"Apa maksudmu bahwa selain Hana, nggak ada wanita lain di mataku? Dari mana kamu mendengar perkataan itu?"Felix sejujurnya tidak tahu bagaimana kalimat itu masih dapat membuat Rizki marah.Untuk sesaat, dia tidak tahu apakah Rizki marah karena tidak setuju dengan pernyataan itu atau karena orang lain membicarakan Hana.Beberapa waktu kemudian, dia pun hanya bisa memilih kata-katanya dengan hati-hati."Itu hanya rumor, semuanya hanya candaan orang-orang. Jangan terlalu diambil hati.""Rumor?" Rizki menatapnya dengan dingin. "Karena hanya rumor, kenapa kamu membicarakannya di depanku? Apa ini? Pewaris Perusahaan Darmawan juga mewarisi sikap suka gosip dari orang-orang?"Di depan ucapan ini, Felix tidak berani berbicara sembarangan lagi dan hanya bisa cepat-cepat berlutut memohon maaf."Oh, Rizki. Aku sudah salah bicara. Seharusnya aku nggak menggosipkan urusanmu. Aku yang salah karena terlalu banyak bicara. Bagaimana aku bisa meredakan amarahmu?"Rizki tidak mengatakan apa-apa lagi, tet
Mendengar ini, Felix menyipitkan matanya."Apa maksudmu? Kamu menyuruhku untuk menggodanya?""Hehe, lagi pula kamu sekarang baru menjabat. Kalau kamu ingin mengembangkan talentamu, kamu harus memprioritaskan gambaran besarnya.""Pergi kamu, bisakah kamu berhenti memberikan ide yang buruk?""Aku serius, Pak Felix. Aku nggak bercanda. Nona Alya nggak hanya cantik, tapi juga sangat kompeten. Lebih banyak orang yang ingin mengejarnya daripada yang ingin merekrutnya."Felix hanya pernah mendengar namanya dan belum pernah bertemu dengan Alya secara langsung.Namun, dia tahu bahwa apa yang dikatakan asistennya tidak salah.Akan tetapi, memintanya untuk mengorbankan pesonanya adalah hal yang mustahil.Felix tidak akan pernah melakukan hal penuh risiko seperti itu hanya untuk satu wanita.Terikat dengan wanita atau hanya mencintai satu wanita, dia tidak berani memikirkan hal semacam itu."Pikirkan lagi caranya. Coba lagi dari temannya dan terus naikkan gajinya.""Baik, Pak Felix."...Perumahan
Setelah meninggalkan Rizki, Alya menemukan bahwa hari-harinya terasa jauh lebih bahagia daripada dulu.Dulu saat masih menikah, dia tidak bisa menghabiskan banyak waktu bersama teman-temannya.Namun, setelah bercerai, Lisa dan Citra sering datang menemuinya. Mereka bertiga hidup tanpa rasa khawatir, mereka persis seperti tiga anak kecil. Mengobrol bersama sambil memandang bintang, lalu saling membisikkan rahasia sambil berbaring di tempat tidur.Dia sering mendengar Lisa dan Citra berdiskusi di kanan kirinya, mengenai pria mana yang tampan.Hasan membantu mereka membawa koper-koper ke lantai atas.Rumah ini memiliki dua tingkat. Di lantai atas, terdapat sebuah balkon yang dipenuhi dengan bunga dan tanaman.Karena banyak bunga dan tanaman, rumah ini dilengkapi dengan kawat nyamuk di jendela. Di atas kusen jendela pun terdapat banyak bungkus obat anti serangga.Begitu memasuki rumah, Alya segera jatuh cinta dengan suasana di dalamnya.Tadinya dia masih khawatir bahwa setelah sampai di si
Setelah Hasan pergi, Lisa membawa Alya ke balkon lantai dua dan segera membuatkan seteko teh melati.Aroma melati yang kuat pun menyebar bersamaan dengan uap panas teh.Lisa dulu adalah seorang peminum, tetapi sekarang dia malah minum teh melati.Alya pun tak tahan untuk menggodanya, "Aku kira kamu akan mengeluarkan beberapa botol alkohol dan dengan meriah bersulang denganku di balkon."Mendengar ini, Lisa tertegun sejenak. Kemudian dia tersenyum dan berkata, "Alkohol? Apakah hal itu cocok untuk diminum dengan pemandangan seperti ini? Aroma maupun penampilannya akan merusak suasana. Kemudian yang paling penting, aku sudah berhenti minum alkohol. Mulai sekarang aku nggak akan minum-minum.""Oh, mau memperbaiki diri dan kesehatanmu, ya? Dulu, bukankah Lisa kita ini sangat jago minum?"Membicarakan hal ini Lisa pun merasa menderita. "Jangan bicarakan itu. Aku sekarang punya penyakit lambung, jadi dokter melarangku minum alkohol lagi. Aku takut mati. Selain itu, tiba-tiba aku merasa teh me
