Cantika berusaha menetralkan degup jantungnya yang terkejut dan berusaha berpikir positif, karena ingat dengan perkataan dari Kartika.
Namun, tetap saja merasa susah lantaran hanya ada satu orang yang berada di ruangan ini. Bukankah Kartika berkata kalau ia harus menghibur para tamu, berarti bukan hanya satu orang saja? “Saya membawakan anggur untuk, Tuan.” Cantika membuka tutup botol itu untuk mempercepat pekerjaannya. Lelaki tampan bermata coklat tersebut tersenyum tipis, matanya terus menatap ke rok yang Cantika kenakan. “Kau harus layani aku dengan benar, Cantik! Karena aku tak suka kalau ada sedikit pun kesalahan.” Cantika berusaha tersenyum, walau pun terasa sangat sulit sekarang dilakukan. “Baik, saya akan melayani Anda tanpa melakukan kesalahan apa pun.” Tangan mungil tersebut berusaha menggapai gelas kosong yang disediakan di sana, tetapi baru saja menyentuhnya tangan lelaki asing itu sudah memegangi tangan Cantika. “Tuan, saya ingin mengambil gelas itu. Jadi saya mohon lepaskan tangan saya.” Cantika berusaha menarik tangannya yang masih memar, belum diberikan obat apa pun. “Panggil aku Jack! Jangan terlalu kaku seperti itu, tapi aku lupa namamu siapa? Siapa ya?” Mata Jack terpejam, berusaha mengingat siapa nama pelayan di depannya sekarang. “Mana berani saya memanggil nama Anda, Tuan.” Cantika menolak dengan kepala menunduk, tak ingin memandang lelaki di depannya ini. “Aku yang memintamu untuk memanggil dengan namaku, jadi kau jangan menolak, Manis!” Jack menarik gadis tak diketahui namanya itu untuk duduk di samping, mata terpesona dengan keindahan tubuh sang gadis. Cantika merasa ditelanjangi oleh tatapan dari Jack, tetapi ia tak bisa melakukan apa pun untuk menghentikan lelaki tersebut menatapnya. Hanya bisa berharap supaya tamu sang suami tidak akan melakukan sesuatu. Jack memainkan dan menciumi rambut hitam panjang milik gadis itu. “Kau masih belum mengatakan siapa namamu kepadaku.” “Apa pentingnya nama saya bagi orang terhormat seperti Anda, Tuan,” tolak Cantika yang mulai merasa risih. Jack tertawa kecil mendengar penolakan dari gadis di depannya ini, “Berbanding terbalik dengan penampilanmu yang terlihat polos, ternyata kau adalah gadis pemberani. Baru pertama kali aku ditolak oleh gadis rendahan sepertimu,” katanya sinis. “Memang benar apa yang saya katakan. Nama saya tidaklah penting bagi, Tuan,” tegas Cantika dengan mata terus memandang datar ke depan. “Baiklah. Kalau seperti itu yang kau inginkan, aku tinggal mencari tahu namamu sendiri.” Jack melepaskan rambut gadis itu, lalu beralih kepada anggur di tangan sang pelayan. “tuangkan aku segelas!” Cantika beralih menatap Jack, lalu membuka tutup botol itu kembali dan menuangkannya dengan perlahan. Jack langsung meneguk segelas anggur itu sambil menatap Cantika. “Tuangkan lagi!” Lelaki itu kembali menyodorkan gelas kosongnya. Cantika terus menuangkan seperti permintaan lelaki yang ada di depannya ini tanpa ekspresi, tak ada sedikit pun ketertarikan kepada Jack. Padahal lelaki tersebut juga sama tampannya seperti sang suami, tetapi karena ia merasa sudah menikah tak ingin mengkhianati pasangannya. Jack melonggarkan dasinya, merasa gerah berada di sana. Cantika yang melihat itu segera menatap lelaki tersebut. “Apakah Tuan mau saya menaikan suhu pendinginnya?” tanya Cantika menatap lekat kepada lelaki itu. “Tak perlu, sepertinya bukan karena itu membuatku merasa kegerahan.” Jack melepaskan jas yang ia kenakan, lalu melempar asal ke sembarang arah. Gadis