“Tidak mungkin! Anda pasti berbohong kepada saya!” Cantika menggeleng kepalanya pelan sambil semakin derasnya linangan air mata.
Kartika tersenyum tipis menatap Cantika. “Mulutmu berkata tidak percaya, tetapi hatimu malah membenarkan apa yang aku katakan.”Cantikan menyentuh kedua pipinya yang sekarang sudah basah akibat linangan air mata semakin deras. Ia dengan cepat mengambil tisu yang berada di depan mata.“Dia memang yang menabrak ayahmu, coba kau tanyakan saja kepada dia. Tapi pasti dia akan berbohong kepadamu, karena orang seperti dia mana mungkin mengakui kesalahannya dengan mudah seperti itu.” Kartika menepuk pundak Cantika, ia pun kemudian pergi menjauh dari sana.Karena Kartika tahu sekarang sudah hampir lima menit, membuat ia memilih untuk pergi lebih awal, supaya tidak ketahuan oleh para penjaga Cantika. Saat perempuan tersebut melewati satu meja, ia menatap dan menganggukkan kepala kepada orang yang duduk di sana.Orang ituAndika yang bagus saja pulang dari bekerja merasa sangat lelah sekali. Alhasil ia ingin menemui Cantika supaya bisa menghilangkan rasa penat dirasa. Akan tetapi, sudah mencari kesana-kemari gadis kecil tersebut tidak berada di manapun. Andika menjadi melangkah untuk mencari keberadaan Cantika. Lelaki tersebut membuka semua ruangan yang berada di dalam kediamannya, tanpa terlewat satu pun sampai di tempat terakhir, yaitu kamar Maura.Kamar Maura yang tidak dikunci membuat gadis di dalamnya menjadi terkejut dan langsung beranjak dari duduknya saat pintu dibuka tanpa permisi. Ia terlihat takut-takut menatap ke arah Andika, lantaran ekspresi dari lelaki itu sangat berbeda dari biasanya. Yaitu lebih dingin dan kejam. “Ke mana Cantika? Aku sudah mencarinya di seluruh kediaman ini, tetapi dia tidak kunjung terlihat di manapun!” Andika menatap penuh selidik kepada Maura. Maura menjadi gelagapan lantaran yang merasa terkejut karena s
Andika menendang pintu rumah Kartika dengan kuat sampai membuat pintu tersebut terbuka lebar. Terlihat di sana perempuan itu sedang memakai masker wajah dan hanya menggunakan jubah mandi saja duduk di ruang tamu. “Kalau masuk seharusnya ketuk dulu pintunya, jangan malah didobrak seperti itu.” Kartika melepas timun yang berada di matanya, ia terlihat tenang menatap Andika. “Untuk apa aku mengetuk pintumu? Sedangkan aku datang kemari bukan untuk berbicara baik-baik!” Andika mendekat dan menarik jubah Kartika supaya perempuan itu berdiri. Akan tetapi, tak diduga oleh Andika Kartika terlihat sangat tenang sekali, tidak ada raut ketakutan yang terukir di wajah perempuan tersebut. Sehingga membuat ia menjadi merasa sangat heran sekali. “Lepaskan dulu!” Kartika menepis tangan Andika dengan kasar, tetapi tak kunjung membuat lelaki itu melepaskan cengkraman.“Katakan dulu di mana Cantika! Aku sangat yakin kalau kau yang menyembunyikannya!” Mata elang Andika menatap penuh mengintimidasi kep
"Kau harus memberikan aku keturunan dalam kurun waktu satu tahun. Kalau kau tidak bisa, maka akan dipastikan ayahmu tak akan mendapatkan perawatan lagi!" Lelaki tampan itu mencengkram rahang seorang gadis muda. Gadis itu meringis kesakitan dengan apa yang lelaki tersebut lakukan. "Kalau Anda menghentikan perawatan kepada ayah saya, maka ayah saya tidak akan bertahan!" "Ya, memang benar ayahmu tidak akan bertahan. Untuk itu, kau harus secepat mungkin memberikan aku keturunan atau ayahmu akan mati." Lelaki itu mendorong gadis muda tersebut sehingga jatuh ke lantai. Lantas keluar dari kamar pengantin yang sudah dipersiapkan. Seharusnya ini malam membahagiakan, tetapi justru menjadi sebuah neraka bagi gadis muda yang bernama Cantika Putri Sari. “Ya, Tuhan ….” Lirih gadis itu meringis ketika merasakan perih pada telapak tangannya. Belum lagi gaun pengantin yang dirancang oleh desainer ternama itu harus robek oleh perbuatan sang suami, yang baru saja menikahinya dalam hitungan jam.
