Saat dia mendengar suara anak laki-laki itu, dia merasa bahwa suara tersebut mirip dengan suara Satya.Akan tetapi, anak itu menghilang terlalu cepat, sehingga dia mengira dirinya hanya berhalusinasi.Pertemuannya dengan Maya di pesawat membuat Rizki sadar bahwa ucapan terima kasih di toilet itu sama sekali bukan halusinasinya dan merupakan kejadian sungguhan.Jadi setelah memikirkannya, Rizki sangat ingin bertemu dengan kedua anak itu.Jika kedua anak itu berdiri di depannya dengan mengenakan baju yang mirip, mereka pasti akan terlihat seolah berjalan keluar dari dalam siaran langsung.Namun, Rizki sudah sangat lama menunggu dan sama sekali tidak ada tanda-tanda kemunculan mereka dari depan sana.Hingga akhirnya, Cahya pun datang untuk mencarinya."Pak Rizki? Kita harus turun dari pesawat."".... Orang-orang di belakang sudah turun semua?" tanya Rizki."Sudah." Cahya mengangguk. Dengan sungguh-sungguh dia berkata, "Semua orang sudah turun. Pak Rizki sudah duduk di sini lumayan lama."
Ketika Alya dibangunkan, hanya tinggal rombongan mereka yang tersisa di pesawat.Setelah turun dari pesawat, dia merasa sangat malu. Dia menggosok keningnya dan berkata, "Kenapa kalian nggak bangunkanku dari tadi?"Dia bangun dan menemukan bahwa hanya dirinya dan yang tersisa di pesawat sementara semua orang menunggunya.Bahkan ketika dia pergi, dia masih bisa melihat sang pilot menyaksikannya turun.Alya tidak ingin lagi malu seperti ini untuk yang kedua kalinya."Aku lihat Nona Alya sedang nggak enak badan, jadi aku memutuskan untuk membiarkanmu tidur sebentar. Lagi pula, orang lain juga membutuhkan waktu untuk turun dari pesawat.""Benar, Mama. Mama sedang nggak enak badan," ulang Maya. Kemudian, Satya juga mengangguk setuju. Jelas bahwa kedua anak ini memihak Hasan.Jika tidak, mereka tidak akan dengan patuh menunggu bersama Hasan.Melihat penampilan mereka, Alya terus menggosok-gosok keningnya dan memutuskan untuk tidak membicarakan masalah ini lagi.Meskipun sangat memalukan, lag
Cahya terdiam.Kalau tidak ya tidak, kenapa sampai harus menyerangnya seperti ini?Namun, meskipun dia merasa tidak adil, Cahya masih sangat penasaran."Kalau nggak ada pertemuan romantis, kenapa Pak Rizki terus berlama-lama di pesawat? Bahkan sekarang kita masih menunggu di pintu keluar."Akan tetapi pada akhirnya, meskipun dia telah banyak bicara, Rizki hanya melemparkan satu kalimat padanya, "Urus saja urusanmu sendiri."Baiklah, sepertinya tidak ada informasi yang dia dapatkan.Cahya pun hanya bisa menemani atasannya di kursi dan terus menunggu.Entah sudah berapa lama mereka menunggu, seseorang dari Perusahaan Darmawan tiba-tiba menerima sebuah telepon. Mungkin karena tidak ada pergerakan di sini, perusahaan pun menelepon untuk bertanya.Karyawan itu menjawab telepon dengan suara kecil. Setelah menutup telepon tersebut, dia dengan hati-hati menoleh dan melirik Rizki. Bibirnya bergerak seolah-olah ingin mengatakan sesuatu, tetapi dia menahan dirinya.Pada akhirnya, mereka masih tid
"Apa maksudmu bahwa selain Hana, nggak ada wanita lain di mataku? Dari mana kamu mendengar perkataan itu?"Felix sejujurnya tidak tahu bagaimana kalimat itu masih dapat membuat Rizki marah.Untuk sesaat, dia tidak tahu apakah Rizki marah karena tidak setuju dengan pernyataan itu atau karena orang lain membicarakan Hana.Beberapa waktu kemudian, dia pun hanya bisa memilih kata-katanya dengan hati-hati."Itu hanya rumor, semuanya hanya candaan orang-orang. Jangan terlalu diambil hati.""Rumor?" Rizki menatapnya dengan dingin. "Karena hanya rumor, kenapa kamu membicarakannya di depanku? Apa ini? Pewaris Perusahaan Darmawan juga mewarisi sikap suka gosip dari orang-orang?"Di depan ucapan ini, Felix tidak berani berbicara sembarangan lagi dan hanya bisa cepat-cepat berlutut memohon maaf."Oh, Rizki. Aku sudah salah bicara. Seharusnya aku nggak menggosipkan urusanmu. Aku yang salah karena terlalu banyak bicara. Bagaimana aku bisa meredakan amarahmu?"Rizki tidak mengatakan apa-apa lagi, tet
