Saat Alya merasa dunia berputar-putar, hanya ada satu hal yang Alya pikirkan.Bukankah dia bilang akan menghitung sampai tiga? Di mana tiga?Dengan Rizki yang tinggi dan berkaki panjang, dalam sekejap mereka berdua sudah sampai di kamar.Tadinya Alya mengira bahwa setelah mereka sampai di kamar, Rizki akan menurunkannya. Akan tetapi setelah mereka masuk, pria itu tetap berdiri tegap."Turunkan aku," ucap Alya.Seolah-olah tidak mendengarnya, Rizki hanya menunduk dan menatap Alya."Mengenai Hana, aku akan menjelaskannya."Alya tampak bingung.Apa maksudnya? Menjelaskan apa?"Bukankah kamu bilang hubunganku dengan Hana nggak jelas? Jadi, mulai hari ini, dia nggak akan muncul di depanmu lagi, aku nggak akan mengizinkannya pergi ke perusahaan ataupun datang ke rumah, aku juga nggak akan membiarkannya memakai bajumu."Setelah mendengar sampai sini, Alya dapat merasakan jantungnya berdebar.Apa maksud Rizki dengan membicarakan hal ini?Tidak mengizinkan Hana pergi ke perusahaan ataupun datan
Sepertinya Rizki sangat mengetahui hal ini, barusan dia hanya lupa untuk sesaat. Mungkin harga dirinya sebagai seorang pria telah membuat pikirannya kabur.Lucunya, Alya masih punya harapan terhadap pria ini.Benar-benar lucu sekali.Seharusnya Alya sadar sejak dulu. Saat Hana kembali, saat pria itu menciumnya dengan mesra tetapi langsung pergi begitu ponselnya berbunyi, saat pria itu berbaring di sampingnya dan mengusulkan mereka untuk bercerai. Semua saat-saat itu.Seharusnya Alya sadar bahwa tidak ada lagi kesempatan untuk mereka berdua.Akhirnya, Alya mendorong Rizki dan kedua kakinya pun menyentuh lantai. Dia kembali ke kamarnya untuk istirahat, sementara Rizki tidak lagi mengikutinya.Anehnya pada hari itu, Hana sama sekali tidak menelepon ataupun mengirim pesan pada Alya. Wanita itu hanya diam.Karena Hana tidak mencari dirinya, Alya juga tidak akan mencari dia.Keesokan harinya.Wulan terus bersikeras berkata bahwa dirinya tidak perlu diurus. Wanita tua itu khawatir dirinya aka
Saat sedang merenung, suara sang penjual membuyarkan pikirannya."Nona, bubur dan roti susumu sudah siap."Mendengar ini, Alya tersadar dari lamunannya. Penjual tersebut sudah membungkus makanannya, Alya pun mengulurkan tangan untuk mengambilnya."Terima kasih. Aku sudah bayar, ya.""Oke, hati-hati di jalan. Silakan datang lagi."Dengan plastik di tangannya, Alya berbalik dan pergi.Di jalan, dia masih merasa ada orang yang mengawasinya. Begitu dia memasuki pintu perusahaan, rasa ditatap itu pun akhirnya menghilang.Apakah benar-benar ada orang di dalam mobil hitam tadi?Sebenarnya saat dia berjalan untuk kembali, dia sempat berpikir untuk menghampiri mobil tersebut dan mengecek. Ada atau tidaknya orang, dia hanya perlu ke sana dan melihatnya, 'kan?Namun, setelah dipikir-pikir, dia merasakan bulu kuduknya berdiri. Jadi, akhirnya dia tidak pergi.Apalagi, mobil itu berada di tempat parkir dan parkir di bawah langit siang. Seharusnya tidak ada orang di dalamnya.Alya menggosok-gosok mat
"Baik!" Tiara mendapatkan kembali kepercayaan dirinya berkat perkataan Alya.Ketika Alya menoleh, Tiara diam-diam memperhatikannya dari samping. Kak Alya .... benar-benar orang yang baik dan kompeten.Kapan dia bisa seperti Alya?Tempat pertemuannya adalah sebuah bar.Saat turun dari mobil, Alya melihat tempat hiburan di depannya dan mengerutkan kening."Siapa yang mengundang ke tempat ini?"Tiara tampak linglung. "Pe ... Perusahaan Utomo."Mendengar jawaban itu, Alya makin mengerutkan keningnya. "Bar adalah tempat yang ramai dan berisik, nggak cocok untuk berdiskusi. Apa kamu nggak mengatur tempatnya lagi dengan mereka?"Ditanyakan seperti ini oleh Alya, Tiara benar-benar menjadi linglung."Aku, aku nggak tahu. Aku kira tempat apa pun yang mereka tentukan di situlah tempat pertemuannya."Apalagi sebelum datang ke sini, Tiara juga tidak tahu bahwa tempat ini adalah bar. Sepertinya, pertemuan ini tidak begitu formal."Mulai sekarang, saat seseorang mengundangmu ke suatu tempat, kamu har