Tubuh Cantika menggigil, tak sanggup menahan rasa sakit yang menyayat bagian bawahnya. "Ugh, Tuan! Pe-pelan-pelan, sakit!" jerit gadis muda itu. Namun lelaki bertubuh besar itu, Andika, seakan tak peduli pada gadis kecil yang terus menderita. Mata Andika terpancar keganasan saat ia terus memacu kekuatannya, tak peduli bahwa Cantika merasa kesakitan. Ia menemui puncak kepuasan seorang diri, sementara Cantika hanya bisa menangis, air mata tak henti-hentinya mengalir. Tampak jelas perbedaan kekuatan di antara keduanya. Setelah selesai, Andika menatap noda merah yang membasahi seprai putih dengan tatapan puas, seringai muncul di sudut bibirnya. "Ternyata kau masih perawan. Baguslah, aku jadi tidak terlalu rugi mengeluarkan banyak uang!" Tubuh mungil Cantika tak sanggup bertahan atas perlakuan kasar dari Andika, kesakitan dan ketakutannya semakin nyata. Di dalam hati Cantika merasa hancur, memar kebiruan menghiasi tubuhnya akibat cengkraman tangan besar sang suami. Namun, kekuatan un
Perempuan itu tidak mempedulikan permohonan dari gadis tersebut, Kartika terus berusaha menarik Cantika untuk mendekat kepadanya. Karena tubuh gadis itu kecil tentu saja dia kalah dengan tenaga perempuan tersebut, sehingga memilih pasrah apa pun yang akan dilakukan oleh Kartika kepadanya. Cantika memejamkan mata dengan jantung yang berdebar kencang, perasaannya menjadi tidak menentu membayangkan apa yang akan perempuan tersebut lakukan. Kening perempuan itu mengerut menatap gadis yang berada di depannya, sehingga membuat ia menyentak tangan Cantika dengan kasar. "Sudah selesai, cepat kau keluar sekarang kerjakan semua pekerjaanmu! Aku tidak ingin kalau ada sedikit pun debu yang menempel di rumahku ini, camkan itu!" gertak Kartika dengan wajah merah padam. Gadis itu berjalan keluar dengan tertatih-tatih, terlihat sulit sekali melangkahkan kakinya. Membuat Kartika menjadi mencebik, lantaran cemburu. "Bilangnya tidak suka, tapi setiap tubuhnya penuh dengan tanda merah!" gerut
“Apa kau tidak bisa melakukannya dengan perlahan saja?” Rahang Andika mengeras, matanya terbelalak dan pipinya memerah akibat rasa malu yang menyelimuti dirinya. Pakaian mahalnya kini bernoda kopi panas yang tumpah akibat ketidakhati-hatian pelayan baru, Cantika. “Maaf, Tuan. Saya tidak sengaja karena ada sesuatu yang membuat saya terjatuh,” ucap Cantika lirih, sambil melirik sekilas ke arah Kartika. “Kenapa kau menatapku seperti itu?" ujar Kartika, mendelik penuh amarah. Alisnya menyatu, dan bola matanya memancarkan api kemarahan. "seorang pelayan rendahan beraninya menatap nyonya rumah sepertiku! Apa kau ingin menuduhku melakukan hal hina seperti itu?” Wajahnya merah padam sekaligus merasa bersalah karena di sini, salahnya sendiri yang menyebabkan kesalahan. Cantika menundukkan kepala, menggigit bibir bawahnya untuk menahan emosi yang memuncak, merasa ditekan oleh tatapan tajam suaminya yang membuatnya ingin menangis. “Saya tidak bermaksud menuduh Anda, hanya saja kaki saya
Cantika berusaha menetralkan degup jantungnya yang terkejut dan berusaha berpikir positif, karena ingat dengan perkataan dari Kartika. Namun, tetap saja merasa susah lantaran hanya ada satu orang yang berada di ruangan ini. Bukankah Kartika berkata kalau ia harus menghibur para tamu, berarti bukan hanya satu orang saja? “Saya membawakan anggur untuk, Tuan.” Cantika membuka tutup botol itu untuk mempercepat pekerjaannya. Lelaki tampan bermata coklat tersebut tersenyum tipis, matanya terus menatap ke rok yang Cantika kenakan. “Kau harus layani aku dengan benar, Cantik! Karena aku tak suka kalau ada sedikit pun kesalahan.” Cantika berusaha tersenyum, walau pun terasa sangat sulit sekarang dilakukan. “Baik, saya akan melayani Anda tanpa melakukan kesalahan apa pun.” Tangan mungil tersebut berusaha menggapai gelas kosong yang disediakan di sana, tetapi baru saja menyentuhnya tangan lelaki asing itu sudah memegangi tangan Cantika. “Tuan, saya ingin mengambil gelas itu. Jadi saya
