"Pak Rizki, untuk kali ini aku sungguh minta maaf. Ini kelalaianku. Aku juga nggak menyangka penerbangan ini akan penuh."Mendengar perkataan asistennya, langkah Rizki tiba-tiba terhenti. Tatapannya tampak setajam pisau."Cahya, kalau hal ini terjadi lagi, kamu bisa langsung pergi.""Baik, baik. Nggak akan terjadi lagi, Pak Rizki. Aku berjanji. Kali ini adalah kecelakaan."Setelah naik ke pesawat, karena sudah menjadi kebiasaan, Rizki langsung berjalan ke arah kursi kelas satu."Selamat datang."Seorang pramugari menyambut para penumpang pesawat. Saat pandangannya jatuh pada Rizki, seketika matanya berbinar."Pak, tiketmu ...."Begitu pramugari itu berbicara, Cahya yang berada di belakang Rizki segera memberikan tiket mereka.Sang pramugari menerima tiket tersebut dan melihatnya. Kemudian, dia menghentikan Rizki yang sedang berjalan ke arah kabin kelas satu. "Maaf, Pak. Kursi Anda di sebelah sini."Langkah Rizki seketika berhenti.Sang pramugari tersenyum dengan ramah dan mengarahkanny
Begitu memasuki area kelas satu, mata Cahya segera memindai tempat tersebut, berharap ada seseorang yang bersedia untuk bertukar kursi.Akhirnya, dia menargetkan seorang pria paruh baya."Permisi, Pak."Cahya menghampiri pria tersebut dan langsung memberikan kartu namanya.Pria paruh baya itu tertegun. Namun saat melihat kartu nama Cahya, dia menunjukkan senyum terkejut."Pak Cahya?"Cahya pun terkejut dan bingung."Kamu mengenalku?""Kenal. Pak Cahya, aku Manajer Bima dari Perusahaan Pranata. Waktu itu kita pernah bertemu."Cahya memandang pria dengan wajah kotak, mata kecil, serta hidung pesek di depannya. Dia berusaha mencari-cari di dalam ingatannya, tetapi dia tidak ingat kalau dia pernah menemui pria ini.Melihat ekspresi Cahya yang tampak tidak mengingatnya, Bima sama sekali tidak keberatan. Dia hanya mengetuk hidung Cahya dan berkata, "Nggak apa-apa, Pak Cahya. kamu adalah orang yang sangat sibuk, wajar saja kalau kamu nggak mengingatku."Cahya hanya bisa mengangguk"Omong-omon
"Haha, ternyata memang Pak Rizki. Pantas saja orang-orang selalu berkata bahwa Pak Rizki memiliki aura yang kuat."Cahya segera menjelaskan pertukaran kursi tersebut pada Rizki. Rizki meliriknya dengan dingin, lalu langsung melangkah pergi.Bima hanya bisa cepat-cepat memberikan jalan padanya.Setelah Rizki pergi, Bima segera menatap ke arah Cahya."Pak Cahya, bagaimana kalau kita bertukar kontak?"Cahya tak bisa berkata-kata.Karena dia telah berutang budi, dia pun terpaksa mengeluarkan ponselnya dengan pasrah....Rizki pergi ke kursi yang telah dia tukar dengan Bima.Setelah duduk, ekspresinya masih tampak suram. Aura di sekelilingnya sangat dingin hingga orang-orang pun meliriknya.Bertukar kursi di pesawat adalah hal yang lumrah. Selama penumpang itu sendiri bersedia, para pramugari tidak akan ikut camput.Apalagi, penampilan Rizki tampak seperti seseorang berjabatan tinggi. Ketika sang pramugari melihatnya bertukar kursi, pramugari tersebut langsung menghampirinya dan bertanya, "
Lagi pula, kalau Irfan ingin mendapatkan Alya, Irfan pasti bisa menggunakan cara lain untuk mencegah kedua anak ini lahir.Selama dia mau melakukannya, pasti selalu akan ada jalan, 'kan?Namun tidak, selain kedua anak ini lahir dengan selamat, Irfan juga memperlakukan mereka layaknya anak sendiri. Kasih sayang Irfan terhadap Alya juga masih tetap sama.Sebagai seorang pria, Hasan berpikir meskipun dirinya mati, dia tidak akan memiliki toleransi seperti itu.Akan tetapi, sekarang begitu dia mengenal kedua anak ini ....Hasan merasa dia tidak perlu mati. Sepertinya dia ... juga cukup toleran.Lagi pula, siapa yang tidak akan menyukai anak-anak segemas, sepatuh dan sesopan ini!!Sebelumnya, Hasan merasa apa yang dilakukan Irfan adalah sia-sia. Namun sekarang, dia merasa sangat cemburu padanya.Ketika dia sedang tenggelam dalam pikirannya, Maya tiba-tiba mendongak memandangnya dan berkata, "Paman Hasan, aku mau ke toilet."Hasan tercengang.Ah, bukankah anak ini baru saja ke toilet sebelum
