Cantika membelalakkan mata menatap Kartika yang sekarang berdiri di depan matanya. Namun, seketika ia baru saja teringat kalau perempuan itu dilarang untuk mendekati dirinya.
“Bukankah Anda dilarang untuk bertemu dengan saya, tetapi kenapa Anda malah mengatakan omong kosong itu supaya saya datang kemari?” Cantika menaikkan sebelah alisnya menatap ke arah Kartika. Kartika berdecak kesal mendengar hal itu, karena ia merasa kalau Cantika mengira adalah seseorang yang pantas untuk ia temui, padahal nyatanya tidak seperti itu. Semuanya ia lakukan untuk dirinya sendiri, perempuan tersebut tidak peduli apapun yang terjadi kepada gadis kecil itu. Hanya saja Kartika harus menahan diri, supaya tidak terlalu terlihat kalau ia sekarang disuruh oleh Jack dan tentu saja tujuannya ingin mendapatkan Andika, sumber uang yang tak akan pernah habis. “Sebaiknya kita duduk dulu di sana, karena aku sudah memesan tempat khu“Tidak mungkin! Anda pasti berbohong kepada saya!” Cantika menggeleng kepalanya pelan sambil semakin derasnya linangan air mata.Kartika tersenyum tipis menatap Cantika. “Mulutmu berkata tidak percaya, tetapi hatimu malah membenarkan apa yang aku katakan.”Cantikan menyentuh kedua pipinya yang sekarang sudah basah akibat linangan air mata semakin deras. Ia dengan cepat mengambil tisu yang berada di depan mata.“Dia memang yang menabrak ayahmu, coba kau tanyakan saja kepada dia. Tapi pasti dia akan berbohong kepadamu, karena orang seperti dia mana mungkin mengakui kesalahannya dengan mudah seperti itu.” Kartika menepuk pundak Cantika, ia pun kemudian pergi menjauh dari sana.Karena Kartika tahu sekarang sudah hampir lima menit, membuat ia memilih untuk pergi lebih awal, supaya tidak ketahuan oleh para penjaga Cantika. Saat perempuan tersebut melewati satu meja, ia menatap dan menganggukkan kepala kepada orang yang duduk di sana.Orang itu
Andika yang bagus saja pulang dari bekerja merasa sangat lelah sekali. Alhasil ia ingin menemui Cantika supaya bisa menghilangkan rasa penat dirasa. Akan tetapi, sudah mencari kesana-kemari gadis kecil tersebut tidak berada di manapun. Andika menjadi melangkah untuk mencari keberadaan Cantika. Lelaki tersebut membuka semua ruangan yang berada di dalam kediamannya, tanpa terlewat satu pun sampai di tempat terakhir, yaitu kamar Maura.Kamar Maura yang tidak dikunci membuat gadis di dalamnya menjadi terkejut dan langsung beranjak dari duduknya saat pintu dibuka tanpa permisi. Ia terlihat takut-takut menatap ke arah Andika, lantaran ekspresi dari lelaki itu sangat berbeda dari biasanya. Yaitu lebih dingin dan kejam. “Ke mana Cantika? Aku sudah mencarinya di seluruh kediaman ini, tetapi dia tidak kunjung terlihat di manapun!” Andika menatap penuh selidik kepada Maura. Maura menjadi gelagapan lantaran yang merasa terkejut karena s
Andika menendang pintu rumah Kartika dengan kuat sampai membuat pintu tersebut terbuka lebar. Terlihat di sana perempuan itu sedang memakai masker wajah dan hanya menggunakan jubah mandi saja duduk di ruang tamu. “Kalau masuk seharusnya ketuk dulu pintunya, jangan malah didobrak seperti itu.” Kartika melepas timun yang berada di matanya, ia terlihat tenang menatap Andika. “Untuk apa aku mengetuk pintumu? Sedangkan aku datang kemari bukan untuk berbicara baik-baik!” Andika mendekat dan menarik jubah Kartika supaya perempuan itu berdiri. Akan tetapi, tak diduga oleh Andika Kartika terlihat sangat tenang sekali, tidak ada raut ketakutan yang terukir di wajah perempuan tersebut. Sehingga membuat ia menjadi merasa sangat heran sekali. “Lepaskan dulu!” Kartika menepis tangan Andika dengan kasar, tetapi tak kunjung membuat lelaki itu melepaskan cengkraman.“Katakan dulu di mana Cantika! Aku sangat yakin kalau kau yang menyembunyikannya!” Mata elang Andika menatap penuh mengintimidasi kep
"Kau harus memberikan aku keturunan dalam kurun waktu satu tahun. Kalau kau tidak bisa, maka akan dipastikan ayahmu tak akan mendapatkan perawatan lagi!" Lelaki tampan itu mencengkram rahang seorang gadis muda. Gadis itu meringis kesakitan dengan apa yang lelaki tersebut lakukan. "Kalau Anda menghentikan perawatan kepada ayah saya, maka ayah saya tidak akan bertahan!" "Ya, memang benar ayahmu tidak akan bertahan. Untuk itu, kau harus secepat mungkin memberikan aku keturunan atau ayahmu akan mati." Lelaki itu mendorong gadis muda tersebut sehingga jatuh ke lantai. Lantas keluar dari kamar pengantin yang sudah dipersiapkan. Seharusnya ini malam membahagiakan, tetapi justru menjadi sebuah neraka bagi gadis muda yang bernama Cantika Putri Sari. “Ya, Tuhan ….” Lirih gadis itu meringis ketika merasakan perih pada telapak tangannya. Belum lagi gaun pengantin yang dirancang oleh desainer ternama itu harus robek oleh perbuatan sang suami, yang baru saja menikahinya dalam hitungan jam.