Jantung Cantika berdetak dengan kencang, bulir bening pun meluncur dengan deras dari kedua sudut matanya. Tangan mungil memukuli pintu dengan kuat dan mulut terus berteriak meminta pertolongan, berharap di luar sana ada seseorang yang lewat dan membukakan pintu untuknya. “Jangan takut seperti itu, Cantik. Aku hanya akan mengajakmu bersenang-senang saja.” Jack menuangkan anggur ke gelas hingga penuh , lalu diberikan kepada Cantika. Tubuh Cantika gemetar, kepalanya terus menggeleng dengan cepat. “Saya tidak mau!” Jack menatap tajam kepada gadis tersebut, tak terima dengan penolakan. “Aku hanya memberikanmu segelas anggur, bukan racun. Jadi minum!” Lelaki itu mencengkram rahang gadis tersebut dengan kuat, lalu memasukan paksa segelas anggur ke dalam mulut Cantika. “Minum!” teriak Jack dengan nada memaksa, tak suka penolakan yang dilakukan gadis itu sedari tadi. Cantika memilih memuntahkan anggur itu dari mulutnya, sehingga sekarang pakaian yang ia kenakan menjadi basah. “Kau masi
Andika menendang pintu rumah Kartika dengan kuat sampai membuat pintu tersebut terbuka lebar. Terlihat di sana perempuan itu sedang memakai masker wajah dan hanya menggunakan jubah mandi saja duduk di ruang tamu. “Kalau masuk seharusnya ketuk dulu pintunya, jangan malah didobrak seperti itu.” Kartika melepas timun yang berada di matanya, ia terlihat tenang menatap Andika. “Untuk apa aku mengetuk pintumu? Sedangkan aku datang kemari bukan untuk berbicara baik-baik!” Andika mendekat dan menarik jubah Kartika supaya perempuan itu berdiri. Akan tetapi, tak diduga oleh Andika Kartika terlihat sangat tenang sekali, tidak ada raut ketakutan yang terukir di wajah perempuan tersebut. Sehingga membuat ia menjadi merasa sangat heran sekali. “Lepaskan dulu!” Kartika menepis tangan Andika dengan kasar, tetapi tak kunjung membuat lelaki itu melepaskan cengkraman.“Katakan dulu di mana Cantika! Aku sangat yakin kalau kau yang menyembunyikannya!” Mata elang Andika menatap penuh mengintimidasi kep
Andika yang bagus saja pulang dari bekerja merasa sangat lelah sekali. Alhasil ia ingin menemui Cantika supaya bisa menghilangkan rasa penat dirasa. Akan tetapi, sudah mencari kesana-kemari gadis kecil tersebut tidak berada di manapun. Andika menjadi melangkah untuk mencari keberadaan Cantika. Lelaki tersebut membuka semua ruangan yang berada di dalam kediamannya, tanpa terlewat satu pun sampai di tempat terakhir, yaitu kamar Maura.Kamar Maura yang tidak dikunci membuat gadis di dalamnya menjadi terkejut dan langsung beranjak dari duduknya saat pintu dibuka tanpa permisi. Ia terlihat takut-takut menatap ke arah Andika, lantaran ekspresi dari lelaki itu sangat berbeda dari biasanya. Yaitu lebih dingin dan kejam. “Ke mana Cantika? Aku sudah mencarinya di seluruh kediaman ini, tetapi dia tidak kunjung terlihat di manapun!” Andika menatap penuh selidik kepada Maura. Maura menjadi gelagapan lantaran yang merasa terkejut karena s
