"Sepertinya ada orang kemping di sini, enak-enakan makan," sindir seorang wanita yang datang, yang tadi membuat Galing tidak meneruskan kata-katanya."Memangnya kenapa? Apa kami tidak boleh makan? Daripada Tante meninggalkan Ayah sendirian," cercah Galuh."Apa aku harus menunggu orang yang hanya diam?"Galuh yang tadi duduk, lalu berdiri, "Dia sakit, Tante, tak sadarkan diri, sebagai seorang istri seharusnya Tante terus mendampinginya, bukan malah meninggalkannya.""Hey, kamu gadis kecil, beraninya ngomong sama orang tua seperti itu. Kamu ghak diajari sopan santun ya sama ibumu yang malang itu.""Jangan sebut bundaku malang. Memang apa yang membuat Tante menilai bundaku seperti itu? Malangan juga Tante.""Bagaiamana tidak malang, menikah dua kali, dikhianati dua kali pula, ditinggalin benih pula.""Jaga ucapan Tante!" Kali ini Galing ikut berdiri. Telinganya sudah tidak betah mendengar apa yang diucapkan wanita di depannya. "jika Bunda mau, sekali senyum Ayah bisa diambilnya dari Tante
Gayatri melangkah. Dia kemudian duduk di samping Prayogi yang masih menutup matanya. Dilihatnya lelaki yang pernah singgah di hidupnya itu kini terbaring lemah. Gayatri menata detak jantungnya yang tak beraturan. Kenapa tiba-tiba saja perasaan ini ada, cetus Gayatri dalam hatinya." Aku hanya punya uang ini untuk mas kawin kita besuk." Prayogi memperlihatkan uang merah selembar dari sakunya. Itu adalah uang yang dia sisakan dari kerjaanya menjadi kernet angkot sepulang sekolah. Dia memang harus berusaha sendiri jika ingin terus sekolah. Dia sudah tak punya orangtua. Kakak yang dia ikuti pun tak begitu punya.Gayatri hanya tersenyum menatapnya. Bukan hal yang mudah bagi Prayogi untuk mengumpulkan uang sebesar itu. Hingga paginya, setelah mereka resmi menikah, uang yang ditaruh amplop putih itu pun masih dipegangnya. Sebagai uang paling berharga yang bisa dia dapat dari suaminya. Walau uang itu selama ini adalah uang jajannya setiap hari."Maaf, hanya bisa memberimu kehidupan yang sep
"Kalau perlu, sekarang juga kalian pulang semua," ucap Sasmita."Apa Tante bisa menjamin Tante akan di sini seterusnya? Ayah sakit, Tante. Butuh orang yang bisa menjaganya." Galuh yang tadi mau pergi malah balik lagi."Pintar anakmu ya kalau bicara.""Memang kamu yang kebangetan, Sasmita. Apa yang terjadi pada Prayogi jika tadi malam tak ada anak-anaknya? Bisa-bisanya kamu meninggalkannya sendirian.""Apa kamu sudah tak tahan sendirian dan sekarang mau menemaninya?""Jaga ucapan Tante ke Bunda!" Galing yang kali ini telinganya terasa panas langsung berdiri dan menunjukkan telunjuknya ke muka Sasmita.Wanita itu mendengus kesal. "Kalau Bunda mau, Tante. Ayah bisa kembali ke kami sekarang juga. Apa Tante mau?""Coba saja kalau kamu bisa. Ayahmu sudah tidak akan sudi mau bersama dengan bundamu. Rendra saja sudah pergi dan mencari yang lebih muda, ngerti ghak kalian apa maksudnya?" Wanita itu tersenyum mengejek, "artinya kenapa ada yang lebih fres kok harus bersama orang yang sudah menel
"Maksudnya apa ya, Sus?" tanya Galing."Maaf, kami tidak boleh menginformasikan tentang pasien ini kepada siapapun. Karena menurut keluarga beliau ada seseorang yang dicurigai mengincar kematiannya.""Apa?" ucap Galuh dan Galing hampir bersamaan, tak percaya. "Yakin dengan semua itu, Mbak? Kalau toh ada yang mengincarnya, bukannya dari di kamar ICU sendirian itu sudah ada yang mendatanginya? Kenapa telat sekali informasinya? Lagian beliau hanya tabrak biasa, la orang yang nabrak saja orangnya baik, meninggalkan kartu identitas di saya." "Kalau itu saya kurang tau. Saya hanya diinstruksikan pihak keluarga begitu saja.""Ini pasti ulah si ular itu, Kak," sungut Galing."Sudah pasti, Ling.""Tapi dia baik-baik saja kan, Mbak?""Itu juga saya tidak berani mengatakannya.""Saya anaknya, Mbak. Saya bukanlah orang yang akan mencelakainya. Tolong bilang sama saya.""Maaf, sekali lagi, .. maaf!""Ih,..!" Galing mengacak rambutnya frustasi."Sudahlah, Ling, kita pulang saja. Kakak yakin, wani