Mendengar ini, Felix menyipitkan matanya."Apa maksudmu? Kamu menyuruhku untuk menggodanya?""Hehe, lagi pula kamu sekarang baru menjabat. Kalau kamu ingin mengembangkan talentamu, kamu harus memprioritaskan gambaran besarnya.""Pergi kamu, bisakah kamu berhenti memberikan ide yang buruk?""Aku serius, Pak Felix. Aku nggak bercanda. Nona Alya nggak hanya cantik, tapi juga sangat kompeten. Lebih banyak orang yang ingin mengejarnya daripada yang ingin merekrutnya."Felix hanya pernah mendengar namanya dan belum pernah bertemu dengan Alya secara langsung.Namun, dia tahu bahwa apa yang dikatakan asistennya tidak salah.Akan tetapi, memintanya untuk mengorbankan pesonanya adalah hal yang mustahil.Felix tidak akan pernah melakukan hal penuh risiko seperti itu hanya untuk satu wanita.Terikat dengan wanita atau hanya mencintai satu wanita, dia tidak berani memikirkan hal semacam itu."Pikirkan lagi caranya. Coba lagi dari temannya dan terus naikkan gajinya.""Baik, Pak Felix."...Perumahan
Setelah meninggalkan Rizki, Alya menemukan bahwa hari-harinya terasa jauh lebih bahagia daripada dulu.Dulu saat masih menikah, dia tidak bisa menghabiskan banyak waktu bersama teman-temannya.Namun, setelah bercerai, Lisa dan Citra sering datang menemuinya. Mereka bertiga hidup tanpa rasa khawatir, mereka persis seperti tiga anak kecil. Mengobrol bersama sambil memandang bintang, lalu saling membisikkan rahasia sambil berbaring di tempat tidur.Dia sering mendengar Lisa dan Citra berdiskusi di kanan kirinya, mengenai pria mana yang tampan.Hasan membantu mereka membawa koper-koper ke lantai atas.Rumah ini memiliki dua tingkat. Di lantai atas, terdapat sebuah balkon yang dipenuhi dengan bunga dan tanaman.Karena banyak bunga dan tanaman, rumah ini dilengkapi dengan kawat nyamuk di jendela. Di atas kusen jendela pun terdapat banyak bungkus obat anti serangga.Begitu memasuki rumah, Alya segera jatuh cinta dengan suasana di dalamnya.Tadinya dia masih khawatir bahwa setelah sampai di si
Setelah Hasan pergi, Lisa membawa Alya ke balkon lantai dua dan segera membuatkan seteko teh melati.Aroma melati yang kuat pun menyebar bersamaan dengan uap panas teh.Lisa dulu adalah seorang peminum, tetapi sekarang dia malah minum teh melati.Alya pun tak tahan untuk menggodanya, "Aku kira kamu akan mengeluarkan beberapa botol alkohol dan dengan meriah bersulang denganku di balkon."Mendengar ini, Lisa tertegun sejenak. Kemudian dia tersenyum dan berkata, "Alkohol? Apakah hal itu cocok untuk diminum dengan pemandangan seperti ini? Aroma maupun penampilannya akan merusak suasana. Kemudian yang paling penting, aku sudah berhenti minum alkohol. Mulai sekarang aku nggak akan minum-minum.""Oh, mau memperbaiki diri dan kesehatanmu, ya? Dulu, bukankah Lisa kita ini sangat jago minum?"Membicarakan hal ini Lisa pun merasa menderita. "Jangan bicarakan itu. Aku sekarang punya penyakit lambung, jadi dokter melarangku minum alkohol lagi. Aku takut mati. Selain itu, tiba-tiba aku merasa teh me
Sambil berbicara, Lisa tersenyum dan mengeluarkan ponselnya.Alya tersenyum sabar dan mendekat."Oke, perlihatkan padaku dan ayo kita lihat apakah pria ini pantas untuk Lisa kita tersayang."Lisa pun membuka album fotonya. Dia cukup lama mencari foto tersebut, tetapi dia tidak menemukannya."Aneh, waktu itu aku jelas-jelas mengambil fotonya. Meskipun fotonya diambil dari jauh dan nggak begitu jelas, suasananya sangat luar biasa. Alya, aku berani bilang kalau dari aura yang dia pancarkan, dia pasti bukan orang biasa."Alya sudah menunggu cukup lama, tetapi Lisa masih belum menemukan fotonya."Aaa! Di mana fotoku? Foto pria idaman yang sudah susah payah kudapatkan itu, kenapa nggak ada?"Melihatnya panik, Alya segera menggenggam tangan Lisa. "Sudahlah, kalau kamu nggak bisa menemukannya maka lupakan saja. Saat kamu berhasil mendapatkan orang itu, kamu bisa memfotonya kapan saja, 'kan?"Mata Lisa seketika dipenuhi dengan kesedihan."Aku nggak tahu kapan aku bisa mendapatkannya. Fotoku itu
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang