Jantung Cantika berdetak dengan kencang, bulir bening pun meluncur dengan deras dari kedua sudut matanya.
Tangan mungil memukuli pintu dengan kuat dan mulut terus berteriak meminta pertolongan, berharap di luar sana ada seseorang yang lewat dan membukakan pintu untuknya. “Jangan takut seperti itu, Cantik. Aku hanya akan mengajakmu bersenang-senang saja.” Jack menuangkan anggur ke gelas hingga penuh , lalu diberikan kepada Cantika. Tubuh Cantika gemetar, kepalanya terus menggeleng dengan cepat. “Saya tidak mau!” Jack menatap tajam kepada gadis tersebut, tak terima dengan penolakan. “Aku hanya memberikanmu segelas anggur, bukan racun. Jadi minum!” Lelaki itu mencengkram rahang gadis tersebut dengan kuat, lalu memasukan paksa segelas anggur ke dalam mulut Cantika. “Minum!” teriak Jack dengan nada memaksa, tak suka penolakan yang dilakukan gadis itu sedari tadi. Cantika memilih memuntahkan anggur itu dari mulutnya, sehingga sekarang pakaian yang ia kenakan menjadi basah. “Kau masih saja menolak perintahku!” geram Jack dengan wajah memerah. Lelaki itu segera menarik tangan sang gadis, lalu mendorongnya ke sofa panjang yang mereka duduki tadi. “Tuan, sepertinya Anda mabuk! Sebaiknya izinkan saya pergi dari sini sekarang,” mohon Cantika, wajahnya dibuat sememelas mungkin. “Sudah aku katakan berapa kali kalau aku tidak mabuk, masih saja kau tidak percaya.” Jack segera meminum segelas anggur yang baru saja ia tuangkan, lalu melumat bibir Cantika untuk memasukkan semua minuman itu. Wajah Cantika memerah, ia tak kuasa menolak anggur yang dimasukkan oleh Jack ke dalam mulutnya. Rasa panas mulai gadis itu rasakan, ia menjadi terus gelisah ingin melepaskan semua pakaian yang melekat di tubuh. Namun, tak mungkin melakukan hal tersebut lantaran sekarang sedang bersama dengan lelaki asing. “Kenapa wajahmu memerah dan tingkahmu terlihat gelisah?” Jack bertanya dengan nafas memburu, tak kuasa menahan sesuatu di dalam diri yang bergejolak. Cantika merasa ada sesuatu yang dimasukkan ke dalam anggur itu. Lantaran setiap sentuhan yang lelaki tersebut berikan terasa seperti sengatan listrik. Gadis itu terus meronta, supaya lelaki asing tersebut tidak melakukan sesuatu kepadanya. Ia mulai beringsut turun dari sofa dengan tertatih-tatih. “Bukannya kau sengaja memberikan anggur itu supaya dapat melakukannya denganku?” Senyum sinis terukir di bibir Jack. Awalnya Jack hanya ingin bermain-main dengan gadis tersebut, tetapi saat terus-menerus meminum anggur membuatnya menjadi merasa gelisah. Lelaki itu berpikir kalau hanya mabuk, sayangnya semakin lama tubuhnya menjadi panas dan darah menjadi mendesir. Rasa dahaga mulai dirasakan di tenggorokannya, mulai menginginkan menyesap manisnya gadis polos di depan mata. “Sa-saya tidak melakukan itu, Tuan. Mana mungkin saya berani!” sanggah Cantika dengan suara bergetar. Sementara itu, Jack tak dapat lagi menahan dirinya terlalu lama. Lantaran melihat wajah gadis di depannya ini sudah memerah. Tangan besar itu mulai menarik pakaian Cantika. