Gayatri yang sudah habis Maghrib datang,lalu menjalankan sholat Maghrib, melihat putra putrinya bersiap hendak ke rumah sakit, segera mencegahnya."Kami pergi ke ayah, duluh, Bund." pamit Galuh begitu turun dan membawa tas berisi selimut. Demikian juga dengan Galing yang telah membawa kasur lipat andalannya."Lihat nih, Bund!" Galuh memperlihatkan kartu ATM. "Memangnya kenapa kamu perlihatkan ke Bunda?""Ini yang dari Ayah, Bund, bukan punyaku sendiri," Galuh tersenyum.Gayatri kemudian menyunggingkan senyumnya. Rasa bersalah kepada Prayogi membuatnya lunak kepada pria itu, terlebih saat mengingat jasanya yang telah menyelamatkan Galuh."Sudah mau pakai uang Ayah?"Galuh mengangguk "Bunda ghak keberatan kan?""Ya, enggak Luh. Kan dari duluh Bunda juga ghak melarang. Kamu sendiri yang sok jaga jara sama Ayah.""Iya, iya. Galuh salah."Gayatri mengacak kepala putrinya yang tertutup jilbab."Kayaknya, kalian tidak usah ke sana.""Lho, kenapa, Bund?"" Di sana ada Tante Samita. Nanti ka
"Kamu tidak sedang bermimpi, Sayang!"jawab orang itu setelah Gayatri dengan terpejam bertanya, "Apakah aku sedang bermimpi?"Sontak Gayatri membuka matanya. Benar dia tidak sedang bermimpi. Rendra kini tengah berada di belakangnya dengan kimono yang sama dengan yang dia pakai."Mas, kenapa kamu ke sini?" tanya Gayatri dengan menahan rasa sentuhan Rendra. "Aku merindukanmu, Aku merindukan bisa menikmati semua ini bersamamu." Rendra kemudian membokong tubuh Gayatri setelah melepas kimononya. Dibaringkannya Gayatri di kursi panjang. Gayatri yang sekilas mengingat akan Rendra bersama dengan wanita lain, segera ditepisnya rasa itu. Dia sudah mabuk dengan tatapan Rendra yang menurutnya masih sama. Terlebih dia tidak ingin malah menghindari Rendra dan membuatnya betah dengan wanita lain. Dia selama ini, selalu memuji segala yang diberikan Gayatri untuknya di tempat tidur. Dan Gayatri tak mau kehilangan kepercayaan itu. Bukankah dia bertekad akan mengembalikan suaminya lagi kepadanya. Dengan
Baru saja dia akan membuka kamar itu, sebuah suara mengagetkannya. Raditya menangis dengan kencangnya. Gayatri segera berlari ke rumahya. Balita itu sudah berdiri di ambang pintu kamarnya dengan tangis yang membasahi pipinya. Mungkin karena katakutan karena di rumah sendiri."Hey, anak Sayang. Kenapa menangis?""Da,..!" panggil Raditya begitu bundanya mendekat dan mengangkatnya."Maafkan Bunda yang telah meninggalkanmu, Sayang. Cup! Jangan menangis. Bukankah tadi malam sudah dipeluk Papa?""Papa?"Balita itu memandang Gayatri seolah dia menanyakan papanya. Gayatri makin memeluknya erat. Kedatangan Rendra setelah beberapa hari kepergiaannya, bukannya mengajak bermain Raditya tapi malah membiarkannya dengan mengatakan mereka akan memiliki anak yang lebih tampan dari Raditya. Sejenak Gayatri bingung dengan sikap Rendra. Yang tadi malam memeluk putranya, bahkan menidurkannya diantara mereka setelah terbangun dari memeluk Gayatri. "Kita mandi ya, nanti jenguk Om Prayogi ke rumah sakit."