Tubuh Cantika menggigil, tak sanggup menahan rasa sakit yang menyayat bagian bawahnya. "Ugh, Tuan! Pe-pelan-pelan, sakit!" jerit gadis muda itu. Namun lelaki bertubuh besar itu, Andika, seakan tak peduli pada gadis kecil yang terus menderita. Mata Andika terpancar keganasan saat ia terus memacu kekuatannya, tak peduli bahwa Cantika merasa kesakitan. Ia menemui puncak kepuasan seorang diri, sementara Cantika hanya bisa menangis, air mata tak henti-hentinya mengalir. Tampak jelas perbedaan kekuatan di antara keduanya. Setelah selesai, Andika menatap noda merah yang membasahi seprai putih dengan tatapan puas, seringai muncul di sudut bibirnya. "Ternyata kau masih perawan. Baguslah, aku jadi tidak terlalu rugi mengeluarkan banyak uang!" Tubuh mungil Cantika tak sanggup bertahan atas perlakuan kasar dari Andika, kesakitan dan ketakutannya semakin nyata. Di dalam hati Cantika merasa hancur, memar kebiruan menghiasi tubuhnya akibat cengkraman tangan besar sang suami. Namun, kekuatan un
Perempuan itu tidak mempedulikan permohonan dari gadis tersebut, Kartika terus berusaha menarik Cantika untuk mendekat kepadanya. Karena tubuh gadis itu kecil tentu saja dia kalah dengan tenaga perempuan tersebut, sehingga memilih pasrah apa pun yang akan dilakukan oleh Kartika kepadanya. Cantika memejamkan mata dengan jantung yang berdebar kencang, perasaannya menjadi tidak menentu membayangkan apa yang akan perempuan tersebut lakukan. Kening perempuan itu mengerut menatap gadis yang berada di depannya, sehingga membuat ia menyentak tangan Cantika dengan kasar. "Sudah selesai, cepat kau keluar sekarang kerjakan semua pekerjaanmu! Aku tidak ingin kalau ada sedikit pun debu yang menempel di rumahku ini, camkan itu!" gertak Kartika dengan wajah merah padam. Gadis itu berjalan keluar dengan tertatih-tatih, terlihat sulit sekali melangkahkan kakinya. Membuat Kartika menjadi mencebik, lantaran cemburu. "Bilangnya tidak suka, tapi setiap tubuhnya penuh dengan tanda merah!" gerut
“Apa kau tidak bisa melakukannya dengan perlahan saja?” Rahang Andika mengeras, matanya terbelalak dan pipinya memerah akibat rasa malu yang menyelimuti dirinya. Pakaian mahalnya kini bernoda kopi panas yang tumpah akibat ketidakhati-hatian pelayan baru, Cantika. “Maaf, Tuan. Saya tidak sengaja karena ada sesuatu yang membuat saya terjatuh,” ucap Cantika lirih, sambil melirik sekilas ke arah Kartika. “Kenapa kau menatapku seperti itu?" ujar Kartika, mendelik penuh amarah. Alisnya menyatu, dan bola matanya memancarkan api kemarahan. "seorang pelayan rendahan beraninya menatap nyonya rumah sepertiku! Apa kau ingin menuduhku melakukan hal hina seperti itu?” Wajahnya merah padam sekaligus merasa bersalah karena di sini, salahnya sendiri yang menyebabkan kesalahan. Cantika menundukkan kepala, menggigit bibir bawahnya untuk menahan emosi yang memuncak, merasa ditekan oleh tatapan tajam suaminya yang membuatnya ingin menangis. “Saya tidak bermaksud menuduh Anda, hanya saja kaki saya
Cantika berusaha menetralkan degup jantungnya yang terkejut dan berusaha berpikir positif, karena ingat dengan perkataan dari Kartika. Namun, tetap saja merasa susah lantaran hanya ada satu orang yang berada di ruangan ini. Bukankah Kartika berkata kalau ia harus menghibur para tamu, berarti bukan hanya satu orang saja? “Saya membawakan anggur untuk, Tuan.” Cantika membuka tutup botol itu untuk mempercepat pekerjaannya. Lelaki tampan bermata coklat tersebut tersenyum tipis, matanya terus menatap ke rok yang Cantika kenakan. “Kau harus layani aku dengan benar, Cantik! Karena aku tak suka kalau ada sedikit pun kesalahan.” Cantika berusaha tersenyum, walau pun terasa sangat sulit sekarang dilakukan. “Baik, saya akan melayani Anda tanpa melakukan kesalahan apa pun.” Tangan mungil tersebut berusaha menggapai gelas kosong yang disediakan di sana, tetapi baru saja menyentuhnya tangan lelaki asing itu sudah memegangi tangan Cantika. “Tuan, saya ingin mengambil gelas itu. Jadi saya