“Tikus!” jerit Cantika dengan suara nyaring.
Wajah gadis itu sangatlah pucat, ia sangat ketakutan dengan binatang pengerat tersebut. Sehingga membuatnya tak bisa berpikiran jernih dan terus berteriak sedari tadi. Andika kebetulan tak jauh dari sana pun bergegas berlari menghampiri asal suara seseorang yang berteriak, ia takut kalau Jack yang masih berada di rumah ini menghampiri sang pelayan. Pintu lelaki itu buka dengan kasar, tak peduli kalau pintunya lepas karena ulahnya. Yang terpenting adalah menyelamatkan gadis terlihat lemah tersebut dari seseorang seperti Jack. Nihil, ternyata gadis tersebut sekarang hanya sendiri. Berdiri di atas kasur sambil memegangi sapu dengan wajah pucat. “Apa yang terjadi sehingga kau berteriak dengan keras seperti itu?” tanya Andika, wajah lelaki itu merengut. “Itu ada tikus.” Tunjuk Cantika ke pojok ruangan, di sana ada satu ekor tikus kecil. Andika mendesah, tak habis pikir gadis itu malah ketakutan dengan binatang yang sangatlah kecil. Mungkin kalau diinjak maka tikus tersebut akan mati. “Itu hanya tikus, bukan ular atau sesuatu yang berbahaya,” ucap Andika sinis. “Tidak berbahaya apanya? Bahkan dia baru saja masuk ke dalam pakaian saya!” pekik Cantika dengan raut wajah ketakutan. Andika mengorek telinganya dengan tangan, merasa suara gadis kecil itu sangatlah nyaring sekali. Sehingga membuat telinganya jadi berdengung, padahal pelayan tersebut tubuhnya mungil tetapi suaranya malah sangat cempreng. Dengan enggan lelaki itu berjalan menghampiri tikus, lalu tangannya dengan cepat menangkap binatang melata tersebut. “Astaga! Kenapa Anda malah menangkapnya dengan tangan tanpa mengenakan kain atau apa pun? Bisa-bisa nanti Anda malah menjadi sakit karena kuman yang menempel di tubuh binatang itu!” jelas Cantika, ekspresi jijik terus ia tunjukan sedari tadi. “Lantas apa yang harusnya aku lakukan? Apa membiarkannya saja di sana tanpa melakukan apapun?” Andika menatap tajam gadis itu, tikus kecil masih berada di tangannya. “Anda bisakan melapisi tangan pakai plastik atau kain supaya tidak bersentuhan langsung dengan tikus menjijikan itu?” Cantika memalingkan wajahnya ke arah lain, merasa enggan menatap sang suami yang sedang menatap tajam dirinya. Terdengar helaan nafas dari lelaki tampan tersebut, ia pun segera melangkahkan kaki ke arah jendela. Tangan kekar itu membuka jendela, lalu membuang tikus ke sana tanpa pikir panjang. “Sudah selesaikan?” Andika menatap sekilas gadis yang masih berdiri di kasur. “tapi kenapa kau tinggal di kamar ini? Padahal ada satu kamar pelayan kosong di dekat dapur.” “Sa-saya disuruh—,” ucapan Cantika dipotong sebelum meneruskannya. “Ya-ya, pasti kau disuruh Kartika untuk tinggal di sini. Angkat barangmu dan ikuti aku!” perintah Andika berjalan lebih dulu. Langkah kaki Andika sangat lebar, sehingga membuat Cantika yang masih sakit kesulitan untuk mengikuti sang suami. Namun, ia terus berusaha mengimbangi supaya tak terlalu jauh atau pun dekat. “Lamban sekali kau berjalan!” gerutu Andika yang tiba-tiba berhenti, sehingga membuat Cantika yang berjalan menunduk menabrak tubuh besar lelaki itu. “Maaf, saya tidak sengaja!” terang Cantika dengan menatap lekat sang suami. “Sudahlah. Kau jalan saja dengan cepat, karena aku sekarang sangat sibuk!” Kedua orang itu sekarang sudah sampai di kamar yang dimaksud. Kamar pelayan yang menurut Cantika terlalu bagus, lantaran besar melebihi dari kamarnya sendiri. Bahkan saat mendudukkan bokong di kasur itu, terasa sangat empuk. Berbanding terbalik dengan kamar pemberian Kartika. “Kau istirahatlah di sini! Kau tak perlu keluar kamar untuk mengambil minum atau sekedar ke