Mendengarkan cerita ....Benar, Alya ingat.Dia jelas sedang mendengarkan cerita masa muda Nenek, dia bahkan cukup tertarik dengan ceritanya. Namun, entah kenapa, tiba-tiba dia mengantuk.Dia tidak enak hari untuk menyela sang nenek, jadi dia hanya bisa memaksa dirinya untuk tetap bangun dan terus mendengarkan.Sementara mengenai kapan dia tertidur, dia sendiri juga tidak ingat.Mengingat hal ini, Alya pun menyalahkan dirinya."Aku nggak bermaksud untuk tidur, apa Nenek akan memarahiku?""Nenek sangat menyukaimu, jadi menurutmu?"Rizki menceritakan bahwa setelah dia tiba, Nenek enggan membiarkannya membangunkan Alya.Setelah mendengar cerita Rizki, Alya menatap ke bawah dan tertawa kecil."Benar juga."Alya yang baru bangun terlihat sangat memesona dan polos. Melihatnya yang seperti ini, Rizki tanpa sadar menyentil kening Alya. "Apa yang kamu pikirkan seharian ini?"Alya tercengang. Dia tadinya sedikit mengantuk, tetapi sekarang dia sudah benar-benar bangun. Dia menyentuh keningnya dan
Dia hanya berharap pada saat waktunya tiba, Nenek dapat menerima keputusan ini dengan tenang.Setelah Nenek selesai menjalani pemeriksaan dan kembali, dia menanyakan keberadaan cucunya. Alya menjelaskan bahwa Rizki sudah kembali untuk bekerja, Wulan pun mengangguk dengan penuh pengertian.Dia bahkan berkata, "Kalau bukan karena kamu di sini, aku rasa dia nggak akan sengaja datang siang-siang."Perkataan sang nenek membuat Alya tercengang.Benarkah? Apakah pria itu sengaja datang karena dia ada di sini?Namun, di dalam hati, Alya menggelengkan kepala dan membantahnya.Apakah Rizki datang ke sini untuknya atau tidak, itu tidak penting. Pada akhirnya mereka tetap akan bercerai.Jadi perkembangan ini sama sekali tidak ada artinya....Ketika kembali ke kantor, raut wajah Rizki tampak buruk.Dia menahan napasnya di perjalanan. Begitu masuk ke kantornya, dia segera melepas jas hitamnya dan melemparnya ke sofa.Asisten yang mengikuti di belakangnya pun terkejut. Dia ragu apakah dia harus kelu
"Kamu sangat nganggur ya? Apa sekarang kamu berkerja jadi pengantar makanan? Kalau ingin ganti ...."Tiba-tiba perkataannya terhenti. Rizki menyadari kata kunci yang tadi disebutkan oleh sang asisten, yaitu "Bu Alya"."Barusan kamu bilang apa? Bu Alya?"Sang asisten mengangguk tanpa ekspresi. "Benar, itulah yang dikatakan oleh pengantar makanannya."Tepat setelah mengatakan itu, ponsel Rizki menerima pesan teks dari Alya."Nenek bilang kamu belum makan, jadi aku memesankanmu makanan. Restorannya baru saja memberitahuku bahwa makanannya sudah diantar, apa kamu sudah menerimanya?"Setelah melihat pesan ini, amarah dan ekspresi buruk Rizki pun mereda. Namun dia masih dengan keras kepala berkata, "Bukankah dia sengaja menghindariku? Untuk apa berpura-pura begini?"Setelah itu, Rizki melirik asistennya."Bawa makanan itu masuk.""Oh."Sang asisten pun membawa masuk tas itu dan menaruhnya di atas meja, di samping makan siang penuh cinta yang dibuat oleh Hana. Dilihat bagaimanapun juga, kotak
Sampai di sini, Lutfi tampak teringat sesuatu dan berkata, "Menurut semua orang rasanya enak.""Apa ...."Begitu mendengar perkataan Lutfi, Hana hampir tidak dapat mempertahankan senyum di wajahnya.Tadinya dia memang berencana memberikan makanan itu pada Lutfi. Dia kira Rizki akan terlalu sibuk untuk kembali, jadi dia berikan saja bekal itu pada asistennya.Namun, dia tidak menduga Rizki akan kembali lagi.Akan tetapi, Rizki tidak memakan masakannya. Bahkan ... pria itu membaginya dengan sang asisten dan para karyawan.Dalam sekejap, Hana merasa niatnya telah diinjak-injak."Nona Hana, ada apa?" Lutfi memandang Hana yang berdiri di depannya. "Apa Anda nggak apa-apa?"Hana pun tersadar dari lamunannya. Dia memaksa dirinya untuk tersenyum dan menggelengkan kepalanya."Nggak apa-apa. Kalau begitu, aku pergi menemui Rizki dulu.""Baik, Nona Hana."Melihat Hana pergi ke kantor atasannya, senyum di wajah Lutfi pun tak terlihat lagi.Tok tok."Masuk."Terdengar suara yang dingin dari dalam k