Dalam keheningan itu, seorang pria yang memiliki sifat buruk membuka mulutnya, "Bu Sekretaris, kenapa mau pindah tempat? Kami dan Pak Candra adalah teman, apa ada sesuatu yang nggak boleh kami lihat? Tenang saja, meskipun kami nggak akan melihatnya, kami juga akan menutup mata kami."Mendengar ini, Alya mengerutkan keningnya.Dia menatap pria yang berbicara sembarangan tadi dengan tajam.Karena dia sudah lama bersama Rizki, aura yang memancar dari tubuh Alya pun makin lama makin mirip dengan RIzki.Jadi, begitu dia meliriknya, pria yang berbicara tadi pun seketika ketakutan. Pria itu terdiam dan menciut.Saat Alya mengalihkan pandangannya, orang itu pun baru tersadar.Sialan, kenapa dia barusan? Dia takut dengan gadis kecil ini? Sial, apa dia kerasukan?"Bu Alya, pindah tempat akan terlalu merepotkan. Kalau kamu nggak tahan dengan baunya, buka saja pintu ruangan ini supaya baunya menghilang. Bagaimana?" Saat berbicara, Candra tersenyum seperti seekor harimau.Di samping Candra terdapat
"Lagi pula kita ke sini untuk bersenang-senang, minumlah segelas."Di tengah tawa orang-orang itu, Alya menatap Candra dengan dingin. "Aku ke sini untuk bersenang-senang denganmu?"Senyum Candra perlahan memudar.Dulu, dia mungkin akan merasa takut karena Rizki. Namun akhir-akhir ini, dia telah mendengar beberapa rumor dan mulai memikirkan Alya lagi.Mengingat hal ini, Candra tersenyum. Dia mengangkat gelas itu dan mendekati Alya."Bu Alya, walaupun kamu ingin membicarakan pekerjaan, kamu nggak perlu seserius ini. Kamu bekerja dengan begitu keras, tapi apa yang kamu dapat? Dia membawa wanita lain ke dalam kantor, tepat di depanmu. Kalau seperti ini, kamu harus membuat rencana untuk dirimu sendiri, 'kan?"Alya merasa hari ini Candra sangat arogan dan kurang ajar, dia tidak menyangka pria ini juga telah mendapatkan informasi itu.Alya meliriknya dengan tatapan yang penuh kebencian, seakan-akan dia berkata, meskipun hubungannya dengan Rizki telah berakhir, Candra kira dirinya punya kesemp
Melihat wajah pucat pria itu, Alya menebak bahwa Candra mengingatnya."Bagaimana? Pak Candra nggak lupa dengan apa yang kamu katakan waktu itu, 'kan?"Seorang teman di sampingnya dengan penasaran bertanya, "Pak Candra, waktu itu kamu bilang apa?"Pikiran Candra agak kosong. Dia selalu mengira Alya meremehkan latar belakang keluarganya dan hanya ingin bergaul dengan seseorang yang lebih berpengaruh. Namun, dia tidak menyangka bahwa ternyata Alya mendengar perkataannya waktu itu.Memikirkan bagaimana perkataannya itu mungkin telah membuatnya kehilangan wanita cantik ini, Candra benar-benar ingin menampar dirinya sendiri."Bukan seperti itu!" Candra menggertakkan giginya. Dengan mata memerah, dia mencoba menjelaskan, "Perkataanku waktu itu, aku hanya sedang merasa senang jadi aku berkata omong kosong. Aku sama sekali nggak bermaksud untuk menyinggungmu."Jika dia memang hanya ingin main-main, dia tidak akan jauh-jauh pergi mencari Alya ke pemandian air panas begitu mendengar bahwa Alya ak
"Siapa tuan kalian?" tanya Alya.Orang itu tersenyum, masih mempertahankan sikapnya yang tadi. Akan tetapi, orang itu sama sekali tidak memberi tahu Alya siapa tuan mereka.Namun, setelah mengetahui bahwa mereka tidak akan melakukan kekerasan padanya, Alya akhirnya bisa menghela napas lega.Dia pun mengatupkan bibirnya dan tidak bergerak."Nona Alya, apa ada masalah?"Alya melihat Tiara yang berada di sampingnya. "Apa kalian bisa membiarkan dia pergi lebih dulu?"Pria kekar itu terdiam sejenak, lalu berkata sambil tersenyum, "Tentu saja bisa."Lagi pula, tuan mereka hanya meminta Alya, jadi mereka tidak peduli dengan orang lainnya.Jawaban ini membuat Alya tenang. Diizinkannya Tiara untuk pergi, menunjukkan bahwa orang-orang ini tidak berniat untuk melakukan hal buruk. Seharusnya mereka bukan musuh.Jika tidak, seharusnya mereka khawatir Tiara akan memanggil bantuan setelah pergi."Kak Alya, aku nggak mau pergi." Tiara memegang lengannya. "Aku akan menghadapi suka dan duka bersamamu."