Dalam seketika, diri dan tindakan Alya menjadi sangat berbeda.Apakah utang piutang mereka harus dihitung sejelas itu?Apakah alasan dia melakukan semua ini adalah ... orang itu?...Keesokan harinya, Alya membawa laptopnya untuk diperbaiki. Setelah menghabiskan beberapa ratus ribu, setidaknya laptopnya bisa dipakai bekerja.Tidak lama lagi dia akan berhenti bekerja di perusahaan, jadi saat ini dia tidak perlu membeli laptop baru. Hal itu hanya akan membuang-buang uang.Dia dan Tiara setuju untuk sarapan bersama. Ketika mereka berdua duduk di sebuah restoran di lantai bawah, Alya masih membicarakan pekerjaan.Dengan ekspresi suram, Tiara meminum susu kacangnya dan menatap Alya yang berada di seberangnya.Entah hanya perasaannya saja atau tidak, akhir-akhir ini, dia merasa Alya menjadi lebih rajin dan mengajarinya banyak hal. Tentu saja, semua hal itu membuat Tiara mengaguminya.Memikirkan hal ini, Tiara menelan apa yang ada di mulutnya dan bertanya, "Kak Alya, boleh aku tanya sesuatu?"
Meskipun kemarin Alya sudah menolaknya, hari ini Hana kembali datang membawakannya makanan. Usaha gigihnya untuk terlihat baik membuat Alya tertawa di dalam hati.Alya tidak ingin repot-repot mengeksposnya, bahkan dia juga tidak mau terlibat dengannya."Alya, setelah kamu sakit parah kemarin, tubuhmu pasti melemah. Hari ini aku secara khusus membuatkanmu sup ayam, apa kamu sungguh nggak mau memakannya?"Alya menopang dagunya dan menatap Hana dengan tenang.Jelas tidak ada orang lain di dalam sini, tetapi Hana masih mempertahankan topengnya. Alya merasa lelah hanya dengan melihatnya.Alya pun meletakkan pulpen yang diputar-putarnya tadi. Kemudian, dia menatap Hana dengan tenang."Apa kamu nggak lelah begini terus?"Alya bertanya apakah berpura-pura seperti ini tidak melelahkan?Namun, tampaknya Hana tidak mengerti pertanyaannya. "Bisa membuatkan makanan untuk orang yang aku sukai, serta melihatnya menghabiskan makanan tersebut merupakan hal yang membahagiakan. Bagaimana bisa aku merasa
Mendengar ini, Hana terdiam di tempat dengan linglung. Dia mengira dirinya sudah salah dengar."A ... Apa?"Memintanya membawakan beberapa porsi lagi?Lutfi tersenyum dan menunjukkan sederet gigi putihnya, senyumnya tampak begitu cerah. "Tenang saja, kami nggak akan menerimanya dengan gratis. Katakan saja harganya berapa."Alya terdiam.Dia tidak bisa berkata-kata ketika melihat asistennya Rizki. Untuk sesaat, dia tidak tahu apakah pria ini sedang mencoba untuk menjilat Hana atau memiliki maksud lainnya. Kenapa rasanya aneh sekali?Saat ini, ekspresi Hana sudah tidak bisa dideskripsikan sebagai buruk saja.Katakan saja berapa harganya?Memangnya mereka menganggap dia apa? Asisten rumah tangga? Tukang masak?Hana kira, Lutfi akhirnya paham kepada siapa dia harus berpihak. Namun, ternyata pria itu malah memperkeruh keadaan. Bukankah Lutfi sedang mengejek dirinya?Namun, yang paling menyedihkan adalah, Hana sama sekali tidak bisa marah.Karena saat ini, dia belum menjadi nyonya pemilik Pe
Ketika Hana keluar dari dalam kantor Alya, raut wajahnya tampak sangat buruk.Tangan yang terjuntai di samping roknya agak bergetar.Dia tidak menyangka, bahkan seorang asisten kecil berani mencemooh dirinya seperti ini.Meskipun dia tidak menunjukkan reaksinya barusan, Hana masih tidak bisa menelan amarahnya.Jadi, begitu memasuki kantor Rizki, Hana pun menceritakan kejadian tersebut. Saat dia bercerita, tidak ada kekesalan dalam nada bicaranya. Dia hanya berharap setelah mendengar ceritanya, Rizki akan merasa kasihan padanya.Namun, siapa sangka, ketika dia selesai bercerita, Rizki tidak meresponsnya untuk waktu yang cukup lama."Rizki?"Hana memandangnya dengan bingung. Saat itulah dia sadar bahwa meskipun Rizki menatap laptop di depannya, pandangannya sama sekali tidak fokus. Pria itu tampak tenggelam dalam pikirannya sendiri.Dengan tak berdaya, Hana hanya bisa berulang kali memanggilnya. Setelah itu barulah Rizki tersadar kembali. Rizki mengerutkan kening sambil menatapnya. "Oh,