kamar kecil, karena di dalam kamar ini lumayan lengkap.” Andika langsung keluar kamar tanpa mengatakan apapun lagi. Cantika menatap setiap sudut kamarnya, ternyata di bagian pojok ada kulkas kecil. Gadis tersebut pun segera melangkahkan kaki untuk menuju ke sana, tangan kecilnya membuka lemari pendingin itu. “Wah, ternyata banyak sekali minuman di dalam sini! Padahal ini hanya kamar seorang pelayan.” Mulut Cantika ternganga lantaran merasa takjub. “tapi ya seharusnya aku tak perlu merasa heran, karena dia kan orang yang sangat kaya.” Gadis itu pun memilih membaringkan tubuhnya di kasur lantaran merasa masih sangat lelah, belum lagi seluruh tubuhnya belum diobati sama sekali. Jadi sedari tadi hanya bisa menahan rasa sakit. Ringisan kecil keluar dari bibir merah jambu itu, lantaran mencoba memijat sendiri tangannya yang memar. “Sakit sekali!” “Hei, pelakor keluar kau sekarang juga!” teriakan Kartika membuat Cantika menjadi terkejut dan langsung beranjak dari kasurnya. Kakinya mulai merasa ragu untuk melangkah, tetapi kalau Kartika diacuhkan maka perempuan itu akan semakin marah nantinya. Dengan pelan Cantika membuka pintu perlahan, mata terpejam belum siap menyaksikan kemarahan dari kakak madunya itu. "Bisa-bisanya kau merayu suamiku, lalu membuat Andika yang sangat menyayangiku itu memarahiku! Rupanya kau telah melupakan dirimu sendiri ya, Pelakor kecil!" ujar Kartika, menatap penuh kebencian sambil meraih rambut Cantika dan menariknya dengan brutal. "Saya tidak pernah merayu suami Anda! Sebutan pelakor sama sekali tak pantas untuk saya! Karena justru Anda yang meminta saya untuk menjadi istri kedua suami Anda!" Cantika membantah dengan angkuh, kedua tangannya terus mencoba melepaskan rambutnya dari cengkeraman erat Kartika.Kartika berdecak kesal mendengar perkataan Cantika yang membela diri, “Tapi apapun perkataanmu, kau tetaplah istri kedua yang tak akan pernah mendapatkan hati Andika sampai kapan pun!” Perempuan itu langsung bergegas pergi dari sana dengan ekspresi penuh amarah. Ia merasa kehabisan kata-kata untuk melawan Cantika, karena yang dikatakan gadis tersebut adalah benar. Sedangkan Cantika baru bisa bernafas lega, lantaran bisa terhindar dari Amar yang mengerikan dari Kartika. “Kenapa dia selalu saja menarik rambutku? Kalau dia terus melakukan itu, bisa-bisa rambutku yang panjang ini akan habis,” ringis Cantika menahan rasa sakit yang masih terasa. Di dalam hati kecilnya merasa sangat tersakiti oleh perkataan dari Kartika. Namun, ia tak menolak fakta itu karena memang benar sepertinya tidak akan pernah mengalahkan Kartika sebagai istri pertama. Lalu bukankah dirinya tidak ada niatan untuk memiliki perasaan kepada Andika, gadis itu menikah
Kartika memandang datar kepada gadis yang berada di depannya sekarang ini. “Apa yang kau lihat?”Cantika menggelengkan kepalanya pelan. “Tidak ada, Nyonya!”“Bagus, memang sepatutnya seperti itulah pelayan. Jangan pernah mencampuri apa yang dilakukan oleh majikan sendiri.” Kartika bersedekap dada, senyum sinis terukir di bibirnya. “ah, iya! Antarkan makan siang ke kamar.”Setelah mendengar perintah perempuan itu, Cantika segera melangkahkan kakinya ke ruang makan.“Eh, ada apa? Kenapa Nyonya Kartika tidak turun?” Gadis yang membantu memasak tadi memberondong pertanyaan kepada Cantika.“Nyonya ingin makan di dalam kamar saja, jadi memintaku untuk membawa semuanya ke kamar.” Cantika ingin mengangkat semuanya satu-persatu.“Kalau kau membawanya seperti itu, nanti Nyonya Kartika malah akan marah. Di sana ada troli untuk membawa beberapa hidangan sekaligus.” Gadis yang masih belum diketahui namanya itu menunjuk ke sudut dapur.
