Mendengar ucapan Sinta, Alya hanya bisa mempertahankan senyum tipisnya."Nggak, hari itu yang terluka hanya betisku. Nggak ada masalah lainnya."Apalagi, itu adalah betis yang Astrid tendang.Sementara David, meskipun dia adalah orang yang menculiknya, David tidak melakukan apa pun padanya.Memikirkan David dan Astrid, Alya pun penasaran dengan kabar mereka."Omong-omong, apa Ibu tahu apa yang terjadi dengan kedua orang pada hari itu?"Sinta menggeleng. "Aku nggak tahu, tapi Irfan bilang dia akan menanganinya. Irfan adalah anak yang bisa diandalkan, jadi aku merasa tenang. Kamu juga tenang saja, aku dengar setelah itu Rizki juga memperhatikan kasus ini. Mereka pasti akan menerima hukuman.""Jadi sekarang kasus ini sedang ditangani oleh Irfan?""Mungkin."Memikirkan hal ini, Alya pun berencana untuk mengunjungi Irfan."Ayo, aku sudah buat janji temu dengan dokternya. Hari ini memang sudah agak terlambat, tapi menemui dokter sekarang juga nggak apa-apa."Setelah mengatakan itu, Sinta men
Jika waktu itu dia tidak bertemu dengan Alya di rumah sakit, Ratna tidak perlu secemas ini dalam bertindak.Lagi pula, dia tidak ingin orang lain mengetahui apa yang dilakukan putrinya.Keluarga Lestari mereka adalah keluarga terkemuka. Sebagai putri dari Ratna, Intan harus dijodohkan dengan pria terbaik.Awalnya, Ratna sangat dekat dengan Sinta karena dia mengincar satu-satunya pewaris Keluarga Saputra, yaitu Rizki.Jika Keluarga Lestari dan Keluarga Saputra bisa menjadi besan, perkembangan kedua keluarga ini akan sangat dahsyat.Singkatnya, Keluarga Lestari juga ingin menaiki kapal Keluarga Saputra.Akan tetapi, dia tidak menyangka Keluarga Adelia akan muncul di tengah jalan.Untuk waktu yang lama, Ratna secara terang-terangan dan secara tersembunyi membenci putri Keluarga Adelia. Tanpa diduga, ternyata yang menikahi Rizki adalah Alya.Jadi Ratna pun mengarahkan kedengkian dan kebenciannya pada Alya.Ketika dia melihat Alya ke rumah sakit itu, Ratna menebak bahwa Alya ingin melakukan
"Alya, Alya!"Suara Sinta sekali lagi bergema di telinga Alya.Ketika Alya tersadar, dia pun menemukan bahwa hari ini dia sudah tiga kali tidak fokus di depan ibu mertuanya. Alya merasa malu dan bersalah."Maafkan aku, Ibu. Hari ini aku sedang nggak fokus. Bisakah aku nggak diperiksa dulu?"Kali ini dia berbicara dengan sangat terus terang.Sinta tertegun. Beberapa saat kemudian, dia mengangguk seolah-olah dia mengerti."Kalau kamu benar-benar nggak mau melakukannya, kita bisa melakukannya besok-besok.""Terima kasih, Ibu." Alya tersenyum. "Aku masih ada urusan lain, jadi aku akan pergi menanganinya dulu. Nanti aku akan pergi ke kamar Nenek."Begitu mendengar bahwa Alya ada urusan, Sinta yang sangat pengertian pun memperbolehkannya."Baiklah, cepat tangani urusanmu. Aku bisa lihat bahwa seharian ini kamu nggak fokus. Kalau urusanmu belum selesai, mungkin kamu nggak akan berniat untuk diperiksa."Setelah itu, Sinta melambaikan tangannya pada Alya."Cepat pergi. Kalau kamu butuh bantuan
Omelan Sinta pun mengakibatkan Rizki mengerutkan keningnya.Dia hampir saja membocorkan rahasia tentang perceraiannya dengan Alya yang akan datang. Begitu kata-katanya mencapai bibir, Rizki teringat dengan masa kecilnya. Ketika ibunya ingin mengetahui sesuatu darinya, tetapi dia merahasiakannya.Ibunya akan menggunakan keahlian berbicaranya untuk mengeluarkan rahasia itu dari Rizki.Sebenarnya pada waktu itu, ibunya tidak mengetahui kebenarannya.Kali ini ... mungkin juga akan sama.Sebuah binar pun berkilat di mata Rizki.Ibunya mungkin masih sama dengan dulu, tetapi Rizki sudah bukan anak kecil yang dulu."Aku nggak ingin menyembunyikannya dari Ibu. Kami berdua hanya bertengkar kecil, bukankah kalian sudah tahu?"Rizki langsung mengubah kemunduran menjadi kesempatan.Jika ibunya mengetahui perceraian mereka, semuanya pasti akan terbongkar setelah Rizki mengatakan kalimat itu.Tentu saja, setelah mendengar perkataannya, nada bicara Sinta menjadi agak curiga. "Hanya bertengkar kecil? S
Begitu dia berbicara, raut wajah Intan yang tadinya tampak malu-malu seketika berubah. Dalam sekejap bibirnya pun memucat."Me ... mengobrol tentang apa?" tanyanya dengan ragu.Alya tersenyum."Tentu saja mengobrol tentang hidup."Intan terdiam."Kenapa? Apa kamu nggak mau?"Melihat Intan yang sangat gugup sampai mencengkeram bajunya, Alya pun terkekeh. "Apa aku terlalu menakutkan?""Te ... tentu saja nggak, aku hanya ....""Ayo."Alya sudah berdiri.Intan menggigit bibirnya dan duduk di sana dengan ekspresi bingung. Melihat gadis ini, Alya menebak bahwa Intan seharusnya tahu apa yang akan mereka bicarakan.Alya pun tidak terburu-buru dan memikirkan sebuah jalan tengah."Di jalan di luar rumah sakit, ada sebuah restoran yang menjual sarapan. Apa kamu tahu?Intan agak tertegun mendengarnya. Sesaat kemudian, dia mengangguk. "Aku tahu."Alya mengecek jam tangannya, lalu berkata, "Aku akan menunggumu di sana selama setengah jam. Kalau setelah setengah jam kamu nggak datang, aku akan pergi.
