“N-nyonya Kartika yang memberikan anggur ini kepada saya, Tuan,” jawab Cantika dengan gugup.
Andika mengarahkan tinjunya ke arah pintu, sehingga darah segar mulai mengalir dari tangannya. Cantika dengan sigap mendekat kepada sang suami, ia mengambil tangan Andika menatap nanar darah segar yang terus mengalir itu. “Kenapa Anda malah melakukan ini? Ayo kita obati dulu, takutnya malah jadi infeksi.” Cantika menarik tangan sang suami keluar. Sebenarnya tak tahu di mana kotak obat berada, sehingga gadis kecil tersebut hanya mengelilingi kediaman besar itu sedari tadi. “Lepaskan!” Andika menepis tangan Cantika. “Tapi luka di tangan Anda harus segera diobati, Tuan,” ucap Cantika dengan tatapan penuh kekhawatiran. “Tak perlu diobati, karena ada yang lebih penting dari itu. Tentang kau mengatakan kebohongan di ruangan tadi, mana mungkin Kartika adalah wanita seperti itu. Jadi katakan saja yang sejujurnya, siapa yang memberikan botol anggur berisi obat itu kepadaku!” paksa Andika dengan nada tinggi. Cantika menjadi merasa takut kepada sang suami. Namun, tak mungkin ia mengatakan kalau orang lain yang memberikan anggur itu, karena memang benar Kartika sendirilah yang memberikan langsung kepadanya. “Kenapa kau malah diam? Apa kau sendiri yang memasukkan obat itu ke dalam anggur karena ingin menggoda lelaki?” tuduh Andika tanpa perasaan. “Apa yang harus saya katakan lagi? Kalau memang benar orang yang memberikan anggur itu adalah Nyonya Kartika!” teriak Cantika yang tak dapat menahan diri lagi. Gadis tersebut tak habis pikir, secinta itu kah sang suami kepada perempuan tersebut. Sehingga tidak dapat menerima kenyataan kalau Kartika lah yang memberikan anggur bercampur obat kepada dirinya saat ini. Rasa marah dan terhina dirasakan oleh gadis itu, tetapi tetap menahan diri supaya tidak meninggikan suara kembali kepada Andika, sang suami. Cengkraman kuat Andika berikan kepada gadis bertubuh mungil itu. “Mana mungkin Kartika melakukan hal hina itu, kau pasti berbohong untuk menutupi aibmu sendiri!” Tuduhan yang terus terlontar dari mulut sang suami membuat Cantika tak dapat menahan dirinya. Lagi-lagi bulir bening mulai menetes dari kedua sudut matanya, tak terhitung sudah beberapa kali menangis saat menginjakkan kaki di rumah mewah ini. “Terserah Anda mau percaya atau tidak dengan perkataan yang saya katakan! Saya tetap akan mengatakan hal sama, yaitu Nyonya Kartika lah yang memberikan anggur itu sendiri kepada saya! Lalu kalau memang saya berniat menggoda lelaki asing, mana mungkin saya berteriak meminta tolong dengan menggedor-gedor pintu yang terkunci dari luar itu!” Cantika berteriak dengan lantang tanpa peduli kalau sang suami akan memarahinya. Gadis tersebut sangat tahu betul, saat nama Kartika keluar dari mulutnya maka Andika akan melakukan kekerasan kepadanya. Apalagi sekarang ia sedang mengatakan kalau perempuan tersebut telah melakukan hal tak baik, jadi mana mungkin suaminya tersebut akan membiarkannya kali ini. Tak diduga oleh Cantika, Andika malah terdiam mematung. Bahkan mulut lelaki itu tidak mengatakan sepatah kata pun, sehingga membuat ia menatap suaminya itu penuh keheranan. “Istirahatlah di kamarmu, hari ini kau libur bekerja.” Andika meninggalkan Cantika seorang diri di sana, tanpa menoleh lagi ke arah gadis itu. Cantika meremas rok pelayan yang ia kenakan, lalu memilih berjalan perlahan ke kamar yang sempat Kartika tunjukkan kepadanya. Yaitu, kamar pelayan yang berada di sebelah gudang. Suara pintu terbuka terdengar memengkakan telinga. Debu pun mulai berterbangan sehingga membuat gadis itu terbatuk-batuk. “Astaga, kenapa kamarnya berdebu sekali? Seperti sudah sangat lama tidak ada yang menempati.” Cantika mengibas-ngibaskan tangannya di udara. Kakinya mulai melangkah terus masuk ke dalam. Kamar itu sangat berdebu, sehingga membuat dada menjadi sesak lantaran sulit bernafas. “Aku harus membersihkan ini dulu, supaya bisa istirahat. Tapi pertama-tama ganti pakaian dulu, pakaian ini sudah robek.” Cantika melihat koper berisi pakaiannya di sudut