"Maaf, bukannya kami tak menghargai Anda. Tapi kami tak ingin keluarga kami diekspos di luar. Saya harap kalian mengerti. Banyak masalah yang akan kami hadapi jika sampai keluarga ini diekspos di media." Akhirnya Gayatri angkat bicara."Bukannya malah mengangkat usaha anda, Bu. Saya sudah meneliti usaha Anda, khususnya WO yang maju pesat.""Maaf, kami begini saja sudah alhamdulillah. Resiko yang kami hadapi kelak tak sebanding dengan popularitas yang akan kami dapat. Sebelumnya terimakasih. Tapi maaf," ucap Gayatri kembali dengan mengatupkan kedua tangannya di dadanya."Baiklah kalau begitu. Maaf mengganggu waktu Anda.""Kalau anda mempublikasikan band anak saya silahkan, WO saya silahkan, EO saya atau usaha Bapak, silahkan. Tolong dipisah dengan urusan pribadi kami.""Baiklah, Bu. Sekali lagi terimaksih dengan mempersilahkan kami ini.""Iya, sama-sama , Dik," ucap Gayatri kepada pemuda itu. Prayogi kemudian menyambut jabat tangannya, demikian juga dengan Galing."Bund, kenapa Bunda t
Prayogi memperhatikan Gayatri dari spion. Tampak mata Gayatri telah buram sambil menunduk. Prayogi tak habis pikir dengan apa yang terjadi. Kenapa tadi bilang udah ghak mau ikut tapi tiba-tiba saja ikut. Bukankah itu tadi mobil Rendra? Kenapa Rendra datang justru Gayatri pergi? Apa yang terjadi?Galuh yang mengerti kenapa bundanya kemudian ikut, sekilas memandang bundanya dan menggenggam tangannya. Raditya yang kemudian sedikit rewel membuat Gayatri kewalahan. "Adik, diem bisa ghak?" tiba-tiba saja suara Gayatri meninggi. Prayogi yang kaget memelankan mobilnya. Dia hafal tau Gayatri tidak sedang jernih pikirannya hinggah dia sampai membentak anaknya. Raditya malah menangis."Paling karena tidak kamu bawakan mainan, Tri, makanya rewel," kata Prayogi yang kemudian membelokkan mobilnya ke pertokoan di depan perumahan yang menjual mainan balita."Kita turun di sini sebentar, cari mainan untuk adik," kata Prayogi yang segera membuka pintu mobil untuk Gayatri dan segera mengajak Raditya.
Gayatri hanya menatap Prayogi tanpa mengeluarkan kata-kata. Kesunyiannya, kecemburuannya pada Rendra dengan wanita yang tadi dilihatnya datang, telah membuat Gayatri lemah dan butuh tempat bersandar."Apa yang bisa kita harapkan dengan bersama?""Bahagia. Aku bisa bahagia hanya dengan melihatmu dari dekat seperti ini. Apa kamu tidak bahagia?"Gayatri masih tak menjawab."Aku tak dapat percaya padamu jika bukan sentuh an yang membuatmu bahagia.""Itu semua ternyata hanya bumbu di usiaku yang kini lebih paham apa arti cinta sesungguhnya.""Sudahlah, kamu hanya ingin merayuku kan?"Prayogi terkekeh."Apa gunanya merayumu. Aku hanya ingin membujukmu agar kita lebih dekat kembali tanpa mengingat kenangan buruk kita." Prayogi mendekat. "Kita pacaran, yuk?"Gayatri ngakak dengan kata-kata pertama yang dulu membuat mereka jadian. Kala itu Gayatri hanya menunduk dan membiarkan Prayogi yang bukan apa-apanya mencium pipinya dengan begitu saja. Naif sekali, pikir Gayatri mengingat masa lalunya it
"Bisa-bisanya suami tidak di rumah, kamu dolan dengan pria lain," Gayatri sudah dikejutkan dengan datangnya Rendra di ambang pintu kamarnya, Bahkan dia kemudian masuk dengan begitu saja di saat Gayatri selesai memandikan Raditya dan menidurkannya setelah menyusuinya.Gayatri hanya diam tak menanggapi ocehan Rendra. Hinggah lelaki itu duduk di dekatnya pun Gaytri masih diam dengan jengkel di hatinya."Kamu dengar aku ngomong ghak?""Apa menurutmu hanya kamu yang boleh seenaknya bersama perempuan lain sementara aku hanya kamu suruh menunggumu datang dan pergi sesuka hatimu?""Aku masih suamimu, Dyah Ayu." Rendra sekarang bahkan tak lagi memanggil Gayatri dengan sayang lagi.Gayatri menatap tajam ke arah pria yang kini membuatnya jijik itu."Suami? Suami yang bagaimana menurutmu? Apa yang kini kauberikan padaku? Ketenangan? Kebahagiaan? Lalu suami yang bagaimana kamu bisa menyebut dirimu dengan kata-kata itu?""Aku hanya berusaha untuk mempersiapkan semuanya demi anak kita.""Persiapan a
