"Haha, ternyata memang Pak Rizki. Pantas saja orang-orang selalu berkata bahwa Pak Rizki memiliki aura yang kuat."Cahya segera menjelaskan pertukaran kursi tersebut pada Rizki. Rizki meliriknya dengan dingin, lalu langsung melangkah pergi.Bima hanya bisa cepat-cepat memberikan jalan padanya.Setelah Rizki pergi, Bima segera menatap ke arah Cahya."Pak Cahya, bagaimana kalau kita bertukar kontak?"Cahya tak bisa berkata-kata.Karena dia telah berutang budi, dia pun terpaksa mengeluarkan ponselnya dengan pasrah....Rizki pergi ke kursi yang telah dia tukar dengan Bima.Setelah duduk, ekspresinya masih tampak suram. Aura di sekelilingnya sangat dingin hingga orang-orang pun meliriknya.Bertukar kursi di pesawat adalah hal yang lumrah. Selama penumpang itu sendiri bersedia, para pramugari tidak akan ikut camput.Apalagi, penampilan Rizki tampak seperti seseorang berjabatan tinggi. Ketika sang pramugari melihatnya bertukar kursi, pramugari tersebut langsung menghampirinya dan bertanya, "
Lagi pula, kalau Irfan ingin mendapatkan Alya, Irfan pasti bisa menggunakan cara lain untuk mencegah kedua anak ini lahir.Selama dia mau melakukannya, pasti selalu akan ada jalan, 'kan?Namun tidak, selain kedua anak ini lahir dengan selamat, Irfan juga memperlakukan mereka layaknya anak sendiri. Kasih sayang Irfan terhadap Alya juga masih tetap sama.Sebagai seorang pria, Hasan berpikir meskipun dirinya mati, dia tidak akan memiliki toleransi seperti itu.Akan tetapi, sekarang begitu dia mengenal kedua anak ini ....Hasan merasa dia tidak perlu mati. Sepertinya dia ... juga cukup toleran.Lagi pula, siapa yang tidak akan menyukai anak-anak segemas, sepatuh dan sesopan ini!!Sebelumnya, Hasan merasa apa yang dilakukan Irfan adalah sia-sia. Namun sekarang, dia merasa sangat cemburu padanya.Ketika dia sedang tenggelam dalam pikirannya, Maya tiba-tiba mendongak memandangnya dan berkata, "Paman Hasan, aku mau ke toilet."Hasan tercengang.Ah, bukankah anak ini baru saja ke toilet sebelum
Mata Maya cerah dan jernih.Rizki pun terkesiap.Apa dia sedang berhalusinasi?Jika tidak, bagaimana bisa gadis kecil yang hanya bisa dia lihat melalui siaran langsung di ponselnya sekarang muncul di hadapannya?Ketika dia sedang bertanya-tanya apakah pemandangan di depannya sungguhan atau tidak, gadis kecil di depannya memiringkan kepala dan berkata dengan suara yang manis, "Paman, wajah Paman sangat tampan!"Rizki tercengang.Suara kecil yang manis ini ....Persis sama dengan suara yang telah dia dengarkan berkali-kali di siaran langsung.Kecuali, sekarang suaranya terdengar lebih nyata dan lembut."Maya?"Rizki mengatupkan bibirnya, dia hampir secara tidak sadar menyebut nama gadis kecil ini.Mata gadis kecil tersebut pun berbinar."Paman kenal Maya?"Melihat bahwa pria ini dapat memanggil namanya, Maya pun tampak menjatuhkan segala pertahanannya terhadap Rizki. Gadis kecil itu tidak lagi berdiri di tempat dan mulai melangkah kecil ke depan Rizki."Paman, Paman mengenal Maya, tapi k
"Pak, silakan anggur Anda."Setelah mengatakan itu, sang pramugari tiba-tiba menyadari Maya yang berdiri di sisi Rizki dan raut wajahnya berubah.Setelah meletakkan gelas anggur iru di depan Rizki, dia segera meminta maaf."Mohon maaf, Pak. Apakah anak ini mengganggumu? Aku akan segera membawanya pergi."Setelah mengatakan itu, sang pramugari tersenyum pada Maya lagi."Adik, maafkan Kakak tadi, ya. Kakak sudah melupakanmu. Bagaimana kalau sekarang kamu kembali ke kursimu dengan Kakak?"Maya meliriknya, lalu melihat ke arah Rizki.Rizki merapatkan bibirnya dan merasa agak enggan.Akan tetapi, anak kecil tetaplah anak kecil. Maya sama sekali tidak ragu. Setelah mendengar perkataan sang pramugari, Maya mengangguk dengan patuh. Kemudian dia berbalik dan melambaikan tangannya pada Rizki."Paman, senang bertemu denganmu hari ini. Maya pergi dulu, ya."Rizki mengangguk, suaranya terdengar rendah dan berat."Hm, Paman juga sangat senang bertemu denganmu."Meskipun dia enggan untuk berpisah, Ma
Saat dia mendengar suara anak laki-laki itu, dia merasa bahwa suara tersebut mirip dengan suara Satya.Akan tetapi, anak itu menghilang terlalu cepat, sehingga dia mengira dirinya hanya berhalusinasi.Pertemuannya dengan Maya di pesawat membuat Rizki sadar bahwa ucapan terima kasih di toilet itu sama sekali bukan halusinasinya dan merupakan kejadian sungguhan.Jadi setelah memikirkannya, Rizki sangat ingin bertemu dengan kedua anak itu.Jika kedua anak itu berdiri di depannya dengan mengenakan baju yang mirip, mereka pasti akan terlihat seolah berjalan keluar dari dalam siaran langsung.Namun, Rizki sudah sangat lama menunggu dan sama sekali tidak ada tanda-tanda kemunculan mereka dari depan sana.Hingga akhirnya, Cahya pun datang untuk mencarinya."Pak Rizki? Kita harus turun dari pesawat."".... Orang-orang di belakang sudah turun semua?" tanya Rizki."Sudah." Cahya mengangguk. Dengan sungguh-sungguh dia berkata, "Semua orang sudah turun. Pak Rizki sudah duduk di sini lumayan lama."