tersebut memandang sang tamu dengan tatapan kosong, tak ada ketakutan sedikit pun di matanya. Padahal tadi sempat merasa gemetar, merasa takut saat diperintahkan kemari. Hanya saja perkataan dari Kartika membuatnya menjadi terus menguatkan diri sedari tadi. “Kau tak takut saat melihat seorang lelaki melepaskan jas dan melonggarkan dasinya?” Jack mendekati Cantika, sekarang jarak mereka hanya berapa inchi saja. Cantika menoleh menatap Jack, pupil mata bergetar pertanda kalau dirinya sekarang sedang gelisah. “Tentu saja takut, tetapi ada orang yang lebih menakutkan dari, Tuan.” Jack menaikan sebelah keningnya, merasa tak mengerti dengan perkataan gadis di depannya sekarang ini. “Siapa orang yang lebih menyeramkan dariku? Padahal jelas-jelas setiap gadis polos sepertimu, pasti akan gemetar karena berada di dalam ruangan yang sama denganku!” Tak bohong kalau tidak memiliki perasaan takut dan gelisah saat berada di dalam ruangan sama dengan seorang lelaki asing. Apalagi lelaki itu sekarang melonggarkan pakaian dan melepaskan jasnya, tetapi apa yang mau Cantika sekarang lakukan? Berlari keluar? Jack hanya melakukan hal itu saja lantaran merasa kegerahan, jadi Cantika tak mungkin keluar dari sini tanpa alasan yang jelas. Bisa-bisa dirinya akan habis dibuat oleh Kartika, perempuan tersebut sangat mengerikan. “Tapi bukannya Anda tidak melakukan apa pun kepada saya? Jadi untuk apa saya merasa takut kalau Anda tak melakukan apa pun!” Cantika meneguk ludahnya beberapa kali, lantaran tenggorokan terasa kering setelah mengatakan itu. “Mulutmu berkata seperti itu, tetapi tingkah lakumu malah berkata sebaliknya. Kau gadis yang sangat menarik,” puji Jack dengan tertawa keras. Tak habis pikir kalau ada seorang gadis seperti pelayan yang berada di depannya ini. Jack merasa menemukan seseorang menarik dan ingin membawa gadis tersebut pergi ke kediamannya. Wajah gadis itu memerah, ia memilih memalingkan pandangan ke arah lain. Lantaran sangat malu ketahuan berbohong. “Kau tidak usah malu seperti itu. Aku sangat tahu betul, karena kau diperintahkan oleh majikanmu, mana mungkin kau menolaknya,” ucap Jack dengan menatap lekat Cantika. “Terima kasih atas pengertiannya. Tetapi sepertinya saya harus pergi dari sini, karena harus mengerjakan pekerjaan lain.” Cantika beranjak dari duduknya, namun tangannya ditarik oleh lelaki tersebut. “tolong lepaskan saya!” Jack menggelengkan kepalanya pelan, tak ingin melepaskan Cantika begitu saja. “Kau tetap di sini saja menemaniku, biarkan pelayan lain yang melakukan tugasmu!” “Saya tidak mungkin melakukan itu,” tolak Cantika, ia hanya beralasan supaya bisa pergi dari sana. “Bukankah majikanmu sendiri yang menyuruh untuk melayaniku di sini? Jadi seharusnya kau tetap duduk diam saja di sini, untuk melayaniku!” paksa Jack, ia menarik tangan Cantika untuk duduk kembali. Cantika menghela napas, tak habis pikir dengan tamu suaminya ini. Kenapa ia tidak diperbolehkan untuk pergi? Padahal Jack sudah menghabiskan sebotol anggur. “Baru pertama kali aku meminum anggur satu botol, tetapi tidak mabuk,” gumam Jack lirih. “Bukannya Anda sekarang mabuk? Lihatlah wajah Anda, sangat kentara sekali kalau mabuk,” jawab Cantika dengan bibir cemberut, tak habis pikir dengan lelaki di depannya. “Kau benar, aku mabuk. Hanya saja bukan karena anggur itu, tapi karenamu! Wajah cantik dan tubuh mungilmu membuatku menjadi mabuk, ingin sekali aku merengkuh tubuh mungilmu ini di dalam pelukanku.” Tatapan Jack terlihat berbeda, matanya