Ketika Hana keluar dari dalam kantor Alya, raut wajahnya tampak sangat buruk.Tangan yang terjuntai di samping roknya agak bergetar.Dia tidak menyangka, bahkan seorang asisten kecil berani mencemooh dirinya seperti ini.Meskipun dia tidak menunjukkan reaksinya barusan, Hana masih tidak bisa menelan amarahnya.Jadi, begitu memasuki kantor Rizki, Hana pun menceritakan kejadian tersebut. Saat dia bercerita, tidak ada kekesalan dalam nada bicaranya. Dia hanya berharap setelah mendengar ceritanya, Rizki akan merasa kasihan padanya.Namun, siapa sangka, ketika dia selesai bercerita, Rizki tidak meresponsnya untuk waktu yang cukup lama."Rizki?"Hana memandangnya dengan bingung. Saat itulah dia sadar bahwa meskipun Rizki menatap laptop di depannya, pandangannya sama sekali tidak fokus. Pria itu tampak tenggelam dalam pikirannya sendiri.Dengan tak berdaya, Hana hanya bisa berulang kali memanggilnya. Setelah itu barulah Rizki tersadar kembali. Rizki mengerutkan kening sambil menatapnya. "Oh,
Kenapa di lengannya ada bekas gigitan? Dia tidak mungkin digigit pria, 'kan?Jadi, hanya ada satu kemungkinan yang tersisa ....Wajah Hana dalam sekejap memucat, dia tidak menyangka wanita itu akan mengingkari janjinya!...Keesokan harinya.Dengan dalih membawakan Alya makanan, ketika tidak ada orang, Hana memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menghadapi Alya."Alya, apa ini caramu membalas budi?"Hari ini, Alya kira Hana akan berpura-pura baik lagi. Alya yang tiba-tiba mendengar tuduhan tersebut pun menatap wanita itu.Dia mengerutkan kening. "Apa maksudmu?""Apa kamu berpura-pura?" Hana menggertakkan giginya dan mencengkeram kotak bekalnya erat-erat. Meskipun amarahnya meledak-ledak, dia masih merendahkan suaranya. "Sebelumnya kita sudah menyetujui pasal ketiga perjanjian itu. Sebelum bercerai, kamu nggak boleh bermesraan dengan Rizki. Apa kamu ingat perjanjian itu?"Alya merapatkan bibirnya. "Ingat, kenapa?""Ingat? Jadi, apa kamu sudah melakukannya?""Sudah."Alya mengangguk. "Ke
"Atau mungkin, kamu sebenarnya nggak percaya diri dengannya?" tanya Alya.Alya tersenyum tipis. "Dilihat dari situasiku, aku sama sekali nggak khawatir. Apa yang kamu khawatirkan?"Melihat wanita itu masih berdiri diam di sana, Alya terpaksa berkata, "Tenang saja. Masih ada beberapa hari sebelum Nenek menjalankan operasi, jadi bertahanlah sedikit. Nggak lama lagi kamu akan mendapatkan apa yang kamu mau. Selama operasi Nenek sukses, aku akan meninggalkan tempat ini dan nggak kembali dalam 5 tahun."Setelah diingatkan oleh Alya, Hana perlahan menjadi tenang.Benar, hanya tersisa beberapa hari lagi. Apa pun yang terjadi sekarang, akan berakhir setelah beberapa hari.Drama antara wanita ini dan Rizki juga akan berakhir.Saat itu, dia tidak perlu lagi waspada seperti sekarang."Oke, untuk sementara aku akan memercayaimu. Aku harap begitu waktunya tiba, kamu dapat memegang omonganmu."Setelah Hana pergi, ruangan pun menjadi hening.Alya menurunkan pandangannya, dengan lembut meletakkan tanga
"Oke."Alya pun tidak menolak. Ketika berbalik untuk mengambil baju ganti, dia berpikir sejenak, lalu menoleh untuk berkata, "Ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu."Rizki sudah tidak memakai jasnya dan sedang melepas ikatan dasinya. Begitu mendengar ucapan Alya, dia pun berhenti. Mata hitamnya menatap wanita tersebut."Katakanlah.""Besok, kita ambil akta cerainya sebelum atau sesudah Nenek dioperasi?"Tepat setelah mengatakan itu, Alya merasakan aura dingin memancar dari Rizki.Tak lama kemudian, pria itu memandangnya dengan tatapan yang menusuk dan mengerikan.Tatapan seperti ini ....Entah kenapa Alya merasa takut ketika ditatap olehnya, bulu kuduknya merinding. Tiba-tiba dia pun sadar bahwa pertanyaan ini seharusnya tidak ditanyakan sekarang.Lagi pula, Wulan akan dioperasi besok, emosi Rizki saat ini mungkin sedang tidak stabil.Setelah menyadari hal tersebut, Alya meminta maaf padanya."Maaf, seharusnya aku nggak membicarakannya sekarang. Sebaiknya kita bicarakan lagi setelah
Biasanya, tidak mengenangnya pun tidak masalah. Hidup memang selalu berjalan dengan jelas, tetapi hidup juga kacau dan membingungkan.Begitu kenangan tersebut muncul.Saat-saat mesra yang tidak disengaja itu, saat ini terasa seperti pisau yang mengiris-irisnya.Alya bersandar dengan lemah ke brankas, lalu memejamkan matanya tak berdaya.Seandainya pria itu menyukainya sedikit saja, dia tidak akan seputus asa ini ....Saat Alya hendak mengembalikan buku nikah itu, kebetulan Rizki baru saja selesai mandi. Rizki keluar dari kamar mandi dengan raut wajah yang buruk. Ketika dia berjalan melewati Alya, dia melihat buku nikah mereka di tangan wanita itu.Sejak awal raut wajahnya memang sudah suram. Setelah dia melihat pemandangan ini, langkahnya benar-benar terhenti. Kemudian, dia menatap Alya dengan tatapan sedingin es.Di bawah tatapannya ini, Alya memegang buku nikah mereka dan merasa agak bingung.Setelah beberapa saat, Rizki mencibir, "Kamu benar-benar nggak sabar, ya."Alya tercengang.