Wajah Cantika menjadi menegang, merasakan kalau sebenarnya gadis yang ada di depannya ini menyimpan sesuatu darinya. Namun, sama seperti tadi Diana hanya tertawa kecil melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Cantika.“Astaga, kenapa wajah kamu tegang terus sih dari tadi? Seperti seseorang yang menyimpan sesuatu saja,” kekeh Diana ia seakan sedang mengamati gadis tersebut.Cantika menetralkan wajahnya yang tegang, lalu mulai mengatakan alasan apa akhirnya berada di sini. “Em, bukan apa-apa sih. Aku hanya teringat dengan ayahku yang dirawat di rumah sakit, jadi memerlukan banyak biaya sedangkan aku tidak bekerja. Terus mendengar lowongan pekerjaan sebagai pelayan di sini, lalu melamar.”Senyuman canggung terukir di bibir Cantika, tetapi ia berusaha untuk membuat Diana percaya kepadanya. Lagi pula alasan yang dirinya katakan itu tidak sepenuhnya salah. “Em, begitu. Sepertinya kau harus menahan dirimu di tempat seperti ini untuk waktu yang l
Tak Cantika pedulikan lagi tentang ponselnya yang jatuh. Gadis tersebut berlari ke kamar di mana Kartika dan Andika berada, tidak mungkin ia tak minta izin dari mereka berdua. Sehingga tanpa ada rasa ragu mengetuk pintu tersebut dengan cepat.“Bisa tidak sih mengetuk pintunya pelan-pelan saja!” ketus Kartika dengan wajah sinisnya.Bukannya menjawab, bulir bening malah meluncur dengan deras dari kedua mata Cantika. Ia tak kuasa mengatakan apapun dari bibir mungilnya.Kartika merasa terkejut melihat itu, lantas mendorong Cantika untuk mundur supaya bisa menutup pintu kamar.“Cengeng banget jadi perempuan, dibentak sedikit saja nangis.” Kartika bersedekap dada, tak peduli dengan perasaan gadis itu.“Saya ingin izin pergi ke rumah sakit hari ini, karena keadaan ayah saya memburuk,” ucap Cantika terisak, tak dapat mengatakan dengan benar. “Paling ayahmu itu sebentar lagi akan mati. Jadi apa gunanya kau k
Andika merasa tertampar dengan apa yang dikatakan oleh Cantika. Ia pun segera melepaskan cengkraman tangan dan beralih menatap keluar jendela.“Maaf,” gumam Andika pelan, nyaris tak terdengar di telinga.Cantika meringis kesakitan, lantaran pergelangan tangannya semakin terasa nyeri. Gadis itu pun memilih memijat perlahan, berharap akan mengurangi rasa sakitnya. Namun, malah bertambah sakit sehingga Andika menoleh ke arahnya.Kedua pasangan suami-istri itu bersitatap, tetapi hanya beberapa menit saja kembali memandang ke arah lain. Suasana pun menjadi sangat canggung.Waktu pun berjalan terasa lambat sekali untuk sampai ke rumah sakit yang dimaksud. Sesekali Andika akan melirik ke arah jam tangannya, sementara Cantika terus memainkan jemari mungil miliknya.“Tuan, kita sudah sampai di rumah sakit Merah Putih!”Perkataan sang sopir membuat Cantika bisa bernafas lega. Gadis itu lantas segera turun dari mobil mewah Rolls-Royce, memb
