Share

7. Kamar berdebu

“N-nyonya Kartika yang memberikan anggur ini kepada saya, Tuan,” jawab Cantika dengan gugup.

Andika mengarahkan tinjunya ke arah pintu, sehingga darah segar mulai mengalir dari tangannya.

Cantika dengan sigap mendekat kepada sang suami, ia mengambil tangan Andika menatap nanar darah segar yang terus mengalir itu.

“Kenapa Anda malah melakukan ini? Ayo kita obati dulu, takutnya malah jadi infeksi.” Cantika menarik tangan sang suami keluar.

Sebenarnya tak tahu di mana kotak obat berada, sehingga gadis kecil tersebut hanya mengelilingi kediaman besar itu sedari tadi.

“Lepaskan!” Andika menepis tangan Cantika.

“Tapi luka di tangan Anda harus segera diobati, Tuan,” ucap Cantika dengan tatapan penuh kekhawatiran.

“Tak perlu diobati, karena ada yang lebih penting dari itu. Tentang kau mengatakan kebohongan di ruangan tadi, mana mungkin Kartika adalah wanita seperti itu. Jadi katakan saja yang sejujurnya, siapa yang memberikan botol anggur berisi obat itu kepadaku!” paksa Andika dengan nada tinggi.

Cantika menjadi merasa takut kepada sang suami. Namun, tak mungkin ia mengatakan kalau orang lain yang memberikan anggur itu, karena memang benar Kartika sendirilah yang memberikan langsung kepadanya.

“Kenapa kau malah diam? Apa kau sendiri yang memasukkan obat itu ke dalam anggur karena ingin menggoda lelaki?” tuduh Andika tanpa perasaan.

“Apa yang harus saya katakan lagi? Kalau memang benar orang yang memberikan anggur itu adalah Nyonya Kartika!” teriak Cantika yang tak dapat menahan diri lagi.

Gadis tersebut tak habis pikir, secinta itu kah sang suami kepada perempuan tersebut. Sehingga tidak dapat menerima kenyataan kalau Kartika lah yang memberikan anggur bercampur obat kepada dirinya saat ini.

Rasa marah dan terhina dirasakan oleh gadis itu, tetapi tetap menahan diri supaya tidak meninggikan suara kembali kepada Andika, sang suami.

Cengkraman kuat Andika berikan kepada gadis bertubuh mungil itu. “Mana mungkin Kartika melakukan hal hina itu, kau pasti berbohong untuk menutupi aibmu sendiri!”

Tuduhan yang terus terlontar dari mulut sang suami membuat Cantika tak dapat menahan dirinya. Lagi-lagi bulir bening mulai menetes dari kedua sudut matanya, tak terhitung sudah beberapa kali menangis saat menginjakkan kaki di rumah mewah ini.

“Terserah Anda mau percaya atau tidak dengan perkataan yang saya katakan! Saya tetap akan mengatakan hal sama, yaitu Nyonya Kartika lah yang memberikan anggur itu sendiri kepada saya! Lalu kalau memang saya berniat menggoda lelaki asing, mana mungkin saya berteriak meminta tolong dengan menggedor-gedor pintu yang terkunci dari luar itu!” Cantika berteriak dengan lantang tanpa peduli kalau sang suami akan memarahinya.

Gadis tersebut sangat tahu betul, saat nama Kartika keluar dari mulutnya maka Andika akan melakukan kekerasan kepadanya. Apalagi sekarang ia sedang mengatakan kalau perempuan tersebut telah melakukan hal tak baik, jadi mana mungkin suaminya tersebut akan membiarkannya kali ini.

Tak diduga oleh Cantika, Andika malah terdiam mematung. Bahkan mulut lelaki itu tidak mengatakan sepatah kata pun, sehingga membuat ia menatap suaminya itu penuh keheranan.

“Istirahatlah di kamarmu, hari ini kau libur bekerja.” Andika meninggalkan Cantika seorang diri di sana, tanpa menoleh lagi ke arah gadis itu.

Cantika meremas rok pelayan yang ia kenakan, lalu memilih berjalan perlahan ke kamar yang sempat Kartika tunjukkan kepadanya. Yaitu, kamar pelayan yang berada di sebelah gudang.

Suara pintu terbuka terdengar memengkakan telinga. Debu pun mulai berterbangan sehingga membuat gadis itu terbatuk-batuk.

“Astaga, kenapa kamarnya berdebu sekali? Seperti sudah sangat lama tidak ada yang menempati.” Cantika mengibas-ngibaskan tangannya di udara.

Kakinya mulai melangkah terus masuk ke dalam. Kamar itu sangat berdebu, sehingga membuat dada menjadi sesak lantaran sulit bernafas.

“Aku harus membersihkan ini dulu, supaya bisa istirahat. Tapi pertama-tama ganti pakaian dulu, pakaian ini sudah robek.” Cantika melihat koper berisi pakaiannya di sudut kamar, lalu melangkahkan kakinya ke sana.

Gadis mungil tersebut segera membuka perlahan koper itu, supaya pakaiannya tidak jatuh ke bawah. Bisa-bisa nanti malah membuat pakaian menjadi kotor, akibat debu yang terlalu banyak.

Kaos oblong berwarna hitam dan celana pendek sebatas lutut menjadi pilihannya sekarang. Rambut pun gadis itu ikat, supaya tak menyulitkannya saat membersihkan kamar.

“Waktunya bersih-bersih.” Cantika mengangkat semua peralatan yang dirinya butuhkan, lalu membersihkan perlahan.

Saat sedang asyik menyapu, telinga gadis itu menangkap suara yang tak asing. Sehingga mulai menajamkan pendengar untuk memastikan di mana suara itu berasal.

Saat menajamkan pendengarannya, Cantika mulai mengetahui di mana asal suara itu. Yaitu, kolong ranjangnya. Sehingga membuatnya berjongkok untuk mengintip ke dalam tempat gelap itu.

Namun, tiba-tiba sesuatu yang tak terduga meloncat masuk ke dalam pakaiannya. Cantika merasa ngeri dan panik, tak ada pilihan lain, ia pun mulai berlarian ke segala arah sambil berteriak sekencang mungkin. Teriakannya mencerminkan ketakutannya yang memuncak, seolah jantungnya hampir melompat keluar dari dada.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status