Sambil berbicara, Lisa tersenyum dan mengeluarkan ponselnya.Alya tersenyum sabar dan mendekat."Oke, perlihatkan padaku dan ayo kita lihat apakah pria ini pantas untuk Lisa kita tersayang."Lisa pun membuka album fotonya. Dia cukup lama mencari foto tersebut, tetapi dia tidak menemukannya."Aneh, waktu itu aku jelas-jelas mengambil fotonya. Meskipun fotonya diambil dari jauh dan nggak begitu jelas, suasananya sangat luar biasa. Alya, aku berani bilang kalau dari aura yang dia pancarkan, dia pasti bukan orang biasa."Alya sudah menunggu cukup lama, tetapi Lisa masih belum menemukan fotonya."Aaa! Di mana fotoku? Foto pria idaman yang sudah susah payah kudapatkan itu, kenapa nggak ada?"Melihatnya panik, Alya segera menggenggam tangan Lisa. "Sudahlah, kalau kamu nggak bisa menemukannya maka lupakan saja. Saat kamu berhasil mendapatkan orang itu, kamu bisa memfotonya kapan saja, 'kan?"Mata Lisa seketika dipenuhi dengan kesedihan."Aku nggak tahu kapan aku bisa mendapatkannya. Fotoku itu
Mendengar perkataan Lisa, Satya mengangkat kepala kecilnya."Bibi Lisa?"Lisa yang tadinya masih mengganggu Alya untuk pergi keluar, dalam sekejap tertangkap oleh wajah Satya yang menggemaskan ketika anak itu mendongak. Lisa pun tak dapat menahan dirinya dan berubah menjadi seorang bibi yang aneh."Hehehe, sini Bibi Lisa cium."Alya tak bisa berkata-kata.Pada sore hari, ketika Alya sedang memasak, Lisa datang setelah mengganti baju. Dia berencana untuk membantu Alya di dapur.Saat melewati ruang tengah, dia pun melirik ke dalam.Dengan tidak sengaja, dia melihat Satya yang sedang duduk di depan meja kecil. Langkahnya pun seketika terhenti.Malam hampir tiba dan langit di luar jendela sudah mendekati senja. Cahaya sore menyinari wajah samping Satya yang indah dan tampan.Satya yang kecil duduk di sana dan sedang memeriksa tugas sekolahnya dengan serius. Di wajahnya yang masih tampak kekanak-kanakan, juga ada kedewasaan dan ketidakacuhan yang tidak cocok dengan usianya.Lisa berdiri di
"Sudah mati."Secara tiba-tiba dan tak terduga, kedua kata itu menghantam Lisa.Lisa bahkan belum menyelesaikan pertanyaannya.Dia tercengang di tempat dan menatap Alya dengan sangat kaget."Hah?"Alya mengangkat kepalanya, dia menatap temannya dengan tak acuh dan dengan tenang berkata, "Kenapa?""Ma ... mati?"Lisa sama sekali tidak menduga jawaban ini. Setelah mengulang perkataannya, dia seketika merasa malu dan bersalah.Setelah mendengar bahwa seseorang telah meninggal dunia, bagaimana bisa dia masih mengulangi perkataan Alya dan menyentuh luka lamanya?Astaga.Dalam sekejap Lisa pun menyalahkan dirinya, menyesali dirinya yang tidak bertanya mengenai Irfan saja.Dia tadinya ingin bertanya kenapa Alya selalu menutupi masa lalunya. Sementara itu ketika bertanya pada Citra, Citra selalu tampak ragu untuk menjawabnya. Akhirnya Citra hanya bisa menghela napas panjang dan berkata padanya, "Hal ini adalah hal yang menyedihkan bagi Alya, sebaiknya kamu jangan bertanya."Sekarang Lisa akhir
Di dalam kamar hotel.Tirai yang menghalangi cahaya itu pun ditarik terbuka dan seketika ruangan menjadi terang.Cahaya yang menyilaukan menyinari wajah tampan seorang pria yang sedang terbaring di tempat tidur.Orang yang tadinya terbaring diam seperti mayat itu akhirnya sedikit bereaksi, mengerutkan kening dan membuka matanya."Sudah bangun?"Sebuah suara pria yang jernih terdengar dari sofa.Rizki yang baru saja terbangun hanya membutuhkan beberapa detik untuk mengenali pemilik suara tersebut, itu adalah suaranya Andi.Cahaya yang menyilaukan membuat Rizki memejamkan matanya lagi dengan tidak nyaman. Dia masih berbaring di tempat tidur dan tidak bergerak.Akan tetapi Andi tahu bahwa dia sudah bangun. Melihat bahwa temannya ini tidak mau berbicara dengannya, dia pun melanjutkan sendiri, "Mau sampai kapan kamu seperti ini?"Orang yang terbaring di tempat tidur itu masih mengabaikannya.Tampaknya Andi sudah menebak bahwa Rizki tidak akan menjawabnya. Bahkan tanpa menunggu jawaban, sete