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, Cantika mendorong Jack untuk menyingkir dari atas tubuhnya. Nihil, lelaki itu malah menarik pakaiannya sehingga robek. “Saya mohon jangan lakukan ini, Tuan.” Cantika menutupi pakaian robek yang memperlihatkan tubuh putihnya. Gadis itu terus mundur beberapa langkah, sampai tubuhnya mentok ke arah pintu. Ia segera berbalik, menggedor pintu tersebut lagi. “Tolong, siapapun buka pintu ini! Aku mohon!” “Tidak ada siapa pun yang mau membukakan pintu untukmu. Mungkin salah satu dari majikanmu sengaja melakukan itu.” Jack berjalan dengan perlahan mendekat Cantika. “Tidak, mana mungkin mereka begitu.” Cantika menggigit bibirnya kuat, menahan perasaan sesak di dalam dada. Menurut gadis itu, apa yang dikatakan Jack adalah benar. Namun, ia masih berharap kalau ini hanya ketidaksengajaan saja. Sehingga terus berharap ada seseorang yang membukakan pintu. “Sudahlah, kau nikmati saja apa yang akan aku lakukan kepadamu!” Jack menarik tangan gadis itu dengan kuat, supaya mendekat kepadanya. Tubuh Cantika menegang, perasaan yang dirasakannya sekarang adalah perasaan takut. Saat Jack ingin mengecup bibir gadis itu lagi, pintu terbuka dengan lebar. Di sana terlihat Andika berekspresi datar. Bak seperti seseorang yang sedang melihat penyelamat, Cantika merasa sangat senang sekali. Gadis itu menatap sang suami dengan mata berkaca-kaca. “Tuan, Anda akhirnya datang.” Cantika melepaskan tangan Jack dan berlari ke belakang Andika. “Apa yang sedang kau lakukan sekarang, Jack?” tanya Andika dengan wajah datar. “Apalagi yang aku lakukan kepada pelayanmu itu? Kalau bukan melakukan cinta satu malam yang menggairahkan!” Tawa Jack menggelegar memenuhi ruangan, ia merasa lucu dengan pertanyaan dari Andika. Andika menoleh menatap Cantika yang berada di belakangnya, gadis itu malah menggelengkan kepalanya pelan dan semakin bersembunyi di belakang punggung besar dirinya. Mata elang Andika menatap tajam Jack, tangannya bahkan mengepal dengan kuat. Gigi terus bergemerutuk menahan perasaan amarah di dalam dada. “Kenapa wajahmu terlihat sangat marah seperti itu? Bukankah dia hanya pelayan rendah—,” perkataan Jack terpotong akibat bogem mentah mendarat di wajahnya. Andika memukuli Jack dengan membabi-buta, tak memperdulikan kalau lelaki yang sekarang dirinya pukuli adalah rekan bisnisnya sendiri. “Sialan kau!” Jack menyeka sudut bibirnya yang berdarah. “padahal mungkin istrimu sendiri yang memasukkan obat perangsang di dalam anggur itu, sehingga membuatku menjadi begini!” Pengakuan dari Jack membuat darah Andika menjadi mendidih, sehingga menginginkan memukuli lelaki itu lagi. “Hei, tenang, Kawan! Coba kau tanyakan kepada pelayan itu, siapa yang memberikan botol anggur ini kepadanya.” Jack menunjuk Cantika yang berada di belakang. “Katakan dengan jujur, siapa yang memberikanmu anggur ini?” tanya Andika dengan nada tinggi. Wajah Cantika menjadi pucat, tubuhnya menjadi gemetaran hebat. Bibir pun terasa kelu untuk menjawab pertanyaan dari sang suami. “Katakan kepadaku, siapa!” bentak Andika sehingga membuat gadis tersebut tersentak.“N-nyonya Kartika yang memberikan anggur ini kepada saya, Tuan,” jawab Cantika dengan gugup. Andika mengarahkan tinjunya ke arah pintu, sehingga darah segar mulai mengalir dari tangannya. Cantika dengan sigap mendekat kepada sang suami, ia mengambil tangan Andika menatap nanar darah segar yang terus mengalir itu. “Kenapa Anda malah melakukan ini? Ayo kita obati dulu, takutnya malah jadi infeksi.” Cantika menarik tangan sang suami keluar. Sebenarnya tak tahu di mana kotak obat berada, sehingga gadis kecil tersebut hanya mengelilingi kediaman besar itu sedari tadi. “Lepaskan!” Andika menepis tangan Cantika. “Tapi luka di tangan Anda harus segera diobati, Tuan,” ucap Cantika dengan tatapan penuh kekhawatiran. “Tak perlu diobati, karena ada yang lebih penting dari itu. Tentang kau mengatakan kebohongan di ruangan tadi, mana mungkin Kartika adalah wanita seperti itu. Jadi katakan saja yang sejujurnya, siapa yang memberikan botol anggur berisi obat itu kepadaku!” paksa Andika dengan