“Tidak mungkin! Anda pasti berbohong kepada saya!” Cantika menggeleng kepalanya pelan sambil semakin derasnya linangan air mata.Kartika tersenyum tipis menatap Cantika. “Mulutmu berkata tidak percaya, tetapi hatimu malah membenarkan apa yang aku katakan.”Cantikan menyentuh kedua pipinya yang sekarang sudah basah akibat linangan air mata semakin deras. Ia dengan cepat mengambil tisu yang berada di depan mata.“Dia memang yang menabrak ayahmu, coba kau tanyakan saja kepada dia. Tapi pasti dia akan berbohong kepadamu, karena orang seperti dia mana mungkin mengakui kesalahannya dengan mudah seperti itu.” Kartika menepuk pundak Cantika, ia pun kemudian pergi menjauh dari sana.Karena Kartika tahu sekarang sudah hampir lima menit, membuat ia memilih untuk pergi lebih awal, supaya tidak ketahuan oleh para penjaga Cantika. Saat perempuan tersebut melewati satu meja, ia menatap dan menganggukkan kepala kepada orang yang duduk di sana.Orang itu
Cantika membelalakkan mata menatap Kartika yang sekarang berdiri di depan matanya. Namun, seketika ia baru saja teringat kalau perempuan itu dilarang untuk mendekati dirinya. “Bukankah Anda dilarang untuk bertemu dengan saya, tetapi kenapa Anda malah mengatakan omong kosong itu supaya saya datang kemari?” Cantika menaikkan sebelah alisnya menatap ke arah Kartika. Kartika berdecak kesal mendengar hal itu, karena ia merasa kalau Cantika mengira adalah seseorang yang pantas untuk ia temui, padahal nyatanya tidak seperti itu. Semuanya ia lakukan untuk dirinya sendiri, perempuan tersebut tidak peduli apapun yang terjadi kepada gadis kecil itu. Hanya saja Kartika harus menahan diri, supaya tidak terlalu terlihat kalau ia sekarang disuruh oleh Jack dan tentu saja tujuannya ingin mendapatkan Andika, sumber uang yang tak akan pernah habis. “Sebaiknya kita duduk dulu di sana, karena aku sudah memesan tempat khu
Mata Cantika menjadi berkaca-kaca menatap isi pesan tersebut, sehingga ia tanpa sadar menjatuhkan bulir bening dari kedua sudut matanya. Dengan cepat ia menyeka, lantaran ia sadar kalau pesan dari orang tak dikenal itu bisa saja hanyalah kebohongan belaka.Akan tetapi, Cantika tetap saja merasa kalau kepikiran dengan pesan tersebut. Sehingga mulai membuat ia menjadi terus melamun. “Kau kenapa? Bukankah kau seharusnya sangat senang karena sudah habis berbelanja?” Andika menatap lekat ke arah Cantika yang berada di sampingnya.Karena sekarang malam hari, mereka sedang tidur bersama di satu ranjang yang sama. Andika jadi melihat kalau Cantika terus saja melamun sedari tadi, padahal dirinya tahu kalau seorang perempuan pasti akan sangat suka sekali berbelanja sama seperti Kartika. Kartika saja sangat senang sekali setiap habis berbelanja, sehingga perempuan tersebut menjadi bersikap manis kepadanya, tetapi Cantika malah sedari ta
Maura menjadi gelagapan melihat Cantika yang tiba-tiba pingsan. Alhasil ia tak bisa berpikir jernih dan malah menjadi mondar-mandir lantaran merasa bingung melakukan apa kepada gadis pingsan di depan mata. Ingin memanggil seseorang untuk meminta bantuan, tetapi Maura terlalu takut untuk melakukan hal itu. Alhasil sekarang ia berusaha untuk membawa Cantika dengan susah payah ke ranjang, tak lupa ia pun pergi ke dapur untuk menyiapkan teh panas dan mengambil minyak angin di dalam kamarnya sendiri. Saat Maura masuk ke dalam kamar Cantika masih tak sadarkan diri, membuat ia mengoleskan minyak angin ke perut gadis tersebut dan tak lupa menciumkan aromanya ke hidung. Tak menunggu waktu lama, akhirnya gadis itu tersadar membuat perasaan ia menjadi sangat lega sekali melihat itu.“Sebaiknya kau bangun secara perlahan, karena kau habis pingsan di kamar mandi. Beruntung aku cepat menangkapmu.” Maura membantu Cantika untuk duduk secara perlahan.