kamar, lalu melangkahkan kakinya ke sana. Gadis mungil tersebut segera membuka perlahan koper itu, supaya pakaiannya tidak jatuh ke bawah. Bisa-bisa nanti malah membuat pakaian menjadi kotor, akibat debu yang terlalu banyak. Kaos oblong berwarna hitam dan celana pendek sebatas lutut menjadi pilihannya sekarang. Rambut pun gadis itu ikat, supaya tak menyulitkannya saat membersihkan kamar. “Waktunya bersih-bersih.” Cantika mengangkat semua peralatan yang dirinya butuhkan, lalu membersihkan perlahan. Saat sedang asyik menyapu, telinga gadis itu menangkap suara yang tak asing. Sehingga mulai menajamkan pendengar untuk memastikan di mana suara itu berasal. Saat menajamkan pendengarannya, Cantika mulai mengetahui di mana asal suara itu. Yaitu, kolong ranjangnya. Sehingga membuatnya berjongkok untuk mengintip ke dalam tempat gelap itu. Namun, tiba-tiba sesuatu yang tak terduga meloncat masuk ke dalam pakaiannya. Cantika merasa ngeri dan panik, tak ada pilihan lain, ia pun mulai berlarian ke segala arah sambil berteriak sekencang mungkin. Teriakannya mencerminkan ketakutannya yang memuncak, seolah jantungnya hampir melompat keluar dari dada.“Tikus!” jerit Cantika dengan suara nyaring. Wajah gadis itu sangatlah pucat, ia sangat ketakutan dengan binatang pengerat tersebut. Sehingga membuatnya tak bisa berpikiran jernih dan terus berteriak sedari tadi. Andika kebetulan tak jauh dari sana pun bergegas berlari menghampiri asal suara seseorang yang berteriak, ia takut kalau Jack yang masih berada di rumah ini menghampiri sang pelayan. Pintu lelaki itu buka dengan kasar, tak peduli kalau pintunya lepas karena ulahnya. Yang terpenting adalah menyelamatkan gadis terlihat lemah tersebut dari seseorang seperti Jack. Nihil, ternyata gadis tersebut sekarang hanya sendiri. Berdiri di atas kasur sambil memegangi sapu dengan wajah pucat. “Apa yang terjadi sehingga kau berteriak dengan keras seperti itu?” tanya Andika, wajah lelaki itu merengut. “Itu ada tikus.” Tunjuk Cantika ke pojok ruangan, di sana ada satu ekor tikus kecil. Andika mendesah, tak habis pikir gadis itu malah ketakutan dengan binatang yang sangatlah kecil. Mungki
Kartika berdecak kesal mendengar perkataan Cantika yang membela diri, “Tapi apapun perkataanmu, kau tetaplah istri kedua yang tak akan pernah mendapatkan hati Andika sampai kapan pun!” Perempuan itu langsung bergegas pergi dari sana dengan ekspresi penuh amarah. Ia merasa kehabisan kata-kata untuk melawan Cantika, karena yang dikatakan gadis tersebut adalah benar. Sedangkan Cantika baru bisa bernafas lega, lantaran bisa terhindar dari Amar yang mengerikan dari Kartika. “Kenapa dia selalu saja menarik rambutku? Kalau dia terus melakukan itu, bisa-bisa rambutku yang panjang ini akan habis,” ringis Cantika menahan rasa sakit yang masih terasa. Di dalam hati kecilnya merasa sangat tersakiti oleh perkataan dari Kartika. Namun, ia tak menolak fakta itu karena memang benar sepertinya tidak akan pernah mengalahkan Kartika sebagai istri pertama. Lalu bukankah dirinya tidak ada niatan untuk memiliki perasaan kepada Andika, gadis itu menikah
Kartika memandang datar kepada gadis yang berada di depannya sekarang ini. “Apa yang kau lihat?”Cantika menggelengkan kepalanya pelan. “Tidak ada, Nyonya!”“Bagus, memang sepatutnya seperti itulah pelayan. Jangan pernah mencampuri apa yang dilakukan oleh majikan sendiri.” Kartika bersedekap dada, senyum sinis terukir di bibirnya. “ah, iya! Antarkan makan siang ke kamar.”Setelah mendengar perintah perempuan itu, Cantika segera melangkahkan kakinya ke ruang makan.“Eh, ada apa? Kenapa Nyonya Kartika tidak turun?” Gadis yang membantu memasak tadi memberondong pertanyaan kepada Cantika.“Nyonya ingin makan di dalam kamar saja, jadi memintaku untuk membawa semuanya ke kamar.” Cantika ingin mengangkat semuanya satu-persatu.“Kalau kau membawanya seperti itu, nanti Nyonya Kartika malah akan marah. Di sana ada troli untuk membawa beberapa hidangan sekaligus.” Gadis yang masih belum diketahui namanya itu menunjuk ke sudut dapur.