Selama dia bisa melakukannya ....Hana hampir mengatakan permintaannya pada Rizki, tetapi begitu kata-katanya mencapai ujung lidah, dia menelannya kembali.Dia tidak bisa mengatakannya sekarang, dia harus tetap tenang.Jadi, dia pun mengubah topik pembicaraan dan menanyakan kondisi Wulan."Setelah kembali dari luar negeri, sampai sekarang aku belum sempat mengunjungi nenekmu. Kalau bisa, beberapa hari lagi aku ingin mengunjunginya. Bagaimana?"Rizki mengerutkan kening dan menolaknya."Tunggu sebentar lagi, aku khawatir itu akan memengaruhi kondisi Nenek."Senyum tipis muncul di bibir Hana. Hasilnya masih sama. Entah kenapa, sepertinya Wulan tidak menyukai dirinya.Karena dia adalah penyelamat Rizki, Wulan masih bersikap sopan padanya. Namun, sikap wanita tua itu terlalu sopan, terlalu formal. Wanita tua itu semata-mata memperlakukannya sebagai seorang penyelamat.Sebaliknya, Wulan memperlakukan Alya seperti cucunya sendiri.Hal ini sempat membuat Hana kesal.Akhirnya, Hana hanya bisa m
Seketika tatapan Alya menjadi dingin. Dengan suara yang sama sekali tidak menunjukkan ekspresi, dia berkata, "Nggak perlu, kalian makan duluan saja. Masih ada pekerjaan yang harus aku tangani, kalian nggak perlu menungguku."Setelah mengatakan itu, Alya menutup teleponnya.Kebetulan pada saat itu, dia melihat Tiara yang hendak pergi. Alya pun berdiri dan bertanya, "Tiara, apa kamu mau pergi makan siang?""Ya, apa Kak Alya mau makan bareng?""Boleh, ayo makan bareng."Alya mengambil ponsel dan tasnya, lalu pergi ke kantin perusahaan bersama Tiara.Tiara berjalan di samping Alya, merasa sangat tersanjung. Ini adalah pertama kalinya dia pergi ke kantin bersama dengan Alya.Jadi, dia sangat bersemangat dan terus berusaha mencari topik pembicaraan dengan Alya."Kak Alya, apa kamu terbiasa dengan makanan kantin? Kalau nggak, kita bisa pergi makan di luar.""Nggak usah." Alya tersenyum. "Kantin lumayan dekat, jadi setelah makan aku bisa segera kembali bekerja. Lebih praktis.""Ah ...." Begitu
Akhirnya di bawah ekspresi tenang Alya, Tiara dengan enggan duduk. Meskipun sudah duduk, dia masih merasa sangat enggan. Dia menggigit bibir bawahnya dan berkata dengan marah, "Kak Alya, apa kamu nggak dengar apa yang mereka katakan? Itu sudah sangat kelewatan. Aku benar-benar ingin ke sana dan menutup mulut mereka."Alya dengan tenang bertanya, "Lalu apa? Kalau kita membuat keributan karena perkataan mereka, suatu saat beritanya akan tersebar. Aku nggak hanya terlihat makan di kantin, tapi aku bahkan juga berkelahi karena tersinggung oleh mereka?"Mendengar ini, Tiara mengerutkan keningnya."Kak Alya, aku nggak bermaksud begitu.""Tentu saja aku tahu itu bukan maksudmu, tapi apa kamu pikir ada gunanya menghadapi mereka? Mau kamu melawan atau nggak, kamu nggak bisa mengontrol apa yang orang lain katakan."Tiara menggigit bibir bawahnya."Aku nggak bisa diam saja saat mendengar Kak Alya dihina seperti ini!"Tiara yang marah demi dirinya cukup menyentuh perasaan Alya. Dia tidak menyangka
Wajahnya hanya bisa memerah karena marah dan frustrasi, tetapi dia tidak mengatakan apa pun.Pada saat itu, Alya yang duduk di sampingnya menatap orang itu dengan dingin dan berkata, "Pak Eko, kalau kamu nggak ingin membicarakan pekerjaan, kami nggak akan duduk di sini dan membuang-buang waktu."Setelah mengatakan itu, Alya menarik Tiara yang kaget untuk berdiri. Alya tidak peduli pada permintaan maaf dan usaha Pak Eko untuk menahan mereka, dia langsung membawa Tiara keluar dari hotel.Angin malam menerpa wajah mereka. Tiara memandang Alya dengan terkejut."Bu ... Bu Alya, nggak apa-apa bila kita pergi seperti ini?"Alya meliriknya. "Kalau nggak? Kamu mau tinggal?"Tiara menggelengkan kepalanya."Nggak, nggak mau.""Ya sudah, ayo kita pergi."Alya pun memanggil sebuah taksi dan pergi membawanya."Saat bekerja di bawahku, kamu nggak perlu menderita hal semacam itu. Kalau nggak, para bedebah itu akan makin kurang ajar."Oleh karena itu, meskipun sudah sekian lama bekerja dengan Alya, Tia