Mata Maya cerah dan jernih.Rizki pun terkesiap.Apa dia sedang berhalusinasi?Jika tidak, bagaimana bisa gadis kecil yang hanya bisa dia lihat melalui siaran langsung di ponselnya sekarang muncul di hadapannya?Ketika dia sedang bertanya-tanya apakah pemandangan di depannya sungguhan atau tidak, gadis kecil di depannya memiringkan kepala dan berkata dengan suara yang manis, "Paman, wajah Paman sangat tampan!"Rizki tercengang.Suara kecil yang manis ini ....Persis sama dengan suara yang telah dia dengarkan berkali-kali di siaran langsung.Kecuali, sekarang suaranya terdengar lebih nyata dan lembut."Maya?"Rizki mengatupkan bibirnya, dia hampir secara tidak sadar menyebut nama gadis kecil ini.Mata gadis kecil tersebut pun berbinar."Paman kenal Maya?"Melihat bahwa pria ini dapat memanggil namanya, Maya pun tampak menjatuhkan segala pertahanannya terhadap Rizki. Gadis kecil itu tidak lagi berdiri di tempat dan mulai melangkah kecil ke depan Rizki."Paman, Paman mengenal Maya, tapi k
"Pak, silakan anggur Anda."Setelah mengatakan itu, sang pramugari tiba-tiba menyadari Maya yang berdiri di sisi Rizki dan raut wajahnya berubah.Setelah meletakkan gelas anggur iru di depan Rizki, dia segera meminta maaf."Mohon maaf, Pak. Apakah anak ini mengganggumu? Aku akan segera membawanya pergi."Setelah mengatakan itu, sang pramugari tersenyum pada Maya lagi."Adik, maafkan Kakak tadi, ya. Kakak sudah melupakanmu. Bagaimana kalau sekarang kamu kembali ke kursimu dengan Kakak?"Maya meliriknya, lalu melihat ke arah Rizki.Rizki merapatkan bibirnya dan merasa agak enggan.Akan tetapi, anak kecil tetaplah anak kecil. Maya sama sekali tidak ragu. Setelah mendengar perkataan sang pramugari, Maya mengangguk dengan patuh. Kemudian dia berbalik dan melambaikan tangannya pada Rizki."Paman, senang bertemu denganmu hari ini. Maya pergi dulu, ya."Rizki mengangguk, suaranya terdengar rendah dan berat."Hm, Paman juga sangat senang bertemu denganmu."Meskipun dia enggan untuk berpisah, Ma
Saat dia mendengar suara anak laki-laki itu, dia merasa bahwa suara tersebut mirip dengan suara Satya.Akan tetapi, anak itu menghilang terlalu cepat, sehingga dia mengira dirinya hanya berhalusinasi.Pertemuannya dengan Maya di pesawat membuat Rizki sadar bahwa ucapan terima kasih di toilet itu sama sekali bukan halusinasinya dan merupakan kejadian sungguhan.Jadi setelah memikirkannya, Rizki sangat ingin bertemu dengan kedua anak itu.Jika kedua anak itu berdiri di depannya dengan mengenakan baju yang mirip, mereka pasti akan terlihat seolah berjalan keluar dari dalam siaran langsung.Namun, Rizki sudah sangat lama menunggu dan sama sekali tidak ada tanda-tanda kemunculan mereka dari depan sana.Hingga akhirnya, Cahya pun datang untuk mencarinya."Pak Rizki? Kita harus turun dari pesawat."".... Orang-orang di belakang sudah turun semua?" tanya Rizki."Sudah." Cahya mengangguk. Dengan sungguh-sungguh dia berkata, "Semua orang sudah turun. Pak Rizki sudah duduk di sini lumayan lama."
Ketika Alya dibangunkan, hanya tinggal rombongan mereka yang tersisa di pesawat.Setelah turun dari pesawat, dia merasa sangat malu. Dia menggosok keningnya dan berkata, "Kenapa kalian nggak bangunkanku dari tadi?"Dia bangun dan menemukan bahwa hanya dirinya dan yang tersisa di pesawat sementara semua orang menunggunya.Bahkan ketika dia pergi, dia masih bisa melihat sang pilot menyaksikannya turun.Alya tidak ingin lagi malu seperti ini untuk yang kedua kalinya."Aku lihat Nona Alya sedang nggak enak badan, jadi aku memutuskan untuk membiarkanmu tidur sebentar. Lagi pula, orang lain juga membutuhkan waktu untuk turun dari pesawat.""Benar, Mama. Mama sedang nggak enak badan," ulang Maya. Kemudian, Satya juga mengangguk setuju. Jelas bahwa kedua anak ini memihak Hasan.Jika tidak, mereka tidak akan dengan patuh menunggu bersama Hasan.Melihat penampilan mereka, Alya terus menggosok-gosok keningnya dan memutuskan untuk tidak membicarakan masalah ini lagi.Meskipun sangat memalukan, lag