menatap liar kepada Cantika. Cantika merasa tak nyaman dengan tatapan itu, ia merasakan firasat buruk sehingga membuatnya menjadi beranjak dari kursinya. Sayang, Jack dengan cepat merengkuh tubuh mungil itu di dalam pelukannya. “Aku kan sudah bilang jangan pergi, tetapi kenapa kau malah ingin pergi meninggalkanku sendiri di sini?” Jack menindih tubuh mungil Cantika, sehingga membuat gadis tersebut meronta. Cantika sadar kalau seorang lelaki yang sedang mabuk dapat melakukan hal tidak baik, sama seperti Andika tadi malam. Tubuhnya saja masih terasa sangat sakit sekali. “Tuan, saya harus pergi sekarang juga. Karena Anda sudah sangat mabuk.” Cantika terus meronta ingin terlepas dari Jack. “Aku kan sudah bilang kepadamu, kalau sekarang aku masih sangatlah sadar! Apa kau tidak percaya kepadaku?” tanya Jack dengan aroma anggur yang keluar dari mulutnya. Aroma anggur itu mengingatkan Cantika kepada sang suami, sehingga tanpa sadar setetes bulir bening keluar dari sudut matanya. Tangan besar milik Jack menyeka bulir bening itu. “Kau menangis? Apa aku membuatmu kesakitan?” “Tidak, Tuan. Hanya saja saya teringat seseorang yang telah menyakiti saya,” jawab Cantika lirih, napasnya terasa sesak teringat itu. Tiba-tiba Jack mencium bibir merah milik Cantika, sehingga membuat gadis itu terkejut dan mendorong lelaki tersebut menjauh. “Apa yang Anda lakukan, Tuan!” Cantika beranjak dari sofa itu, lalu berjalan cepat menuju keluar. Namun, dengan cepat Jack menariknya kembali ke kasur yang berada di dalam ruangan tersebut. Lelaki itu menidih dengan kuat tanpa mempedulikan Cantika. “Kau gadis yang sangat menarik, makanya kau harus menjadi milikku!” Cantika berusaha sekuat tenaga melepaskan diri dari Jack, sehingga sekarang ia sudah berhasil sampai di depan pintu. Nihil, pintu itu malah terkunci dari luar, sehingga membuat gadis tersebut semakin ketakutan. Tangan mungil Cantika memukuli pintu dengan kuat, berharap ada seseorang yang mendengarnya. “Apa ada orang di luar? Tolong buka pintu ini, pintunya terkunci dari luar!” teriak Cantika dengan nyaring, berharap pintu segera terbuka.Jantung Cantika berdetak dengan kencang, bulir bening pun meluncur dengan deras dari kedua sudut matanya. Tangan mungil memukuli pintu dengan kuat dan mulut terus berteriak meminta pertolongan, berharap di luar sana ada seseorang yang lewat dan membukakan pintu untuknya. “Jangan takut seperti itu, Cantik. Aku hanya akan mengajakmu bersenang-senang saja.” Jack menuangkan anggur ke gelas hingga penuh , lalu diberikan kepada Cantika. Tubuh Cantika gemetar, kepalanya terus menggeleng dengan cepat. “Saya tidak mau!” Jack menatap tajam kepada gadis tersebut, tak terima dengan penolakan. “Aku hanya memberikanmu segelas anggur, bukan racun. Jadi minum!” Lelaki itu mencengkram rahang gadis tersebut dengan kuat, lalu memasukan paksa segelas anggur ke dalam mulut Cantika. “Minum!” teriak Jack dengan nada memaksa, tak suka penolakan yang dilakukan gadis itu sedari tadi. Cantika memilih memuntahkan anggur itu dari mulutnya, sehingga sekarang pakaian yang ia kenakan menjadi basah. “Kau masi
