Share

Bab 2

Hari itu juga adalah hari yang terik, ekspresi yang tersipu malu dan pelipisnya yang dibasahi keringat membuatnya teringat akan sore hari itu.

Selama tiga tahun terakhir, setiap malam, bayangan itu selalu mengusik tidurnya setiap malam, membuatnya selalu gelisah dan tak nyaman

Lucas menggesekkan ujung jarinya, tempat disentuh gadis itu yang terasa sedikit memanas. Suhu udara di sekitarnya berubah juga sedikit bergejolak. Namun, dia segera mengalihkan pandangannya.

“Masuklah.” ucap Lucas kembali memasang wajah datar.

Winny langsung menghela napas lega seolah mendapat izin untuk melarikan diri. Tentu saja, ia tidak bisa melihat tatapan layak seekor predator dari pria itu.

Setelah memasuki kediaman keluarga Sanjaya, Winny baru mendapati bahwa tidak hanya anggota keluarga Sanjaya, tetapi teman-teman lama Lucas juga hadir. Mereka semua adalah tuan muda dari keluarga terpandang, dan Lucas yang paling menonjol di antara mereka. Winny yang sudah pernah melihat peringai mereka, sontak berusaha keras agar dapat menghindari mereka.

Namun, Linda yang bersikap seperti nyonya rumah, sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk lari. "Aku sedang sibuk, jadi kamu yang pergi berikan alkohol ini kepada pamanmu."

Winny yang tidak bisa menolak, terpaksa menguatkan dirinya dan memasuki ruangan dengan berhati-hati.

Ruangan itu dipenuhi dengan kemewahan dan suara gelak tawa. Winny yang berdiri di ambang pintu dengan gaun biru muda simpelnya terlihat sangat menojol seperti mawar putih segar di antara mawar berduri, sehingga seketika semua mata jatuh ke arahnya.

Meskipun penerangan ruangan itu remang-remang, namun kecantikan Winny tetap terpancar. Rambut hitam legam dan bibir merahnya memancarkan pesona alami, membuat setiap helaian rambutnya pun tampak memikat. Kulitnya yang putih bersinar semakin memukau dalam balutan gaun biru muda itu, seolah memikat setiap jiwa yang melihatnya.

Setelah pertunjunkan memukau yang singkat, suara gelak tawa bernada cemooh terdengar, “ Tuan Muda Ketiga, beberapa tahun tidak melihatnya, gadis asuh keluargamu sudah tumbuh begitu besar dan menggoda.”

Lucas yang tidak menduga Winny akan datang, agak mengerutkan keningnya sembari mengayunkan gelas anggur.

“Hanya beberapa tahun makan di sini, tidak pantas disebut gadis asuh keluarga ini “ ucap Lucas dengan dingin seolah sedang membahas sesuatu yang tidak penting.Dengan mudahnya, pria itu memutuskan hubungan dengan Winny, sekaligus mengatakan dia tidak ada sangkut pautnya keluarga Sanjaya.

Perasaan Winny seketika terasa sesak, tangannya mencengkeram erat nampan. Lucas masih sama seperti di ingatannya, pria itu tahu persis kata apa yang paling menusuk.

Walaupun Winny tidak menatap ke arah Lucas dan sedang berdiri, sedangkan pria itu sedang duduk, dia dapat merasakan tatapan remeh dari pria itu.

Menghadapi tatapan menhujat dan remeh dari orang-orang tersebut, Winny tetap menaruh alkohol di meja.

“Paman, ini alkohol kalian” ucap Winny dengan pelan.

Lucas menyipitkan matanya saat pandangan berhenti ke arah satu betis halus gadis itu. "Siapa yang mengizinkanmu masuk? Keluar!" ucap Lucas dengan nada ketus.

Semua orang menatap Winny seolah dia adalah sebuah hiburan dan menunggu kelanjutan. Winny merasa dirinya saat ini juga bagaikan dilucuti pakaian di depan umum. Dia menggigit bibirnya hingga hampir berdarah dan bergegas mundur keluar setelah meletakan nampan.

Tak lama kemudian, berbagai suara ejekan terdengar di belakangnya.

“Tuan Muda Ketiga, kenapa Anda begitu kejam? Bagaimanapun, dia seorang wanita yang cantik. Anda bener-bener tidak tahu cara memperlakukan wanita cantik.”

“Tuan Muda Ketiga, panggil dia minum beberapa gelas, toh, tidak ada wanita lain yang menemani kita semua.”

Tangan Winny bergetar setelah mendengar perkataan ejekan mereka. Ternyata, di mata Lucas dan teman-temannya, dia tidak berbeda jauh dengan pelayan Lady Companion. Winny yang tidak ingin mendengar lebih jauh, bergegas pergi meninggalkan ruangan itu.

Di dalam ruangan, Lucas melepas genggamannya pada gelas anggur, lalu tersenyum tipis. "Jika mau mencari wanita, jangan menggila disini, pergilah ke bar, di sana ada semua wanita yang kalian inginkan.”