Wajah Cantika menjadi menegang, merasakan kalau sebenarnya gadis yang ada di depannya ini menyimpan sesuatu darinya. Namun, sama seperti tadi Diana hanya tertawa kecil melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Cantika.“Astaga, kenapa wajah kamu tegang terus sih dari tadi? Seperti seseorang yang menyimpan sesuatu saja,” kekeh Diana ia seakan sedang mengamati gadis tersebut.Cantika menetralkan wajahnya yang tegang, lalu mulai mengatakan alasan apa akhirnya berada di sini. “Em, bukan apa-apa sih. Aku hanya teringat dengan ayahku yang dirawat di rumah sakit, jadi memerlukan banyak biaya sedangkan aku tidak bekerja. Terus mendengar lowongan pekerjaan sebagai pelayan di sini, lalu melamar.”Senyuman canggung terukir di bibir Cantika, tetapi ia berusaha untuk membuat Diana percaya kepadanya. Lagi pula alasan yang dirinya katakan itu tidak sepenuhnya salah. “Em, begitu. Sepertinya kau harus menahan dirimu di tempat seperti ini untuk waktu yang l
Tak Cantika pedulikan lagi tentang ponselnya yang jatuh. Gadis tersebut berlari ke kamar di mana Kartika dan Andika berada, tidak mungkin ia tak minta izin dari mereka berdua. Sehingga tanpa ada rasa ragu mengetuk pintu tersebut dengan cepat.“Bisa tidak sih mengetuk pintunya pelan-pelan saja!” ketus Kartika dengan wajah sinisnya.Bukannya menjawab, bulir bening malah meluncur dengan deras dari kedua mata Cantika. Ia tak kuasa mengatakan apapun dari bibir mungilnya.Kartika merasa terkejut melihat itu, lantas mendorong Cantika untuk mundur supaya bisa menutup pintu kamar.“Cengeng banget jadi perempuan, dibentak sedikit saja nangis.” Kartika bersedekap dada, tak peduli dengan perasaan gadis itu.“Saya ingin izin pergi ke rumah sakit hari ini, karena keadaan ayah saya memburuk,” ucap Cantika terisak, tak dapat mengatakan dengan benar. “Paling ayahmu itu sebentar lagi akan mati. Jadi apa gunanya kau k
Andika merasa tertampar dengan apa yang dikatakan oleh Cantika. Ia pun segera melepaskan cengkraman tangan dan beralih menatap keluar jendela.“Maaf,” gumam Andika pelan, nyaris tak terdengar di telinga.Cantika meringis kesakitan, lantaran pergelangan tangannya semakin terasa nyeri. Gadis itu pun memilih memijat perlahan, berharap akan mengurangi rasa sakitnya. Namun, malah bertambah sakit sehingga Andika menoleh ke arahnya.Kedua pasangan suami-istri itu bersitatap, tetapi hanya beberapa menit saja kembali memandang ke arah lain. Suasana pun menjadi sangat canggung.Waktu pun berjalan terasa lambat sekali untuk sampai ke rumah sakit yang dimaksud. Sesekali Andika akan melirik ke arah jam tangannya, sementara Cantika terus memainkan jemari mungil miliknya.“Tuan, kita sudah sampai di rumah sakit Merah Putih!”Perkataan sang sopir membuat Cantika bisa bernafas lega. Gadis itu lantas segera turun dari mobil mewah Rolls-Royce, memb
Andika terus memperhatikan wajah Cantika yang memerah. Gadis itu terlihat sangat cantik bahkan saat terpejam, bulu matanya yang lentik, hidungnya yang pesek dan kedua pipi yang memiliki lesung pipit menambah keimutan istri kecilnya.Sehingga tangannya tanpa sadar mulai mencubit kedua pipi Cantika dengan keras, membuat gadis tersebut meringis kesakitan.“Apa yang Anda lakukan, Tuan?” Cantika mengelus pipinya yang habis dicubit, wajahnya terlihat mengerut lantaran merasa kesakitan.Andika malah berbalik, lalu membuka kunci pintu itu. Lelaki tersebut keluar tanpa mengatakan apa pun. Membuat Cantika mengekor di belakang, ternyata di sana sudah ada satu suster yang menunggu dengan kertas di tangannya.“Ini resep obat, silahkan tebus di apotek.” Suster menyerahkan selembar kertas kepada Cantika.Cantika hanya bisa menutupi rasa malunya dengan tersenyum. Ia mengira, kalau suster itu sedari tadi menunggu pintu terbuka.
Tak Cantika duga, lelaki itu malah mengambil tangannya dan memaksa untuk menggenggam kartu beserta dengan uang tunai.Perlahan gadis itu membuka matanya, menatap ke arah Andika yang langsung masuk ke dalam mobil dan tak lama meninggalkan dirinya sendiri. Dengan terpaksa Cantika memasukkan kartu ke tempat yang aman, ia pun menghitung uang tunai yang diberikan oleh Andika. “Uang ada dua juta! Pantas banyak sekali.” Mulut Cantika menganga dengan lebar, ia terkejut mengetahui uang itu sangat banyak.Matanya melirik ke sekitar, memastikan apakah ada seseorang yang melihat Andika memberikan uang itu. Gadis tersebut pun bernapas lega, tatkala melihat orang yang sibuk dengan urusan masing-masing.Tangannya pun bergegas memasukkan uang tunai itu ke dalam dompet lusuh miliknya. Dompet yang sudah termakan usia tersebut sudah meronta-ronta untuk diganti, tetapi Cantika tidak memperdulikan hal itu. Menurutnya selama masih b