Kartika berdecak kesal mendengar perkataan Cantika yang membela diri, “Tapi apapun perkataanmu, kau tetaplah istri kedua yang tak akan pernah mendapatkan hati Andika sampai kapan pun!”
Perempuan itu langsung bergegas pergi dari sana dengan ekspresi penuh amarah. Ia merasa kehabisan kata-kata untuk melawan Cantika, karena yang dikatakan gadis tersebut adalah benar. Sedangkan Cantika baru bisa bernafas lega, lantaran bisa terhindar dari Amar yang mengerikan dari Kartika. “Kenapa dia selalu saja menarik rambutku? Kalau dia terus melakukan itu, bisa-bisa rambutku yang panjang ini akan habis,” ringis Cantika menahan rasa sakit yang masih terasa. Di dalam hati kecilnya merasa sangat tersakiti oleh perkataan dari Kartika. Namun, ia tak menolak fakta itu karena memang benar sepertinya tidak akan pernah mengalahkan Kartika sebagai istri pertama. Lalu bukankah dirinya tidak ada niatan untuk memiliki perasaan kepada Andika, gadis itu menikahKartika memandang datar kepada gadis yang berada di depannya sekarang ini. “Apa yang kau lihat?”Cantika menggelengkan kepalanya pelan. “Tidak ada, Nyonya!”“Bagus, memang sepatutnya seperti itulah pelayan. Jangan pernah mencampuri apa yang dilakukan oleh majikan sendiri.” Kartika bersedekap dada, senyum sinis terukir di bibirnya. “ah, iya! Antarkan makan siang ke kamar.”Setelah mendengar perintah perempuan itu, Cantika segera melangkahkan kakinya ke ruang makan.“Eh, ada apa? Kenapa Nyonya Kartika tidak turun?” Gadis yang membantu memasak tadi memberondong pertanyaan kepada Cantika.“Nyonya ingin makan di dalam kamar saja, jadi memintaku untuk membawa semuanya ke kamar.” Cantika ingin mengangkat semuanya satu-persatu.“Kalau kau membawanya seperti itu, nanti Nyonya Kartika malah akan marah. Di sana ada troli untuk membawa beberapa hidangan sekaligus.” Gadis yang masih belum diketahui namanya itu menunjuk ke sudut dapur.
Wajah Cantika menjadi menegang, merasakan kalau sebenarnya gadis yang ada di depannya ini menyimpan sesuatu darinya. Namun, sama seperti tadi Diana hanya tertawa kecil melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Cantika.“Astaga, kenapa wajah kamu tegang terus sih dari tadi? Seperti seseorang yang menyimpan sesuatu saja,” kekeh Diana ia seakan sedang mengamati gadis tersebut.Cantika menetralkan wajahnya yang tegang, lalu mulai mengatakan alasan apa akhirnya berada di sini. “Em, bukan apa-apa sih. Aku hanya teringat dengan ayahku yang dirawat di rumah sakit, jadi memerlukan banyak biaya sedangkan aku tidak bekerja. Terus mendengar lowongan pekerjaan sebagai pelayan di sini, lalu melamar.”Senyuman canggung terukir di bibir Cantika, tetapi ia berusaha untuk membuat Diana percaya kepadanya. Lagi pula alasan yang dirinya katakan itu tidak sepenuhnya salah. “Em, begitu. Sepertinya kau harus menahan dirimu di tempat seperti ini untuk waktu yang l
Tak Cantika pedulikan lagi tentang ponselnya yang jatuh. Gadis tersebut berlari ke kamar di mana Kartika dan Andika berada, tidak mungkin ia tak minta izin dari mereka berdua. Sehingga tanpa ada rasa ragu mengetuk pintu tersebut dengan cepat.“Bisa tidak sih mengetuk pintunya pelan-pelan saja!” ketus Kartika dengan wajah sinisnya.Bukannya menjawab, bulir bening malah meluncur dengan deras dari kedua mata Cantika. Ia tak kuasa mengatakan apapun dari bibir mungilnya.Kartika merasa terkejut melihat itu, lantas mendorong Cantika untuk mundur supaya bisa menutup pintu kamar.“Cengeng banget jadi perempuan, dibentak sedikit saja nangis.” Kartika bersedekap dada, tak peduli dengan perasaan gadis itu.“Saya ingin izin pergi ke rumah sakit hari ini, karena keadaan ayah saya memburuk,” ucap Cantika terisak, tak dapat mengatakan dengan benar. “Paling ayahmu itu sebentar lagi akan mati. Jadi apa gunanya kau k