"Sepertinya ada orang kemping di sini, enak-enakan makan," sindir seorang wanita yang datang, yang tadi membuat Galing tidak meneruskan kata-katanya."Memangnya kenapa? Apa kami tidak boleh makan? Daripada Tante meninggalkan Ayah sendirian," cercah Galuh."Apa aku harus menunggu orang yang hanya diam?"Galuh yang tadi duduk, lalu berdiri, "Dia sakit, Tante, tak sadarkan diri, sebagai seorang istri seharusnya Tante terus mendampinginya, bukan malah meninggalkannya.""Hey, kamu gadis kecil, beraninya ngomong sama orang tua seperti itu. Kamu ghak diajari sopan santun ya sama ibumu yang malang itu.""Jangan sebut bundaku malang. Memang apa yang membuat Tante menilai bundaku seperti itu? Malangan juga Tante.""Bagaiamana tidak malang, menikah dua kali, dikhianati dua kali pula, ditinggalin benih pula.""Jaga ucapan Tante!" Kali ini Galing ikut berdiri. Telinganya sudah tidak betah mendengar apa yang diucapkan wanita di depannya. "jika Bunda mau, sekali senyum Ayah bisa diambilnya dari Tante
Gayatri melangkah. Dia kemudian duduk di samping Prayogi yang masih menutup matanya. Dilihatnya lelaki yang pernah singgah di hidupnya itu kini terbaring lemah. Gayatri menata detak jantungnya yang tak beraturan. Kenapa tiba-tiba saja perasaan ini ada, cetus Gayatri dalam hatinya." Aku hanya punya uang ini untuk mas kawin kita besuk." Prayogi memperlihatkan uang merah selembar dari sakunya. Itu adalah uang yang dia sisakan dari kerjaanya menjadi kernet angkot sepulang sekolah. Dia memang harus berusaha sendiri jika ingin terus sekolah. Dia sudah tak punya orangtua. Kakak yang dia ikuti pun tak begitu punya.Gayatri hanya tersenyum menatapnya. Bukan hal yang mudah bagi Prayogi untuk mengumpulkan uang sebesar itu. Hingga paginya, setelah mereka resmi menikah, uang yang ditaruh amplop putih itu pun masih dipegangnya. Sebagai uang paling berharga yang bisa dia dapat dari suaminya. Walau uang itu selama ini adalah uang jajannya setiap hari."Maaf, hanya bisa memberimu kehidupan yang sep
"Kalau perlu, sekarang juga kalian pulang semua," ucap Sasmita."Apa Tante bisa menjamin Tante akan di sini seterusnya? Ayah sakit, Tante. Butuh orang yang bisa menjaganya." Galuh yang tadi mau pergi malah balik lagi."Pintar anakmu ya kalau bicara.""Memang kamu yang kebangetan, Sasmita. Apa yang terjadi pada Prayogi jika tadi malam tak ada anak-anaknya? Bisa-bisanya kamu meninggalkannya sendirian.""Apa kamu sudah tak tahan sendirian dan sekarang mau menemaninya?""Jaga ucapan Tante ke Bunda!" Galing yang kali ini telinganya terasa panas langsung berdiri dan menunjukkan telunjuknya ke muka Sasmita.Wanita itu mendengus kesal. "Kalau Bunda mau, Tante. Ayah bisa kembali ke kami sekarang juga. Apa Tante mau?""Coba saja kalau kamu bisa. Ayahmu sudah tidak akan sudi mau bersama dengan bundamu. Rendra saja sudah pergi dan mencari yang lebih muda, ngerti ghak kalian apa maksudnya?" Wanita itu tersenyum mengejek, "artinya kenapa ada yang lebih fres kok harus bersama orang yang sudah menel
"Maksudnya apa ya, Sus?" tanya Galing."Maaf, kami tidak boleh menginformasikan tentang pasien ini kepada siapapun. Karena menurut keluarga beliau ada seseorang yang dicurigai mengincar kematiannya.""Apa?" ucap Galuh dan Galing hampir bersamaan, tak percaya. "Yakin dengan semua itu, Mbak? Kalau toh ada yang mengincarnya, bukannya dari di kamar ICU sendirian itu sudah ada yang mendatanginya? Kenapa telat sekali informasinya? Lagian beliau hanya tabrak biasa, la orang yang nabrak saja orangnya baik, meninggalkan kartu identitas di saya." "Kalau itu saya kurang tau. Saya hanya diinstruksikan pihak keluarga begitu saja.""Ini pasti ulah si ular itu, Kak," sungut Galing."Sudah pasti, Ling.""Tapi dia baik-baik saja kan, Mbak?""Itu juga saya tidak berani mengatakannya.""Saya anaknya, Mbak. Saya bukanlah orang yang akan mencelakainya. Tolong bilang sama saya.""Maaf, sekali lagi, .. maaf!""Ih,..!" Galing mengacak rambutnya frustasi."Sudahlah, Ling, kita pulang saja. Kakak yakin, wani