“Tikus!” jerit Cantika dengan suara nyaring. Wajah gadis itu sangatlah pucat, ia sangat ketakutan dengan binatang pengerat tersebut. Sehingga membuatnya tak bisa berpikiran jernih dan terus berteriak sedari tadi. Andika kebetulan tak jauh dari sana pun bergegas berlari menghampiri asal suara seseorang yang berteriak, ia takut kalau Jack yang masih berada di rumah ini menghampiri sang pelayan. Pintu lelaki itu buka dengan kasar, tak peduli kalau pintunya lepas karena ulahnya. Yang terpenting adalah menyelamatkan gadis terlihat lemah tersebut dari seseorang seperti Jack. Nihil, ternyata gadis tersebut sekarang hanya sendiri. Berdiri di atas kasur sambil memegangi sapu dengan wajah pucat. “Apa yang terjadi sehingga kau berteriak dengan keras seperti itu?” tanya Andika, wajah lelaki itu merengut. “Itu ada tikus.” Tunjuk Cantika ke pojok ruangan, di sana ada satu ekor tikus kecil. Andika mendesah, tak habis pikir gadis itu malah ketakutan dengan binatang yang sangatlah kecil. Mungki
Kartika berdecak kesal mendengar perkataan Cantika yang membela diri, “Tapi apapun perkataanmu, kau tetaplah istri kedua yang tak akan pernah mendapatkan hati Andika sampai kapan pun!” Perempuan itu langsung bergegas pergi dari sana dengan ekspresi penuh amarah. Ia merasa kehabisan kata-kata untuk melawan Cantika, karena yang dikatakan gadis tersebut adalah benar. Sedangkan Cantika baru bisa bernafas lega, lantaran bisa terhindar dari Amar yang mengerikan dari Kartika. “Kenapa dia selalu saja menarik rambutku? Kalau dia terus melakukan itu, bisa-bisa rambutku yang panjang ini akan habis,” ringis Cantika menahan rasa sakit yang masih terasa. Di dalam hati kecilnya merasa sangat tersakiti oleh perkataan dari Kartika. Namun, ia tak menolak fakta itu karena memang benar sepertinya tidak akan pernah mengalahkan Kartika sebagai istri pertama. Lalu bukankah dirinya tidak ada niatan untuk memiliki perasaan kepada Andika, gadis itu menikah
Kartika memandang datar kepada gadis yang berada di depannya sekarang ini. “Apa yang kau lihat?”Cantika menggelengkan kepalanya pelan. “Tidak ada, Nyonya!”“Bagus, memang sepatutnya seperti itulah pelayan. Jangan pernah mencampuri apa yang dilakukan oleh majikan sendiri.” Kartika bersedekap dada, senyum sinis terukir di bibirnya. “ah, iya! Antarkan makan siang ke kamar.”Setelah mendengar perintah perempuan itu, Cantika segera melangkahkan kakinya ke ruang makan.“Eh, ada apa? Kenapa Nyonya Kartika tidak turun?” Gadis yang membantu memasak tadi memberondong pertanyaan kepada Cantika.“Nyonya ingin makan di dalam kamar saja, jadi memintaku untuk membawa semuanya ke kamar.” Cantika ingin mengangkat semuanya satu-persatu.“Kalau kau membawanya seperti itu, nanti Nyonya Kartika malah akan marah. Di sana ada troli untuk membawa beberapa hidangan sekaligus.” Gadis yang masih belum diketahui namanya itu menunjuk ke sudut dapur.