"Ayah?" Tak terasa Galuh mengucapkan itu di mikrofonnya."Iya, benar, aku ayahmu, anakku." Prayogi yang datang dengan senyum, membalas ucapan Galuh di mikrofon juga.Semua yang hadir berbisik-bisik. Selama ini mereka memang tidak pernah mengetahui kalau Prayogi, teman usaha mereka memiliki seorang anak. Yang mereka tau, dia ke mana-mana selalu sendiri. Tak pernah ada yang tau, mana istrinya. Sasmita memang enggan dilibatkan di usaha Prayogi dari awal usahanya. Mulanya karena sifatnya yang meremehkan Prayogi dan menganggap dia sudah tidak perlu semua itu dari Prayogi. Hinggah Prayogi pun tak juga melibatkan Sasmita dalam setiap even usahanya."Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatu! Selamat malam! Salam sejahtera semuanya!. Terimakasih untuk yang sudah hadir malam ini, di acara launcing produk ponsel terbaru kami. Terimakasih juga untuk yang telah bekerjasama dengan kami sebagai reseller. Alhamdulillah, peresmian perusahaan yang kapan hari kami lakukan kini makin sukses. Untuk itu
"Apa kamu juga menghawatirkanku?" tanya Prayogi serius."Apa?" Gayatri tak percaya dengan pertanyaan Prayogi itu."Aku bisa melihat dari matamu waktu itu, kamu begitu mencemaskanku."Gayatri sejenak tersenyum. Perkataan Prayogi yang blak-blakan kembali didapatinya, sama seperti duluh."Kamu memiliki perasaan itu Ayu. Kamu memiliki perasaan itu kepadaku." "Kamu tak berubah ya?" ucap Gayatri setelah mengingat saat Prayogi mengungkapkan isi hatinya waktu itu. Dia memang selalu percaya diri dengan megatakannya, sedangkan dia ada di sekolah faforit seperti sekolah Gayatri karena beasiswa, bukan karena orang kaya seperti kebanyakan anak yang sekolah di sekolahan ter-elit di kota Pudak itu."Aku tak tahan membohongi perasaan sendiri. Kamu kan tau itu, Ayu,.." Kembali Prayogi mengulang panggilan Gayatri saat belum menjadi istrinya. Dialah yang kemudian membuat orang di kompleknya memanggil Gayatri agar mereka merasa tak terganggu dengan orangtua Gayatri yang tak sudi kepada Prayogi. Juran
"Maaf, bukannya kami tak menghargai Anda. Tapi kami tak ingin keluarga kami diekspos di luar. Saya harap kalian mengerti. Banyak masalah yang akan kami hadapi jika sampai keluarga ini diekspos di media." Akhirnya Gayatri angkat bicara."Bukannya malah mengangkat usaha anda, Bu. Saya sudah meneliti usaha Anda, khususnya WO yang maju pesat.""Maaf, kami begini saja sudah alhamdulillah. Resiko yang kami hadapi kelak tak sebanding dengan popularitas yang akan kami dapat. Sebelumnya terimakasih. Tapi maaf," ucap Gayatri kembali dengan mengatupkan kedua tangannya di dadanya."Baiklah kalau begitu. Maaf mengganggu waktu Anda.""Kalau anda mempublikasikan band anak saya silahkan, WO saya silahkan, EO saya atau usaha Bapak, silahkan. Tolong dipisah dengan urusan pribadi kami.""Baiklah, Bu. Sekali lagi terimaksih dengan mempersilahkan kami ini.""Iya, sama-sama , Dik," ucap Gayatri kepada pemuda itu. Prayogi kemudian menyambut jabat tangannya, demikian juga dengan Galing."Bund, kenapa Bunda t
Prayogi memperhatikan Gayatri dari spion. Tampak mata Gayatri telah buram sambil menunduk. Prayogi tak habis pikir dengan apa yang terjadi. Kenapa tadi bilang udah ghak mau ikut tapi tiba-tiba saja ikut. Bukankah itu tadi mobil Rendra? Kenapa Rendra datang justru Gayatri pergi? Apa yang terjadi?Galuh yang mengerti kenapa bundanya kemudian ikut, sekilas memandang bundanya dan menggenggam tangannya. Raditya yang kemudian sedikit rewel membuat Gayatri kewalahan. "Adik, diem bisa ghak?" tiba-tiba saja suara Gayatri meninggi. Prayogi yang kaget memelankan mobilnya. Dia hafal tau Gayatri tidak sedang jernih pikirannya hinggah dia sampai membentak anaknya. Raditya malah menangis."Paling karena tidak kamu bawakan mainan, Tri, makanya rewel," kata Prayogi yang kemudian membelokkan mobilnya ke pertokoan di depan perumahan yang menjual mainan balita."Kita turun di sini sebentar, cari mainan untuk adik," kata Prayogi yang segera membuka pintu mobil untuk Gayatri dan segera mengajak Raditya.