"Ayah?" Tak terasa Galuh mengucapkan itu di mikrofonnya."Iya, benar, aku ayahmu, anakku." Prayogi yang datang dengan senyum, membalas ucapan Galuh di mikrofon juga.Semua yang hadir berbisik-bisik. Selama ini mereka memang tidak pernah mengetahui kalau Prayogi, teman usaha mereka memiliki seorang anak. Yang mereka tau, dia ke mana-mana selalu sendiri. Tak pernah ada yang tau, mana istrinya. Sasmita memang enggan dilibatkan di usaha Prayogi dari awal usahanya. Mulanya karena sifatnya yang meremehkan Prayogi dan menganggap dia sudah tidak perlu semua itu dari Prayogi. Hinggah Prayogi pun tak juga melibatkan Sasmita dalam setiap even usahanya."Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatu! Selamat malam! Salam sejahtera semuanya!. Terimakasih untuk yang sudah hadir malam ini, di acara launcing produk ponsel terbaru kami. Terimakasih juga untuk yang telah bekerjasama dengan kami sebagai reseller. Alhamdulillah, peresmian perusahaan yang kapan hari kami lakukan kini makin sukses. Untuk itu
"Melamar siapa?" Galing yang masih mengucek matanya bertanya.Prayogi dan Galuh tertawa."Sana, cuci muka sana duluh, biar sadar. Ini sudah Subuh, kita sholat bareng," ucap Galuh dengan melihat adiknya yang masih mengantuk."Nanti sore Ayah jemput kalian. Kita melamar Tante Neysa.""Alhamdulillah!" ucap Galing dengan penuh gembira.Kegembiraan itu pun terpancar di wajah mereka saat mereka menyampaikan hal itu ke Gayatri dan Rendra."Alhamdulillah!" ucap Rendra dan Gayatri juga bersamaan.Setelah melihat handphone-nya yang dipegang Galing sesuai dengan serlok yang yang dikirim Neysa. Prayogi dan anaknya pun sampai di rumah gedung itu."Anak kami hanya tiga. dan Neysa adalah yang pertama. Bagaimana kami tak mengadakan pesta mewah di gedung jika ini adalah pernikahan yang pertama di keluarga kami?" ucap Nindi, ibunya Neysa."Tapi lihatlah saya, Bu. Saya sudah berusia 37 tahun dan beranak dua yang sudah remaja begini. Apa pantas saya duduk di pelamianan megah?""Sekarang ghak zaman orang
Dengan tatap mata yang menyelidik kemudian Galuh melihat ke arah kancing baju yang dikancing secara tidak benar itu. Mungkin karena tergesa hinggah yang seharusnya di atas malah di bawanya., Galuh kemudian berpindah menatap ayahnya yang kini tengah di sampingnya."Ayah, jelaskan apa yang telah Ayah lakukan dengan wanita yang nyata-nyata bukan istri Ayah?" tanya Galuh dengan mata bulat menahan marah. Di bibir ayahnya masih terlihat ada lipstik yang menempel."Maksud kamu apa, Luh?" tanya Prayogi bingung Dia memang tidak menyadari dengan pertanyaan Galuh. Hanya Neysa yang kemudian melihat apa yang dilihat di bibir Prayogi. Dia sebentar memejamkan matanya merasa dihakimi oleh Galuh, demikian juga dengan Galing yang juga menatapnya dengan tatap penuh selidik. Ternyata punya anak tiri besar, bikin bingung juga, ya, bathin Neysa dengan gelisah melihat dirinya yang begitu disegani di perusahaanya, kini dihakimi oleh dua orang bocah."Apa Ayah melakukan hal yang sama seperti yang pernah Ayah