Akan tetapi, Jack malah memaksa untuk Kartika mengikutinya masuk ke dalam mobil, membuat perempuan tersebut tidak memiliki pilihan lain sehingga ikut masuk ke dalam “Apa yang ingin kau tanyakan kepadaku? Tanyakan saja!” Jack menatap lekat ke arah Kartika. “Aku hanya ingin bertanya, kenapa kau ingin membantuku? Walaupun hubungan kalian tidak terlalu baik, tetapi kau bukanlah orang yang bisa menghianatinya karena bisnis kalian itu.” Kartika bersedekap dada sambil menatap Jack dengan tatapan penuh selidik.Jack tertawa dengan keras, “Kau ingin aku menjawab jujur atau berbohong?” tanyanya. “Tentu saja jujur. Siapa yang ingin dibohongi oleh seseorang?” ucap Kartika dengan tegas.Kartika terus saja memperhatikan ke arah Jack, karena ia berpikir kalau lelaki itu pasti memiliki sesuatu yang diinginkan. Sehingga membuat ia memilih untuk berhati-hati, takutnya kalau Jack akan meminta sesuatu yang tak dapat dirinya kabulk
Hanya umpatan yang bisa dikatakan Kartika saat i, ia tidak bisa memberikan pelajaran kepada Cantika. Karena setelah apa yang Lisa lakukan tadi membuat Andika menjadi menempatkan dua orang menjaga gadis kecil itu. Akan tetapi, saat perempuan itu ingin mengikuti Cantika lagi. Ada sentuhan di pundaknya, membuat Kartika menjadi ragu untuk menoleh lantaran mengira kalau orang itu adalah penjaga yang menjaga gadis tersebut. “Rupanya sekarang aku ketahuan,” gumam Kartika pelan. “Ketahuan oleh siapa?” Jack yang berada di belakang mengerutkan dahinya Kartika sadar kalau seseorang yang berada di belakangnya bukanlah penjaga yang menjaga Cantika, membuat ia menjadi menoleh menatap lelaki tampan di belakangnya.“Oh, hai, Jack!” sapa Kartika dengan lembut“Kau sekarang baru saja terlihat ramah, tadi padahal selalu mengepalkan tangan dengan wajah yang sangat merah,” ejek Jack dengan tertawa kecil.
Cantika merasakan ada sesuatu yang dingin menyentuh lehernya, ia pun membuka matanya secara perlahan untuk melihat. Pertama kali yang ia lihat adalah Andika sudah menjauh dari dirinya dan lantas membuat gadis kecil itu memegang leher.“Kalung?” Cantika mengerutkan dahinya.“Iya, kalung. Daripada memakai barang yang rusak lebih baik kau memakai itu saja di lehermu.” Andika menjawab sambil menunjukkan cermin kecil kepada sang gadis. Cantika lantas segera mengambil cermin itu, ia pun melihat kalung yang diberikan oleh Andika. Kalung itu sangatlah cantik dan tidak berlebihan di mata, tetapi gadis tersebut tetap merasa sayang kepada kalung yang rusak. Kalau sampai Andika membelikan kalung baru untuknya, berarti keputusan lelaki itu tetap saja untuk membuang kalung rusak tersebut. “Tapi bagaimana dengan kalung itu?” Cantikan menoleh menatap lekat kepada Andika, terlihat guratan khawatir di wajahnya “Te