Share

3. Merasa cemburu

Perempuan itu tidak mempedulikan permohonan dari gadis tersebut, Kartika terus berusaha menarik Cantika untuk mendekat kepadanya.

Karena tubuh gadis itu kecil tentu saja dia kalah dengan tenaga perempuan tersebut, sehingga memilih pasrah apa pun yang akan dilakukan oleh Kartika kepadanya.

Cantika memejamkan mata dengan jantung yang berdebar kencang, perasaannya menjadi tidak menentu membayangkan apa yang akan perempuan tersebut lakukan.

Kening perempuan itu mengerut menatap gadis yang berada di depannya, sehingga membuat ia menyentak tangan Cantika dengan kasar.

"Sudah selesai, cepat kau keluar sekarang kerjakan semua pekerjaanmu! Aku tidak ingin kalau ada sedikit pun debu yang menempel di rumahku ini, camkan itu!" gertak Kartika dengan wajah merah padam.

Gadis itu berjalan keluar dengan tertatih-tatih, terlihat sulit sekali melangkahkan kakinya. Membuat Kartika menjadi mencebik, lantaran cemburu.

"Bilangnya tidak suka, tapi setiap tubuhnya penuh dengan tanda merah!" gerutu Kartika dengan bibir terus cemberut.

Sekarang Cantika sangat kesulitan sekali untuk berjalan turun dari tangga. Setiap beberapa anak tangga, ia memilih berhenti sejenak.

"Sakit sekali!" ringis Cantika dengan tangan memegang pangkal pahanya.

Namun, tetap saja memilih melangkahkan kaki. Karena sadar diri akan siapa dirinya, seseorang yang dibeli dengan harga mahal.

Andika ingin menaiki tangga menjadi terhenti, tatkala mata elangnya menangkap seorang gadis meringis di salah satu anak tangga.

Lantas lelaki itu segera naik ke tangga, tampak beberapa kerutan di dahi mengingat-ingat tentang siapa gadis tersebut.

"Siapa kau? Baru pertama kali aku melihatmu di sini," tanya Andika kebingungan.

Hati gadis itu terasa sangat perih, bak tertusuk sebuah pisau yang amat tajam mendengar suaminya sendiri tidak mengenalinya.

"Sa-saya adalah pelayan baru," ucap Cantika dengan menggigit bibir bawahnya.

"Kenapa dengan kakimu itu? Kalau kau sakit, jangan bekerja. Nanti malah akan mengganggu pelayan lain!" tegur Andika dengan wajah dinginnya.

Cantika menundukkan kepala, tidak berani menatap sang suami. "Saya berusaha tidak akan merepotkan pelayan atau Anda, Tuan," ucapnya dengan terbata-bata.

Andika menelisik penampilan Cantika sekarang, matanya tampak awas. "Kalau kau berkata seperti itu, aku tak bisa memaksamu. Lagi pula kau sendiri yang akan kesakitan kalau terus memaksa diri." Lelaki itu segera naik ke atas tangga tanpa memandang ke arah belakang lagi.

Satu tetes bulir bening jatuh dari kedua sudut mata Cantika, ia menatap nanar kepada suaminya tersebut. "Padahal kita sudah melewati malam bersama, tapi kau malah tidak mengenali istrimu ini." Gadis itu meremas ujung roknya dengan kuat.

Merasa tidak ada gunanya menangisi lelaki yang adalah suaminya tersebut, memilih untuk segera turun ke bawah. Mulut mungil itu, terus meringis kesakitan lantaran Andika melakukan malam pertama mereka dengan kasar. Tak memikirkan bagaimana perasaan gadis itu sama sekali.

Cantika sekarang mengelap vas besar yang menjadi hiasan di setiap sudut rumah megah tersebut. Tangannya gemetar dengan bibir yang sudah semakin pucat, lantaran tidak kuat untuk terus memaksakan diri.

Saat Cantika melangkahkan kaki, merasa bumi sedang berputar sehingga kesulitan untuk berpijak. Tangan mungil itu pun menggapai apa pun yang bisa digapai untuk menahan tubuh supaya tidak jatuh.

Kartika melihat itu membuatnya semakin kesal, lantas mendekati Cantika. "Hei, pelayan baru!" panggilnya.

Dengan sisa-sisa tenaga Cantika menoleh, menatap istri pertama dari suaminya. "Ada apa?" tanyanya dengan lirih.