"Kok sepi ya, Ling? Mana Ayah? Lalu itu mobil siapa?" ucap Galuh begitu melihat rumah ayahnya yang terlibat lenggang. Dia yang datang dengan dibonceng Galing segera turun menapaki pelataran rumah ayahnya yang nampak asri dengan terdengar kicau burung. Prayogi dari duluh memang menyukai burung. Hinggah kini burung peliharaannya tak sekedar di halaman belakang rumahnya seperti duluh, tapi juga di depan rumahnya sudah ada burung yang berkicau, menyambut tamu dengan mengucap, 'Assalamualaikum!"Galing terkekeh " Tuh, Kakak sudah disapa sama saudara Kakak.""Ih, dasar burung kurang ajar, kita aja belum mengucap salam kamu duluan yang mengucap salam. Nyindir ya?" sungutnya."Ih, Kakak, malah bertengkar sama burung. Sudah bagus dia mengucap salam, ghak kasih tai ke muka Kakak.""Kamu juga," dengan sewot Galuh masih menelisik dengan hati-hati. Jangan-jangan ada seorang wanita berada di dalam bersama ayahnya. Sebagai gadis yang sudah dewasa, dia juga mengerti dan takut ada apa-apa ayahnya de
Kekhawatiran Rendra terbukti. Anaknya itu tidak mau lepas dari Nara. Demikian juga dengan Nara. Hinggah Rendra dan Gayatri harus membohongi mereka."Kapan-kapan kita balik ke sini, Radit. Radit kan tau, Yangkung lagi sakit. Papa harus segera ke sana untuk mengelola perusahaan Yangkung," bujuk Gayatri. "Tapi bener-bener jani lho, BUnd," ucapnya dengan masih terisak."PYa, Bunda janji bakal suruh papamu aak kamu kalau lagi ke sini." Hinggah akhirnya anaknya itu dengan masih menangis mau juga pergi.Kepulangan Gayatri dan Rendra yang taramat ditunggu oleh Hadiwijaya, akhirnya terjadi juga.Syukurlah kamu sudah bisa ke sini, Rend," ucap Hadiwijaya begitu malam-malam mereka datang ke rumahnya."Bagaimana keadaan Papa?" tanya Rendra kemudian. "Berkat kamu nginepi di sini beberapa hari, Papa langsung sembuh. Lihatlah, papa sudah bisa bicara normal. Jalan pun bisa dengan tongkat. Kapan hari malah ghak angung-bangun." ucap Hadiwijaya gembira. Termasuk orang yang kini tengah berdiri di dala
"Ada apa, Yah? Bukannya tadi kita sudah ngobrol di telpon? Dibilangi Galuh baik-baik saja dan menikmati libuaran di sini, kok," ucap Galuh setelah mendengar suara ayahnya mengucap salam dan dia menjawabnya."Iya, ini sebetulnya aku ada perlu sama Bunda. Kapan Bunda mau balik ke Gresik? Ada orang yang mau memakai jasa EO kalian," ucap Prayogi dengan ragu-ragu."Kenapa kok ghak telpon Bunda sendiri, Yah? Biasanya kan Ayah suka ngobrol sama Bunda?""Ghak apa-apa sih. Memangnya kapan kalian pulang?""Lusa kayaknya, Yah.""Baiklah. Nanti kalau kalian sudah tiba di rumah saja, Ayah akan pastikan kapan bisa ketemu dengan teman Ayah.""Baiklah, Yah. Sayang Ayah selalu.""Sayang Kakak juga."Galuh kemudian kembali meneruskan tujuannya, ke Naya."Assalamualaikum, Tante!" Galuh mengetuk pintu. Agak lama, baru pintu dibuka."Mbak Galuh. Ada apa kok malam-malam ke sini? itu adik sudah tidur. Tadi sudah dibujuk sama Mas rendra juga Mbak Gayatri untuk ke rumah saja, tapi masih tidak mau.""Ghak a
"Bagaimana ini, Mas, anak-anak kita kok ghak mau pisah?" tanya Gayatri bingung dengan keakraban Raditya dan Nara.Gayatri yang mengajak Raditya untuk tidur bersama mereka,masih tidak diperdulikan Raditya. Anak itu masih kerasan di kamar berukuran 5x5m yang merupakan mess pegawai yang tidak pulang."Radit, besok lusa kita sudah harus pulang, Nak," ujar Gayatri memberi pengertian. "sekarang kamu harus terbiasa tidur dengan Bunda dan Papa kembali."" Aku ghak ingin pisah sama, Nala, Bund," kata Raditya sudah berurai air mata." Di sini rumah Nara, Dit. Sedangkan rumah kita di sana. Terlebih sebentar lagi Raditya harus sudah masuk sekolah," bujuk Rendra."Iya, Nara juga sekolah, Radit. Kalian akan bertemu lagi saat liburan tiba," ucap Naya juga.Kedua anak itu masih sesenggukan menangis."Habis ini Papa kan sering bolak balik sini, jadi Papa pasti ajak Raditya juga."" Mas yakin sudah bisa meninggalkan tempat ini?" tanya Gayatri kemudian."Beberapa hari ini sudah aku siapkan semuanya, Say