“N-nyonya Kartika yang memberikan anggur ini kepada saya, Tuan,” jawab Cantika dengan gugup. Andika mengarahkan tinjunya ke arah pintu, sehingga darah segar mulai mengalir dari tangannya. Cantika dengan sigap mendekat kepada sang suami, ia mengambil tangan Andika menatap nanar darah segar yang terus mengalir itu. “Kenapa Anda malah melakukan ini? Ayo kita obati dulu, takutnya malah jadi infeksi.” Cantika menarik tangan sang suami keluar. Sebenarnya tak tahu di mana kotak obat berada, sehingga gadis kecil tersebut hanya mengelilingi kediaman besar itu sedari tadi. “Lepaskan!” Andika menepis tangan Cantika. “Tapi luka di tangan Anda harus segera diobati, Tuan,” ucap Cantika dengan tatapan penuh kekhawatiran. “Tak perlu diobati, karena ada yang lebih penting dari itu. Tentang kau mengatakan kebohongan di ruangan tadi, mana mungkin Kartika adalah wanita seperti itu. Jadi katakan saja yang sejujurnya, siapa yang memberikan botol anggur berisi obat itu kepadaku!” paksa Andika dengan
“Tikus!” jerit Cantika dengan suara nyaring. Wajah gadis itu sangatlah pucat, ia sangat ketakutan dengan binatang pengerat tersebut. Sehingga membuatnya tak bisa berpikiran jernih dan terus berteriak sedari tadi. Andika kebetulan tak jauh dari sana pun bergegas berlari menghampiri asal suara seseorang yang berteriak, ia takut kalau Jack yang masih berada di rumah ini menghampiri sang pelayan. Pintu lelaki itu buka dengan kasar, tak peduli kalau pintunya lepas karena ulahnya. Yang terpenting adalah menyelamatkan gadis terlihat lemah tersebut dari seseorang seperti Jack. Nihil, ternyata gadis tersebut sekarang hanya sendiri. Berdiri di atas kasur sambil memegangi sapu dengan wajah pucat. “Apa yang terjadi sehingga kau berteriak dengan keras seperti itu?” tanya Andika, wajah lelaki itu merengut. “Itu ada tikus.” Tunjuk Cantika ke pojok ruangan, di sana ada satu ekor tikus kecil. Andika mendesah, tak habis pikir gadis itu malah ketakutan dengan binatang yang sangatlah kecil. Mungki
Kartika berdecak kesal mendengar perkataan Cantika yang membela diri, “Tapi apapun perkataanmu, kau tetaplah istri kedua yang tak akan pernah mendapatkan hati Andika sampai kapan pun!” Perempuan itu langsung bergegas pergi dari sana dengan ekspresi penuh amarah. Ia merasa kehabisan kata-kata untuk melawan Cantika, karena yang dikatakan gadis tersebut adalah benar. Sedangkan Cantika baru bisa bernafas lega, lantaran bisa terhindar dari Amar yang mengerikan dari Kartika. “Kenapa dia selalu saja menarik rambutku? Kalau dia terus melakukan itu, bisa-bisa rambutku yang panjang ini akan habis,” ringis Cantika menahan rasa sakit yang masih terasa. Di dalam hati kecilnya merasa sangat tersakiti oleh perkataan dari Kartika. Namun, ia tak menolak fakta itu karena memang benar sepertinya tidak akan pernah mengalahkan Kartika sebagai istri pertama. Lalu bukankah dirinya tidak ada niatan untuk memiliki perasaan kepada Andika, gadis itu menikah
Kartika memandang datar kepada gadis yang berada di depannya sekarang ini. “Apa yang kau lihat?”Cantika menggelengkan kepalanya pelan. “Tidak ada, Nyonya!”“Bagus, memang sepatutnya seperti itulah pelayan. Jangan pernah mencampuri apa yang dilakukan oleh majikan sendiri.” Kartika bersedekap dada, senyum sinis terukir di bibirnya. “ah, iya! Antarkan makan siang ke kamar.”Setelah mendengar perintah perempuan itu, Cantika segera melangkahkan kakinya ke ruang makan.“Eh, ada apa? Kenapa Nyonya Kartika tidak turun?” Gadis yang membantu memasak tadi memberondong pertanyaan kepada Cantika.“Nyonya ingin makan di dalam kamar saja, jadi memintaku untuk membawa semuanya ke kamar.” Cantika ingin mengangkat semuanya satu-persatu.“Kalau kau membawanya seperti itu, nanti Nyonya Kartika malah akan marah. Di sana ada troli untuk membawa beberapa hidangan sekaligus.” Gadis yang masih belum diketahui namanya itu menunjuk ke sudut dapur.