"Lho, aku hampir lupa, San," ucap Gayatri pada Sandra yang sedang berbenah dan dari tadi ditemani Gayatri karena Raditya sedang tidur. Lagipula karena dia meninggalkan Rendra yang masih bersama Raditya di kamarnya."Ada apa, Mbak?""Itu, tempat untuk prosesi Jawa kita kan sudah jelek, mau aku ganti dengan yang baru." "O, iya, Mbak. Kita kok lupa terus untuk mengganti," kata Sandra kemudian sambil melihat ke Gatari yang tampak bingung. "Tapi kenapa mbak Gayatri jadi bingung begitu?"Gayatri menghela nafas panjang. Bgaaimana mencarinya sementara tadi dia habis bertengkar dengan Rendra. Sedangkan untuk menyuruh Tanti atau Sandra tidak mungkin. Mereka tidak tau di mana letaknya. Amat sulit mengatakan kalau cawan itu dipakai Gayatri untuk hiasan di rumah Rendra, sebagai vas bunga."Tempat itu di rumah sebelah," ucap Gayatri lemas."Biar aku yang ambilkan, Mbak," kata Sandra."Kamu ghak mungkin tau dimana letaknya.""Terus gimana dong, Mbak?" "Ya, gimana lagi kalau aku ghak yang ngambil
Gayatri masih berjalan, sambil berfikir. Dia tak dapat mengerti dengan apa yang tadi dilihatnya dan dikatakan Rendra. Apa maksud dari kata-katanya? Jika aku kembali ke sana? Apa maksudnya?Hah, sudahlah. Itu bukankah urusannya sendiri dengan istri mudanya itu. Walau kadang Gayatri sendiri juga heran dengan hubungan mereka yang terlihat kaku Tak ada romantisnya sama sekali sebagai pasangan baru menikah. Kania juga entah kenapa masih berjilbab padahal hanya berdua dengan Rendra di rumah itu.Dalam diam Gayatri kemudian beranjak ke Sandra dengan membawa cawan. Gayatri masih terdiam mencerna apa yang baru saja dilihatnya."Mbak Gayatri kenapa?" tanya Sandra"Tidak. Tidak apa-apa," jawab Gayatri.Baru juga Gayatri membantu Sandra mengepak yang masih sisa, dia dikejutkan dengan kedatangan Rendra."Ayu, tolong, aku ada masalah. Bisa ke sini?" panggilnya agar Gayatri mau mengikutinya. Gayatri mendengus sebal. Namun dia beranjak juga mendekati Rendra. Rendra membimbingnya ke kamar."Di sini s
"Maaf, saya harus menengok Raditya," Gayatri mohon izin."Lho, memangnya di mana dia?"Sejenak Gayatri dan Rendra salin panndang, "Di kamar rumah sebelah, Ma.""Lho, keapa tidak tidur di kamar sini saja, kan pas Rendra pulang bisa dia jagain, sekalian biar Rendra tidak selalu mandangi foto anaknya saja di sana, katanya kangen.""E, itu,.. saya kan kalau siang banyak di sana, Ma, jadi saya tidurkan di sana tadi. Kebetulan pas di sana."Mertuanya itu membulatkan mulutnya. Sementara Gayatri segera meninggalkannya sebelum berkata lain lagi. Saat dia sampai, ternyata di kamar Raditya sudah terjaga dengan Sandra di sampingnya."Untung ghak jatuh, Mbak. Tadi sejenak aku lupa kalau Raditya tidur di kamar."Anak itu sudah mendekati Gayatri minta mimik. Segera saja Gayatri menyusuinya. Namun saat dia mendongak, dilihatnya mertuanya sudah di depannya. Dengan pandangan yang menelisik."Lho, segala punya Raditya kok pindah di sini, Ayu?" tanyanya."E,..Iya, Ma. Sejak Mas Rendra pergi, saya banyak
"Sebentar, Ma," kata Gayatri kemudian mengangkat putranya. "biar dia mandi duluh." Gayatri kemudian membawa putranya ke kamar bu Ratna, dan dimandikan di sana. Rendra yang mengikutinya menungguinya dan mengambilkan pakaian ganti."Kamu bisa pergi aku akan urus dia sendiri," kata Gayatri kemudian."Aku mau menunggunya. Apa aku salah di sini?""Untuk apa? Apa istrimu masih belum memberimu anak? Katamu kalian akan memiliki banyak anak.""Bukankah istriku ada di sini ? Dia hanya bisa punya satu anak untukku.""Aku tidak selera bercanda. Ghak perlu basa basi denganku. Pergilah, aku mau mengajak Raditya tidur. Aku ngantuk," ucap Gayatri dengan sengol. Kata-kata Rendra dengan menyebutnya hanya bisa punya anak satu malah membuatnya tersinggung. Dia sadar diri tidak bisa memiliki anak lagi setelah tiga kali operasi secar karena melahirkan.Rendra malah menata bantal untuk mereka bertiga. Lalu berbaring di sana mendahului Gayatri."Siapa yang menyuruhmu dengan meletakkan bantal dan tubuhmu di