"Lupakan aku, Gi," selintas Prayogi teringat kata-kata yang baru saja dia dengar pagi tadi dari pembicaraan telponnya dengan Gayatri. Apa benar aku harus melupakannya dan mengosongkan ruang hatiku untuk orang lain? guman Prayogi. Bagaimanapun aku lelaki normal, benar Neysa. Aku merasa kesepian dan membutuhkan kehangatan seorang wanita. Selama ini aku hanya melampiaskan dengan menghayalkan bisa bersama dengan Gayatri. Dan itu tidaklah nyata, bahkan menyakitkan. Aku hanya bisa sendiri. Dan tetap kedinginan jika malam mencekam."Kita bisa mulai dengan salin mengenal. Aku jamin, kamu tidak akan pernah merasa kecewa jika denganku." Kembali Neysa mengungkapkan isi hatinya."Kamu baru kali ini mengenalku, bagaimana kamu begitu yakin mengatakan ini?""Aku sudah begitu banyak mengenalmu. Aku mengikutimu di setiap sosmedmu. Terlebih aku sudah tertarik sejak kamu bersama Samita.""Apa?" ucap Prayogi spontan. Prayogi lalu menatap wanita cantik dan menarik di sampingnya. Semuanya sempurna untuk se
"Lho, kenapa balik lagi, Mas?" tanya Gayatri kaget begitu mendapati Rendra sudah di belakangnya."Laptopku ketinggalan. E, bisa-biasnya!" guman Rendra. "aku sampai tidak melihatnya sama sekali sejak kamu ada di sini.""Nyalahkan aku di sini? Apa aku balik saja ke Jawa?""Sayang!" Rendra sudah mendekat dengan mendaratkan ciumannya di leher Gayatri.Gayatri tergeliak dengan menperdengarkan suara lenguhan manakala lehernya diexpos oleh Rendra. "Pergi sana, udah mau kerja, ada aja yang kamu lakuin. Geli tau!"Rendra malah memeluknya dan mendaratkan ciuman terakhirnya di bibir Gayatri, "Tunggu nanti lagi ya, kalau aku pulang.""Ogah. Kamu sih, sukanya."Kembali tanpa sadar Gayatri belum mematikan telponnya. Prayogi yang di sebrang sana, memejamkan matanya dengan mata yang mengaca."Semua ini adalah hukuman bagiku. Bahkan sekarang pun, aku malah ihlas dijadikan yang kedua olehnya," rutuk Prayogi pada dirinya. Tidak kurang dar rekan bisnisnya yang menyodorkan gadis padanya. Wanita karier yan
Gayatri lalu menutupnya setelah mengirim WA. Kemudian dengan segera menghabus WA itu setelah tanda biru yang artinya sudah dibaca. Dengan langkah cepat dia kemudian ke kamar mandi dan mandi bersama Rendra seperti ajakan suaminya itu, dan seperti kebiasaan mereka sebelum terjadi pertengkaran."Siapa yang telpon, Say?" "Hanya salah orang kali, Mas. ngomong ghak jelas," ucap Gayatri dengan tak enak hati membohongi Rendra. Namun dia merasa tak ada pilihan. Bagaimana jadinya jika Rendra justru mengetahui kalau yang terlpon adalah Prayogi, akan jadi buntut panjang dan mungkin juga pertengkaran yang akan merusak suasana mereka. Bagaimanapun sikap Rendra telah berubah kapan hari saat bertemu dengan Prayogi, dia tak ingin menimbulkan masalah baru. Dia juga sudah berusaha melupakan rasa yang kapan hari timbul kembali saat bersama Prayogi. Rasa itu harus pergi. Tak Layak bagi Rendra mendapatkan hatinya yang terbelah. Diam -diam Gayatri menyesali perasaanya yang sempat terbagi itu terlebih de