Share

8. Pelakor kecil

“Tikus!” jerit Cantika dengan suara nyaring.

Wajah gadis itu sangatlah pucat, ia sangat ketakutan dengan binatang pengerat tersebut. Sehingga membuatnya tak bisa berpikiran jernih dan terus berteriak sedari tadi.

Andika kebetulan tak jauh dari sana pun bergegas berlari menghampiri asal suara seseorang yang berteriak, ia takut kalau Jack yang masih berada di rumah ini menghampiri sang pelayan.

Pintu lelaki itu buka dengan kasar, tak peduli kalau pintunya lepas karena ulahnya. Yang terpenting adalah menyelamatkan gadis terlihat lemah tersebut dari seseorang seperti Jack.

Nihil, ternyata gadis tersebut sekarang hanya sendiri. Berdiri di atas kasur sambil memegangi sapu dengan wajah pucat.

“Apa yang terjadi sehingga kau berteriak dengan keras seperti itu?” tanya Andika, wajah lelaki itu merengut.

“Itu ada tikus.” Tunjuk Cantika ke pojok ruangan, di sana ada satu ekor tikus kecil.

Andika mendesah, tak habis pikir gadis itu malah ketakutan dengan binatang yang sangatlah kecil. Mungkin kalau diinjak maka tikus tersebut akan mati.

“Itu hanya tikus, bukan ular atau sesuatu yang berbahaya,” ucap Andika sinis.

“Tidak berbahaya apanya? Bahkan dia baru saja masuk ke dalam pakaian saya!” pekik Cantika dengan raut wajah ketakutan.

Andika mengorek telinganya dengan tangan, merasa suara gadis kecil itu sangatlah nyaring sekali. Sehingga membuat telinganya jadi berdengung, padahal pelayan tersebut tubuhnya mungil tetapi suaranya malah sangat cempreng.

Dengan enggan lelaki itu berjalan menghampiri tikus, lalu tangannya dengan cepat menangkap binatang melata tersebut.

“Astaga! Kenapa Anda malah menangkapnya dengan tangan tanpa mengenakan kain atau apa pun? Bisa-bisa nanti Anda malah menjadi sakit karena kuman yang menempel di tubuh binatang itu!” jelas Cantika, ekspresi jijik terus ia tunjukan sedari tadi.

“Lantas apa yang harusnya aku lakukan? Apa membiarkannya saja di sana tanpa melakukan apapun?” Andika menatap tajam gadis itu, tikus kecil masih berada di tangannya.

“Anda bisakan melapisi tangan pakai plastik atau kain supaya tidak bersentuhan langsung dengan tikus menjijikan itu?” Cantika memalingkan wajahnya ke arah lain, merasa enggan menatap sang suami yang sedang menatap tajam dirinya.

Terdengar helaan nafas dari lelaki tampan tersebut, ia pun segera melangkahkan kaki ke arah jendela. Tangan kekar itu membuka jendela, lalu membuang tikus ke sana tanpa pikir panjang.

“Sudah selesaikan?” Andika menatap sekilas gadis yang masih berdiri di kasur. “tapi kenapa kau tinggal di kamar ini? Padahal ada satu kamar pelayan kosong di dekat dapur.”

“Sa-saya disuruh—,” ucapan Cantika dipotong sebelum meneruskannya.

“Ya-ya, pasti kau disuruh Kartika untuk tinggal di sini. Angkat barangmu dan ikuti aku!” perintah Andika berjalan lebih dulu.

Langkah kaki Andika sangat lebar, sehingga membuat Cantika yang masih sakit kesulitan untuk mengikuti sang suami. Namun, ia terus berusaha mengimbangi supaya tak terlalu jauh atau pun dekat.

“Lamban sekali kau berjalan!” gerutu Andika yang tiba-tiba berhenti, sehingga membuat Cantika yang berjalan menunduk menabrak tubuh besar lelaki itu.

“Maaf, saya tidak sengaja!” terang Cantika dengan menatap lekat sang suami.

“Sudahlah. Kau jalan saja dengan cepat, karena aku sekarang sangat sibuk!”

Kedua orang itu sekarang sudah sampai di kamar yang dimaksud. Kamar pelayan yang menurut Cantika terlalu bagus, lantaran besar melebihi dari kamarnya sendiri.

Bahkan saat mendudukkan bokong di kasur itu, terasa sangat empuk. Berbanding terbalik dengan kamar pemberian Kartika.

“Kau istirahatlah di sini! Kau tak perlu keluar kamar untuk mengambil minum atau sekedar ke kamar kecil, karena di dalam kamar ini lumayan lengkap.” Andika langsung keluar kamar tanpa mengatakan apapun lagi.

Cantika menatap setiap sudut kamarnya, ternyata di bagian pojok ada kulkas kecil. Gadis tersebut pun segera melangkahkan kaki untuk menuju ke sana, tangan kecilnya membuka lemari pendingin itu.

“Wah, ternyata banyak sekali minuman di dalam sini! Padahal ini hanya kamar seorang pelayan.” Mulut Cantika ternganga lantaran merasa takjub. “tapi ya seharusnya aku tak perlu merasa heran, karena dia kan orang yang sangat kaya.”

Gadis itu pun memilih membaringkan tubuhnya di kasur lantaran merasa masih sangat lelah, belum lagi seluruh tubuhnya belum diobati sama sekali. Jadi sedari tadi hanya bisa menahan rasa sakit.

Ringisan kecil keluar dari bibir merah jambu itu, lantaran mencoba memijat sendiri tangannya yang memar. “Sakit sekali!”

“Hei, pelakor keluar kau sekarang juga!” teriakan Kartika membuat Cantika menjadi terkejut dan langsung beranjak dari kasurnya.

Kakinya mulai merasa ragu untuk melangkah, tetapi kalau Kartika diacuhkan maka perempuan itu akan semakin marah nantinya.

Dengan pelan Cantika membuka pintu perlahan, mata terpejam belum siap menyaksikan kemarahan dari kakak madunya itu.

"Bisa-bisanya kau merayu suamiku, lalu membuat Andika yang sangat menyayangiku itu memarahiku! Rupanya kau telah melupakan dirimu sendiri ya, Pelakor kecil!" ujar Kartika, menatap penuh kebencian sambil meraih rambut Cantika dan menariknya dengan brutal.

"Saya tidak pernah merayu suami Anda! Sebutan pelakor sama sekali tak pantas untuk saya! Karena justru Anda yang meminta saya untuk menjadi istri kedua suami Anda!" Cantika membantah dengan angkuh, kedua tangannya terus mencoba melepaskan rambutnya dari cengkeraman erat Kartika.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status