Andika merasa tertampar dengan apa yang dikatakan oleh Cantika. Ia pun segera melepaskan cengkraman tangan dan beralih menatap keluar jendela.“Maaf,” gumam Andika pelan, nyaris tak terdengar di telinga.Cantika meringis kesakitan, lantaran pergelangan tangannya semakin terasa nyeri. Gadis itu pun memilih memijat perlahan, berharap akan mengurangi rasa sakitnya. Namun, malah bertambah sakit sehingga Andika menoleh ke arahnya.Kedua pasangan suami-istri itu bersitatap, tetapi hanya beberapa menit saja kembali memandang ke arah lain. Suasana pun menjadi sangat canggung.Waktu pun berjalan terasa lambat sekali untuk sampai ke rumah sakit yang dimaksud. Sesekali Andika akan melirik ke arah jam tangannya, sementara Cantika terus memainkan jemari mungil miliknya.“Tuan, kita sudah sampai di rumah sakit Merah Putih!”Perkataan sang sopir membuat Cantika bisa bernafas lega. Gadis itu lantas segera turun dari mobil mewah Rolls-Royce, memb
Andika terus memperhatikan wajah Cantika yang memerah. Gadis itu terlihat sangat cantik bahkan saat terpejam, bulu matanya yang lentik, hidungnya yang pesek dan kedua pipi yang memiliki lesung pipit menambah keimutan istri kecilnya.Sehingga tangannya tanpa sadar mulai mencubit kedua pipi Cantika dengan keras, membuat gadis tersebut meringis kesakitan.“Apa yang Anda lakukan, Tuan?” Cantika mengelus pipinya yang habis dicubit, wajahnya terlihat mengerut lantaran merasa kesakitan.Andika malah berbalik, lalu membuka kunci pintu itu. Lelaki tersebut keluar tanpa mengatakan apa pun. Membuat Cantika mengekor di belakang, ternyata di sana sudah ada satu suster yang menunggu dengan kertas di tangannya.“Ini resep obat, silahkan tebus di apotek.” Suster menyerahkan selembar kertas kepada Cantika.Cantika hanya bisa menutupi rasa malunya dengan tersenyum. Ia mengira, kalau suster itu sedari tadi menunggu pintu terbuka.
Tak Cantika duga, lelaki itu malah mengambil tangannya dan memaksa untuk menggenggam kartu beserta dengan uang tunai.Perlahan gadis itu membuka matanya, menatap ke arah Andika yang langsung masuk ke dalam mobil dan tak lama meninggalkan dirinya sendiri. Dengan terpaksa Cantika memasukkan kartu ke tempat yang aman, ia pun menghitung uang tunai yang diberikan oleh Andika. “Uang ada dua juta! Pantas banyak sekali.” Mulut Cantika menganga dengan lebar, ia terkejut mengetahui uang itu sangat banyak.Matanya melirik ke sekitar, memastikan apakah ada seseorang yang melihat Andika memberikan uang itu. Gadis tersebut pun bernapas lega, tatkala melihat orang yang sibuk dengan urusan masing-masing.Tangannya pun bergegas memasukkan uang tunai itu ke dalam dompet lusuh miliknya. Dompet yang sudah termakan usia tersebut sudah meronta-ronta untuk diganti, tetapi Cantika tidak memperdulikan hal itu. Menurutnya selama masih b
Cantika dengan sigap mengubah wajah tegangnya menjadi berekspresi datar. Namun, di dalam hati kecilnya masih menyimpan ingatan kelam saat bersama orang yang ada di depannya ini, sehingga membuat jantungnya berdebar dengan kencang.Sementara itu, orang yang berada di depannya tersebut lantas menjadi jarak. Karena sadar kalau gadis yang berada di depannya ini tengah menahan rasa takut. Orang tersebut adalah Jack, lelaki yang tak kalah tampan dengan Andika.“Kau jangan takut seperti itu kepadaku. Kau tahu sendiri kan ada seseorang yang membuat obat di dalam anggur, sehingga membuatku menjadi hilang kendali!” ucap Jack memberi alasan.“Tetapi kenapa Anda bisa berada di sini? Apakah anda mengikuti saya?” Cantika menaikkan sebelah alisnya, memandang Jack dengan penuh selidik.“Tidak, tidak! Aku sedang duduk di taman untuk menghirup udara segar sebentar, tetapi mataku tak sengaja melihatmu yang berjalan kemari. Beberapa kali aku meman
Wajah mereka sangat dekat, sehingga bisa saling mendengar napas masing-masing.Cantika mendesah, tak mengira kalau lelaki yang ada di depannya ini ingin memilikinya. Sayang, seluruh tubuh dan hidup, sudah dibeli oleh Andika. Walau hanya sampai memberikan keturunan, tetapi ia tak yakin apakah akan memakan waktu sebentar atau lama.Tangan mungil Cantika mulai melepaskan diri dari rengkuhan Jack. “Maafkan saya, Tuan! Saya tak bisa menjadi milik Anda.”“Kenapa? Kau akan menjadi satu-satunya ratu di dalam istanaku dan semua yang kau inginkan akan aku berikan. Jadi kau tak perlu menjadi pelayan rendahan hanya untuk mencari uang,” paksa Jack dengan segala macam rayuan.Cantika malah menggelengkan kepalanya pelan. “Saya tidak bisa!”Saat Jack ingin berbicara, datanglah asisten pribadi lelaki itu mengantarkan minuman yang dipesan.“Ini, Tuan.” Asisten itu menyerahkan dua minuman kepada Jack.“Be