Kenapa di lengannya ada bekas gigitan? Dia tidak mungkin digigit pria, 'kan?Jadi, hanya ada satu kemungkinan yang tersisa ....Wajah Hana dalam sekejap memucat, dia tidak menyangka wanita itu akan mengingkari janjinya!...Keesokan harinya.Dengan dalih membawakan Alya makanan, ketika tidak ada orang, Hana memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menghadapi Alya."Alya, apa ini caramu membalas budi?"Hari ini, Alya kira Hana akan berpura-pura baik lagi. Alya yang tiba-tiba mendengar tuduhan tersebut pun menatap wanita itu.Dia mengerutkan kening. "Apa maksudmu?""Apa kamu berpura-pura?" Hana menggertakkan giginya dan mencengkeram kotak bekalnya erat-erat. Meskipun amarahnya meledak-ledak, dia masih merendahkan suaranya. "Sebelumnya kita sudah menyetujui pasal ketiga perjanjian itu. Sebelum bercerai, kamu nggak boleh bermesraan dengan Rizki. Apa kamu ingat perjanjian itu?"Alya merapatkan bibirnya. "Ingat, kenapa?""Ingat? Jadi, apa kamu sudah melakukannya?""Sudah."Alya mengangguk. "Ke
"Atau mungkin, kamu sebenarnya nggak percaya diri dengannya?" tanya Alya.Alya tersenyum tipis. "Dilihat dari situasiku, aku sama sekali nggak khawatir. Apa yang kamu khawatirkan?"Melihat wanita itu masih berdiri diam di sana, Alya terpaksa berkata, "Tenang saja. Masih ada beberapa hari sebelum Nenek menjalankan operasi, jadi bertahanlah sedikit. Nggak lama lagi kamu akan mendapatkan apa yang kamu mau. Selama operasi Nenek sukses, aku akan meninggalkan tempat ini dan nggak kembali dalam 5 tahun."Setelah diingatkan oleh Alya, Hana perlahan menjadi tenang.Benar, hanya tersisa beberapa hari lagi. Apa pun yang terjadi sekarang, akan berakhir setelah beberapa hari.Drama antara wanita ini dan Rizki juga akan berakhir.Saat itu, dia tidak perlu lagi waspada seperti sekarang."Oke, untuk sementara aku akan memercayaimu. Aku harap begitu waktunya tiba, kamu dapat memegang omonganmu."Setelah Hana pergi, ruangan pun menjadi hening.Alya menurunkan pandangannya, dengan lembut meletakkan tanga
"Oke."Alya pun tidak menolak. Ketika berbalik untuk mengambil baju ganti, dia berpikir sejenak, lalu menoleh untuk berkata, "Ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu."Rizki sudah tidak memakai jasnya dan sedang melepas ikatan dasinya. Begitu mendengar ucapan Alya, dia pun berhenti. Mata hitamnya menatap wanita tersebut."Katakanlah.""Besok, kita ambil akta cerainya sebelum atau sesudah Nenek dioperasi?"Tepat setelah mengatakan itu, Alya merasakan aura dingin memancar dari Rizki.Tak lama kemudian, pria itu memandangnya dengan tatapan yang menusuk dan mengerikan.Tatapan seperti ini ....Entah kenapa Alya merasa takut ketika ditatap olehnya, bulu kuduknya merinding. Tiba-tiba dia pun sadar bahwa pertanyaan ini seharusnya tidak ditanyakan sekarang.Lagi pula, Wulan akan dioperasi besok, emosi Rizki saat ini mungkin sedang tidak stabil.Setelah menyadari hal tersebut, Alya meminta maaf padanya."Maaf, seharusnya aku nggak membicarakannya sekarang. Sebaiknya kita bicarakan lagi setelah
Biasanya, tidak mengenangnya pun tidak masalah. Hidup memang selalu berjalan dengan jelas, tetapi hidup juga kacau dan membingungkan.Begitu kenangan tersebut muncul.Saat-saat mesra yang tidak disengaja itu, saat ini terasa seperti pisau yang mengiris-irisnya.Alya bersandar dengan lemah ke brankas, lalu memejamkan matanya tak berdaya.Seandainya pria itu menyukainya sedikit saja, dia tidak akan seputus asa ini ....Saat Alya hendak mengembalikan buku nikah itu, kebetulan Rizki baru saja selesai mandi. Rizki keluar dari kamar mandi dengan raut wajah yang buruk. Ketika dia berjalan melewati Alya, dia melihat buku nikah mereka di tangan wanita itu.Sejak awal raut wajahnya memang sudah suram. Setelah dia melihat pemandangan ini, langkahnya benar-benar terhenti. Kemudian, dia menatap Alya dengan tatapan sedingin es.Di bawah tatapannya ini, Alya memegang buku nikah mereka dan merasa agak bingung.Setelah beberapa saat, Rizki mencibir, "Kamu benar-benar nggak sabar, ya."Alya tercengang.