"Cepat buatkan lima gelas kopi hitam dan antarkan ke ruang tamu. Ingat, jangan melakukan kesalahan, karena yang datang adalah tamu penting!" ancam Kartika dengan menunjuk wajah Cantika penuh amarah.

"B-baik," jawab Cantika segera berlalu pergi.

Kartika mendengus kesal menatap Cantika, perasaan cemburu dirasakan setiap kali menatap gadis tersebut membuatnya tak bisa mengendalikan diri untuk tidak mengganggu istri muda sang suami.

Dengan angkuh berjalan menuju ke arah depan, tanpa mempedulikan madu yang tertatih-tatih berjalan ke arah salah. Lantaran Cantika tidak tahu di mana letak dapur.

Cantika merasa asing dengan rumah yang sekarang menjadi tempat tinggal ke depannya. Matanya terus melirik kesana-kemari, mencari keberadaan seseorang untuk ditanyai letak dapur ada di mana. Nihil, tak ada satu pun orang lewat di sana. Sehingga memilih untuk berjalan lurus ke depan.

"Kenapa tidak ada satu pun orang yang terlihat di rumah sebesar ini? Jangan bilang hanya aku yang jadi pelayan di sini?" Cantika merasa frustasi tak menemukan dapur yang sedari tadi dicari.

Rasa lelah, sekaligus haus dan sakit bercampur aduk. Ingin mengistirahatkan diri, dengan duduk sebentar tetapi khawatir kalau Kartika akan memarahinya.

"Ayo berjalan sedikit lagi, pasti aku akan menemukan di mana dapurnya!" Cantika mengepalkan tangan di udara, menguatkan dirinya sendiri.

Perlahan namun, pasti, ia menemukan dapur yang sejak tadi dicari. Mata gadis tersebut langsung berkaca-kaca, merasa sangat senang.

Tangan pun membuka satu-persatu lemari yang berada di sana, mencari keberadaan gula dan kopi. Saat sudah dapat, dengan cepat langsung membuatkan lima gelas kopi hitam.

Gadis tersebut segera menaruh semua gelas di atas nampan. "Sekarang aku harus mengantarkannya dengan cepat," ucap Cantika.

Langkahnya kali ini dipercepat, walau di antara kedua paha terasa semakin sakit. Namun, tak mungkin berlama-lama mengantarkan minuman ini.

Wajah Cantika terus mengerut lantaran menahan rasa sakit, tetapi dengan cepat mengubahnya kembali. Tidak ingin ada seseorang yang melihat dirinya.

Saat ingin sampai di ruang tamu, ia mulai memelankan langkah. Di sana Cantika melihat suaminya dirangkul oleh seorang perempuan . Mereka terlihat sangat mesra sekali, sehingga membuat sedikit rasa cemburu di dalam hati.

Karena rasa cemburu, tanpa sadar gelas menjadi ingin terjatuh, menimbulkan suara dentingan membuat semua orang menatap ke arahnya.

Kartika tersenyum menyeringai, lalu semakin erat merangkul Andika. Mengatakan kalau lelaki itu adalah miliknya. "Seharusnya kau kemari, bukan malah cuma diam di sana!" panggilnya.

"Maafkan saya." Cantika menundukkan kepala, menahan bulir bening yang ingin jatuh dari kedua sudut matanya.

Langkah kakinya semakin cepat sambil beberapa kali menggigit bibir supaya tidak mengeluarkan suara kalau sedang kesakitan.

Satu-persatu gelas ditaruh tempat di depan para tamu, sekarang tinggal Kartika dan Andika saja belum mendapatkan minuman mereka.

Cantika merasa ragu untuk mendekat, tetapi perempuan itu memanggil supaya ia mempercepat pekerjaannya. Gadis tersebut memilih menundukkan kepala, menahan rasa sesak di dada, sehingga tak sadar kalau ada satu kaki mencegat langkahnya.

Gadis tersebut menjadi tersandung, membuat gelas berisi kopi panas itu menjadi tumpah ke celana Andika. Membuat wajah Cantika menjadi menegang dengan keringat dingin membanjiri kening.

Tanpa sadar tangan Cantika lekas meraih tisu yang berada di meja untuk membersihkan bekas tumpahan kopi itu. "Maafkan saya! Saya tidak sengaja melakukannya, Tuan!" ucapnya panik.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status