Andika terus memperhatikan wajah Cantika yang memerah. Gadis itu terlihat sangat cantik bahkan saat terpejam, bulu matanya yang lentik, hidungnya yang pesek dan kedua pipi yang memiliki lesung pipit menambah keimutan istri kecilnya.Sehingga tangannya tanpa sadar mulai mencubit kedua pipi Cantika dengan keras, membuat gadis tersebut meringis kesakitan.“Apa yang Anda lakukan, Tuan?” Cantika mengelus pipinya yang habis dicubit, wajahnya terlihat mengerut lantaran merasa kesakitan.Andika malah berbalik, lalu membuka kunci pintu itu. Lelaki tersebut keluar tanpa mengatakan apa pun. Membuat Cantika mengekor di belakang, ternyata di sana sudah ada satu suster yang menunggu dengan kertas di tangannya.“Ini resep obat, silahkan tebus di apotek.” Suster menyerahkan selembar kertas kepada Cantika.Cantika hanya bisa menutupi rasa malunya dengan tersenyum. Ia mengira, kalau suster itu sedari tadi menunggu pintu terbuka.
Tak Cantika duga, lelaki itu malah mengambil tangannya dan memaksa untuk menggenggam kartu beserta dengan uang tunai.Perlahan gadis itu membuka matanya, menatap ke arah Andika yang langsung masuk ke dalam mobil dan tak lama meninggalkan dirinya sendiri. Dengan terpaksa Cantika memasukkan kartu ke tempat yang aman, ia pun menghitung uang tunai yang diberikan oleh Andika. “Uang ada dua juta! Pantas banyak sekali.” Mulut Cantika menganga dengan lebar, ia terkejut mengetahui uang itu sangat banyak.Matanya melirik ke sekitar, memastikan apakah ada seseorang yang melihat Andika memberikan uang itu. Gadis tersebut pun bernapas lega, tatkala melihat orang yang sibuk dengan urusan masing-masing.Tangannya pun bergegas memasukkan uang tunai itu ke dalam dompet lusuh miliknya. Dompet yang sudah termakan usia tersebut sudah meronta-ronta untuk diganti, tetapi Cantika tidak memperdulikan hal itu. Menurutnya selama masih b
Cantika dengan sigap mengubah wajah tegangnya menjadi berekspresi datar. Namun, di dalam hati kecilnya masih menyimpan ingatan kelam saat bersama orang yang ada di depannya ini, sehingga membuat jantungnya berdebar dengan kencang.Sementara itu, orang yang berada di depannya tersebut lantas menjadi jarak. Karena sadar kalau gadis yang berada di depannya ini tengah menahan rasa takut. Orang tersebut adalah Jack, lelaki yang tak kalah tampan dengan Andika.“Kau jangan takut seperti itu kepadaku. Kau tahu sendiri kan ada seseorang yang membuat obat di dalam anggur, sehingga membuatku menjadi hilang kendali!” ucap Jack memberi alasan.“Tetapi kenapa Anda bisa berada di sini? Apakah anda mengikuti saya?” Cantika menaikkan sebelah alisnya, memandang Jack dengan penuh selidik.“Tidak, tidak! Aku sedang duduk di taman untuk menghirup udara segar sebentar, tetapi mataku tak sengaja melihatmu yang berjalan kemari. Beberapa kali aku meman