Wajah Cantika menjadi menegang, merasakan kalau sebenarnya gadis yang ada di depannya ini menyimpan sesuatu darinya. Namun, sama seperti tadi Diana hanya tertawa kecil melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Cantika.“Astaga, kenapa wajah kamu tegang terus sih dari tadi? Seperti seseorang yang menyimpan sesuatu saja,” kekeh Diana ia seakan sedang mengamati gadis tersebut.Cantika menetralkan wajahnya yang tegang, lalu mulai mengatakan alasan apa akhirnya berada di sini. “Em, bukan apa-apa sih. Aku hanya teringat dengan ayahku yang dirawat di rumah sakit, jadi memerlukan banyak biaya sedangkan aku tidak bekerja. Terus mendengar lowongan pekerjaan sebagai pelayan di sini, lalu melamar.”Senyuman canggung terukir di bibir Cantika, tetapi ia berusaha untuk membuat Diana percaya kepadanya. Lagi pula alasan yang dirinya katakan itu tidak sepenuhnya salah. “Em, begitu. Sepertinya kau harus menahan dirimu di tempat seperti ini untuk waktu yang l
Tak Cantika pedulikan lagi tentang ponselnya yang jatuh. Gadis tersebut berlari ke kamar di mana Kartika dan Andika berada, tidak mungkin ia tak minta izin dari mereka berdua. Sehingga tanpa ada rasa ragu mengetuk pintu tersebut dengan cepat.“Bisa tidak sih mengetuk pintunya pelan-pelan saja!” ketus Kartika dengan wajah sinisnya.Bukannya menjawab, bulir bening malah meluncur dengan deras dari kedua mata Cantika. Ia tak kuasa mengatakan apapun dari bibir mungilnya.Kartika merasa terkejut melihat itu, lantas mendorong Cantika untuk mundur supaya bisa menutup pintu kamar.“Cengeng banget jadi perempuan, dibentak sedikit saja nangis.” Kartika bersedekap dada, tak peduli dengan perasaan gadis itu.“Saya ingin izin pergi ke rumah sakit hari ini, karena keadaan ayah saya memburuk,” ucap Cantika terisak, tak dapat mengatakan dengan benar. “Paling ayahmu itu sebentar lagi akan mati. Jadi apa gunanya kau k
Andika merasa tertampar dengan apa yang dikatakan oleh Cantika. Ia pun segera melepaskan cengkraman tangan dan beralih menatap keluar jendela.“Maaf,” gumam Andika pelan, nyaris tak terdengar di telinga.Cantika meringis kesakitan, lantaran pergelangan tangannya semakin terasa nyeri. Gadis itu pun memilih memijat perlahan, berharap akan mengurangi rasa sakitnya. Namun, malah bertambah sakit sehingga Andika menoleh ke arahnya.Kedua pasangan suami-istri itu bersitatap, tetapi hanya beberapa menit saja kembali memandang ke arah lain. Suasana pun menjadi sangat canggung.Waktu pun berjalan terasa lambat sekali untuk sampai ke rumah sakit yang dimaksud. Sesekali Andika akan melirik ke arah jam tangannya, sementara Cantika terus memainkan jemari mungil miliknya.“Tuan, kita sudah sampai di rumah sakit Merah Putih!”Perkataan sang sopir membuat Cantika bisa bernafas lega. Gadis itu lantas segera turun dari mobil mewah Rolls-Royce, memb
Andika terus memperhatikan wajah Cantika yang memerah. Gadis itu terlihat sangat cantik bahkan saat terpejam, bulu matanya yang lentik, hidungnya yang pesek dan kedua pipi yang memiliki lesung pipit menambah keimutan istri kecilnya.Sehingga tangannya tanpa sadar mulai mencubit kedua pipi Cantika dengan keras, membuat gadis tersebut meringis kesakitan.“Apa yang Anda lakukan, Tuan?” Cantika mengelus pipinya yang habis dicubit, wajahnya terlihat mengerut lantaran merasa kesakitan.Andika malah berbalik, lalu membuka kunci pintu itu. Lelaki tersebut keluar tanpa mengatakan apa pun. Membuat Cantika mengekor di belakang, ternyata di sana sudah ada satu suster yang menunggu dengan kertas di tangannya.“Ini resep obat, silahkan tebus di apotek.” Suster menyerahkan selembar kertas kepada Cantika.Cantika hanya bisa menutupi rasa malunya dengan tersenyum. Ia mengira, kalau suster itu sedari tadi menunggu pintu terbuka.