Wajah Cantika menjadi menegang, merasakan kalau sebenarnya gadis yang ada di depannya ini menyimpan sesuatu darinya. Namun, sama seperti tadi Diana hanya tertawa kecil melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Cantika.“Astaga, kenapa wajah kamu tegang terus sih dari tadi? Seperti seseorang yang menyimpan sesuatu saja,” kekeh Diana ia seakan sedang mengamati gadis tersebut.Cantika menetralkan wajahnya yang tegang, lalu mulai mengatakan alasan apa akhirnya berada di sini. “Em, bukan apa-apa sih. Aku hanya teringat dengan ayahku yang dirawat di rumah sakit, jadi memerlukan banyak biaya sedangkan aku tidak bekerja. Terus mendengar lowongan pekerjaan sebagai pelayan di sini, lalu melamar.”Senyuman canggung terukir di bibir Cantika, tetapi ia berusaha untuk membuat Diana percaya kepadanya. Lagi pula alasan yang dirinya katakan itu tidak sepenuhnya salah. “Em, begitu. Sepertinya kau harus menahan dirimu di tempat seperti ini untuk waktu yang l
Tak Cantika pedulikan lagi tentang ponselnya yang jatuh. Gadis tersebut berlari ke kamar di mana Kartika dan Andika berada, tidak mungkin ia tak minta izin dari mereka berdua. Sehingga tanpa ada rasa ragu mengetuk pintu tersebut dengan cepat.“Bisa tidak sih mengetuk pintunya pelan-pelan saja!” ketus Kartika dengan wajah sinisnya.Bukannya menjawab, bulir bening malah meluncur dengan deras dari kedua mata Cantika. Ia tak kuasa mengatakan apapun dari bibir mungilnya.Kartika merasa terkejut melihat itu, lantas mendorong Cantika untuk mundur supaya bisa menutup pintu kamar.“Cengeng banget jadi perempuan, dibentak sedikit saja nangis.” Kartika bersedekap dada, tak peduli dengan perasaan gadis itu.“Saya ingin izin pergi ke rumah sakit hari ini, karena keadaan ayah saya memburuk,” ucap Cantika terisak, tak dapat mengatakan dengan benar. “Paling ayahmu itu sebentar lagi akan mati. Jadi apa gunanya kau k
Andika merasa tertampar dengan apa yang dikatakan oleh Cantika. Ia pun segera melepaskan cengkraman tangan dan beralih menatap keluar jendela.“Maaf,” gumam Andika pelan, nyaris tak terdengar di telinga.Cantika meringis kesakitan, lantaran pergelangan tangannya semakin terasa nyeri. Gadis itu pun memilih memijat perlahan, berharap akan mengurangi rasa sakitnya. Namun, malah bertambah sakit sehingga Andika menoleh ke arahnya.Kedua pasangan suami-istri itu bersitatap, tetapi hanya beberapa menit saja kembali memandang ke arah lain. Suasana pun menjadi sangat canggung.Waktu pun berjalan terasa lambat sekali untuk sampai ke rumah sakit yang dimaksud. Sesekali Andika akan melirik ke arah jam tangannya, sementara Cantika terus memainkan jemari mungil miliknya.“Tuan, kita sudah sampai di rumah sakit Merah Putih!”Perkataan sang sopir membuat Cantika bisa bernafas lega. Gadis itu lantas segera turun dari mobil mewah Rolls-Royce, memb