Sang kepala pelayan terdiam.Sebenarnya, dia merasa ada yang tidak beres dengan Rizki dan Alya. Dia juga tahu bahwa semalam Rizki tidur di ruang kerja. Ketika dia bangun pagi ini, dia menemukan lampu ruang kerja menyala. Dia pun mengeceknya, ternyata Rizki berada di dalam ruangan tersebut.Mata tuannya terlihat lelah, raut wajahnya juga buruk. Dengan suara serak Rizki bertanya padanya, "Kamu sedang apa?"Dalam sekejap, penampilannya membuat sang kepala pelayan takut dan tidak berani berbicara.Setelah itu, Rizki tidak sarapan dan langsung pergi ke garasi dengan ekspresi dingin.Melihat Alya berjalan pergi, kepala pelayan itu menghela napas di dalam hatinya dan merasa tidak berdaya.Saat berjalan keluar, Alya pun mengenakan mantelnya.Hari masih pagi, sehingga udara di luar sangat dingin. Bahkan suhu di garasi lebih dingin lagi.Dalam cuaca dingin seperti ini, Rizki malah mengenakan baju yang tipis. Pria itu bersandar di mobilnya sambil memegang rokok.Saat Alya menghampirinya, mereka b
Walaupun tidak banyak orang yang mengantre di kantor catatan sipil, karena mereka datang kurang cepat, mereka masih harus menunggu.Semalam Alya kurang tidur. Dia merasa sangat lelah, jadi dia mencari sebuah tempat untuk duduk.Rizki mengikutinya, tetapi raut wajahnya tampak suram, dia juga tidak duduk di samping Alya.Bahkan setelah memasuki kantor catatan sipil, emosi Alya masih tetap tenang.Dia mendongak memandang Rizki dan bertanya, "Kamu nggak duduk?""Nggak usah."Sama sekali tidak ada kehangatan dalam suara Rizki, pria itu bahkan tidak menatapnya.Alya mengerti, Rizki tidak ingin berurusan dengannya.Yah, mereka akan bercerai, lalu Rizki pun akan segera terbang bersama Hana tersayangnya. Jadi, untuk apa Rizki berurusan dengannya?Untungnya, Alya tidak mengharapkan mereka untuk tetap berteman setelah bercerai.Awalnya semua baik-baik saja, tetapi seiring berjalannya waktu, terdengar banyak suara berbisik dari sekeliling mereka."Suasana ini .... Apa mereka datang untuk cerai?""
Setelah menjawab, Alya kembali menundukkan kepalanya. Di dalam hatinya, dia sedang menebak kenapa Rizki berubah.Sebelumnya, Rizki jelas-jelas memiliki ekspresi masam. Namun, setelah mendengar orang-orang itu bergosip, ekspresinya tidak semasam itu lagi. Bahkan dia peduli apakah Alya mau makan atau tidak.Apakah ini karena ... dia mengira Alya sudah aborsi, jadi dia berasa bersalah?"Bukankah kamu belum sarapan?" tanya Rizki lagi.Alya refleks mengangguk. "Tapi aku nggak lapar."Terutama karena dia tidak nafsu makan."Sekarang kamu nggak lapar, tapi bagaimana dengan nanti? Setelah kita berangkat ke sanatorium, nggak akan ada waktu untuk beli sarapan di jalan."Mendengar hal ini, Alya pun mengerti dan mengangguk. "Baiklah, jadi apa kita mau pergi sarapan dulu?""Aku saja yang beli, kamu tunggu aku di sini."Setelah itu, Rizki berjalan keluar dari kantor catatan sipil.Di luar, dia tidak segera membeli sarapan, melainkan bersandar di tembok dan menyalakan rokoknya. Angin dingin di luar s
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang