulai diklakson oleh mobil-mobil di belakang.Mendengar suara klakson yang tiada henti, Rizki tiba-tiba menunduk, mengangkat dagu Alya, lalu mencium bibirnya.Sesuai dugaannya, gigi Alya tertutup rapat. Meskipun Rizki berusaha, dia tetap tidak bisa menerobos giginya.Rizki mengerutkan kening. Kemudian, dia menyelipkan tangannya ke pinggang Alya dan mencubitnya dengan lembut.Alya adalah orang yang gampang geli.Meskipun tidak berteriak dan menghindar seperti biasanya, tubuhnya yang kaku masih menunjukkan sedikit reaksi.Dengan memanfaatkan reaksi kecil ini, Rizki berhasil membuka gigi putih Alya.Tidak adanya jarak di antara mereka, mengakibatkan Rizki dapat mencium aroma darah yang kuat. Dia bahkan belum sempat mengomeli Alya yang menyakiti d