Ketika Alya dibangunkan, hanya tinggal rombongan mereka yang tersisa di pesawat.Setelah turun dari pesawat, dia merasa sangat malu. Dia menggosok keningnya dan berkata, "Kenapa kalian nggak bangunkanku dari tadi?"Dia bangun dan menemukan bahwa hanya dirinya dan yang tersisa di pesawat sementara semua orang menunggunya.Bahkan ketika dia pergi, dia masih bisa melihat sang pilot menyaksikannya turun.Alya tidak ingin lagi malu seperti ini untuk yang kedua kalinya."Aku lihat Nona Alya sedang nggak enak badan, jadi aku memutuskan untuk membiarkanmu tidur sebentar. Lagi pula, orang lain juga membutuhkan waktu untuk turun dari pesawat.""Benar, Mama. Mama sedang nggak enak badan," ulang Maya. Kemudian, Satya juga mengangguk setuju. Jelas bahwa kedua anak ini memihak Hasan.Jika tidak, mereka tidak akan dengan patuh menunggu bersama Hasan.Melihat penampilan mereka, Alya terus menggosok-gosok keningnya dan memutuskan untuk tidak membicarakan masalah ini lagi.Meskipun sangat memalukan, lag
Cahya terdiam.Kalau tidak ya tidak, kenapa sampai harus menyerangnya seperti ini?Namun, meskipun dia merasa tidak adil, Cahya masih sangat penasaran."Kalau nggak ada pertemuan romantis, kenapa Pak Rizki terus berlama-lama di pesawat? Bahkan sekarang kita masih menunggu di pintu keluar."Akan tetapi pada akhirnya, meskipun dia telah banyak bicara, Rizki hanya melemparkan satu kalimat padanya, "Urus saja urusanmu sendiri."Baiklah, sepertinya tidak ada informasi yang dia dapatkan.Cahya pun hanya bisa menemani atasannya di kursi dan terus menunggu.Entah sudah berapa lama mereka menunggu, seseorang dari Perusahaan Darmawan tiba-tiba menerima sebuah telepon. Mungkin karena tidak ada pergerakan di sini, perusahaan pun menelepon untuk bertanya.Karyawan itu menjawab telepon dengan suara kecil. Setelah menutup telepon tersebut, dia dengan hati-hati menoleh dan melirik Rizki. Bibirnya bergerak seolah-olah ingin mengatakan sesuatu, tetapi dia menahan dirinya.Pada akhirnya, mereka masih tid
"Apa maksudmu bahwa selain Hana, nggak ada wanita lain di mataku? Dari mana kamu mendengar perkataan itu?"Felix sejujurnya tidak tahu bagaimana kalimat itu masih dapat membuat Rizki marah.Untuk sesaat, dia tidak tahu apakah Rizki marah karena tidak setuju dengan pernyataan itu atau karena orang lain membicarakan Hana.Beberapa waktu kemudian, dia pun hanya bisa memilih kata-katanya dengan hati-hati."Itu hanya rumor, semuanya hanya candaan orang-orang. Jangan terlalu diambil hati.""Rumor?" Rizki menatapnya dengan dingin. "Karena hanya rumor, kenapa kamu membicarakannya di depanku? Apa ini? Pewaris Perusahaan Darmawan juga mewarisi sikap suka gosip dari orang-orang?"Di depan ucapan ini, Felix tidak berani berbicara sembarangan lagi dan hanya bisa cepat-cepat berlutut memohon maaf."Oh, Rizki. Aku sudah salah bicara. Seharusnya aku nggak menggosipkan urusanmu. Aku yang salah karena terlalu banyak bicara. Bagaimana aku bisa meredakan amarahmu?"Rizki tidak mengatakan apa-apa lagi, tet