Akan tetapi, Ratna sama sekali tidak memercayainya."Waktu itu kamu juga bilang kalau kamu nggak pergi untuk menemuinya, lalu hasilnya? Kamu pergi menemuinya, lalu kembali dengan patah hati? Bukankah begitu?"Intan tidak dapat menyangkal perkataan ibunya.Setelah beberapa saat, dia pun menjelaskan dengan penuh kesabaran, "Ibu, aku tahu kejadian terakhir adalah salahku. Aku minta maaf padamu. Tapi kali ini yang kukatakan adalah sungguhan. Kalau Ibu nggak percaya, aku pasti akan kembali dalam setengah jam?""Dalam setengah jam?"Ratna menyipitkan matanya dengan curiga. Karena jika anaknya memang mau pergi menemui pria itu, pasti anaknya tidak akan kembali dalam setengah jam.Apakah kali ini dia telah salah paham dengan Intan?"Ibu, aku benar-benar memiliki urusan yang harus kudatangi." Intan melirik jam, ekspresinya agak gelisah. Dia takut dirinya sudah terlambat dan Alya tidak lagi menunggunya di sana.Melihat ibunya masih tampak tidak menyerah, dengan frustrasi Intan pun langsung berka
"Oke."Setelah itu mereka semua pun duduk. Intan mengambil sendoknya dan menyendok sup tersebut."Apa kamu merasa aneh saat aku bilang ingin menemuimu? Tapi ternyata kamu masih datang juga."Intan diam-diam melirik Alya, lalu meletakkan sendoknya kembali."Memang sedikit aneh, tapi ... aku tahu Kak Alya nggak akan menyakitiku."Alya tersenyum padanya. "Karena kamu berkata begitu, bagaimana kalau langsung aku katakan saja? Kalau kamu terlalu lama di sini, ibumu nggak akan senang, 'kan?"Saat ibunya dibicarakan, Intan hanya bisa tersenyum getir."Ya, dia masih menungguku di rumah sakit. Aku bilang aku nggak akan lebih dari setengah jam."Hasil semacam ini sama sekali tidak mengejutkan Alya."Kalau begitu aku langsung ke intinya saja.""Oke.""Mungkin kamu akan merasa ini terlalu tiba-tiba, tapi tolong percayalah padaku, aku sama sekali nggak bermaksud untuk menyinggungmu. Hari itu, aku melihatmu dan pacarmu di toilet restoran."Tadinya, Intan kira Alya ingin menemuinya untuk membicarakan
Untuk sesaat, Alya tercengang oleh pertanyaan balasan Intan. Dia duduk di tempatnya dengan linglung.Intan terisak dengan lembut. Sepertinya karena ada seseorang yang mengetahui masalah pacarnya, dia jadi merasa malu. Saat ini matanya agak memerah."Kak Intan, sebelumnya aku nggak mengenalmu, aku juga bukan seseorang yang suka bergosip. Tapi belakangan ini aku mendengar rumor, bahwa suamimu memiliki wanita lain di sisinya. Apa kamu bisa menangani masalahmu sendiri?"Mendengar ini, Alya akhirnya paham apa maksud dari perkataan Intan."Jadi kamu merasa, karena masalahku sendiri seperti itu, aku nggak berhak untuk memberitahumu masalah ini. Begitu, 'kan?"Itulah yang kurang lebih dimaksud Intan.Dia merasa Alya sendiri tidak bisa menangani perasaannya dengan baik, Rizki juga memiliki wanita lain di sisinya. Karena dia belum membuat pilihan apa pun, tentu saja dia tahu bahwa pernikahan dalam keluarga kaya tidak selalu ditentukan oleh keinginan sendiri.Jadi karena Alya sendiri tidak bisa m