Orang-orang itu terus mengolok-lok tanpa menyadari bahaya di hadapan mereka, “Toh, wanita itu bukan bagian dari keluarga Sanjaya. Seharusnya dia bersyukur bisa memiliki kesempatan menemani kita minum-minum.”

“Haah, kaki putih dan ramping itu, melilit di pinggang pasti sangat memuaskan.”

Lucas yang sedari tersenyum tipis tanpa sepatah katapun, namum sorot mata berkilat kemarahan yang mulai memucak.

Lucas tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya, meraih botol anggur di meja dan menghantamkannya ke kepala orang yang melontarkan perkataan terakhir. Botol itu pecah dengan darah bercampur dengan anggur merah mengalir ke lantai yang mempertunjukan pemandangan yang mengejutkan.

Seluruh ruangan hening seketika, setiap orang terpaku di tempat mereka berdiri, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Keheningan yang mencekam meliputi mereka, dan hanya suara cairan darah yang menetes dan anggur yang bercampur satu mengalir memenuhi lantai.

Di selang keheningan itu, akhirnya ada seseorang yang cukup berani berdiri. "Tuan Muda Ketiga, ini..." ucap orang berani itu terbata-bata.

Lucas membetulkan kerah dengan tenang dengan ekspresi seolah pemukulan yang barusan terjadi tidak ada hubungan dengan dirinya.

"Sayang, anggur sebaik ini bahkan tidak bisa membuatnya diam, benar-benar pembawa sial." ujar Lucas dengan nada ringan. Meskipun nada terdengar ringin, namun berbanding terbalik dengan raut yang terpasang di wajahnya.

“Tapi, Tuan Muda Ketiga, dia datang untuk menyambut Anda. Kenapa Anda…” ucap orang berani itu salah tingkah.

Lucas mengambil tisu dan mulai mengelap satu per satu jarinya tanpa ekspresi, namun sorot mata yang dingin mematikan itu membuat semua orang di ruangan itu bergidik ngeri.

“Di wilayah keluarga Sanjaya, bahkan seekor anjing, kalian tidak berhak berbuat semau kalian.” Ujar Lucas dengan tatapan tajam menusuk. “Keluar!” Pria dengan kepala yang berdarah-darah itu tertegun dan tidak berani mengangkat kepalanya.

Meskipun, mereka semua berasal dari keluarga terpandang, namun Lucas berdiri di puncak rantai makanan.

Pria itu bahkan tidak berani mengelap darah yang memercik ke wajahnya. “Maafkan saya, Tuan Muda Ketiga, saya terlalu impulsif.” Jawab pria itu gemetaran.

Lucas membuang tisu yang digunakannya, lalu berbalik meninggalkan ruangan. Meskipun tidak sepatah kata keluar darinya, namun aura dingin mencuat lebih mencekam dari sebelumnya membuat semua orang ketakutan.

Seseorang membantu pria itu berdiri seraya berbisik pelan, "Pergilah, keluar melalui pintu belakang, jangan merusak suasana hari ini."

Winny yang berencana beranjak pergi setelah berbaring sebentar di kamarnya, kebetulan melihat Lucas sedang berjalan turun dari ujung tangga lantai dua. Winny sontak ingin membalikan badan lari kembali ke kamar, namun malah keciduk oleh Lucas.

Winny yang keadaan dimana salah satu tangannya menggenggam pegangan pintu dan satu lainnya menggenggam tasnya. Di momen itu, dia tidak tahu harus bergerak maju atau mundur, lalu memutuskan bersandar di pintu dan dengan canggung menyapa Lucas.

Lucas yang melihat Winny berjalan turun mendekatinya. Winny melihat sorot mata Lucas, refleks ingin mundur. Saat sepasang mata dingin itu yang menatapnya, dia merasa dirinya bagaikan butiran debu di hadapannya. Di momen itu, waktu seolah terputar kembali sepuluh tahun lalu.

Cuaca hari itu sangat panas dan pengat, dia dibawa oleh tantenya ke ruang tamu keluarga Sanjaya. Anak laki-laki dan perempuan Abraham memanggilkan anak wanita penggoda dan melempar keluar barang bawaan.

Winny bisa mendengar isak tangis tantenya, dia sangat gusar dan hanya bisa mencengkram erat roknya. Ia serasa dirinya sudah dibuang.

Hingga suara dingin bergema di atas kepalanya.

“Nikol, Aurel, beginikah guru etiketmu mengajarkanmu untuk memperlakukan tamu?”

Ruang tamu tiba-tiba menjadi hening.

Winny mengangkat kepalanya, dan saat itu juga dia tahu bahwa momen itu akan terukir selamanya dalam ingatannya.

Di ujung tangga bergaya oriental mewah, berdiri seorang pemuda dengan balutan baju putih dan celana hitam, anggun dan menawan. Wajahnya begitu tampan yang sulit untuk dilupakan.

Dia melangkah turun dengan begitu elegan dan tenang, begitu indah bagaikan sebuah lukisan, membuat Winny di masa itu terpana.

Linda langsung menarik pakaian Winny dan berkata pelan, “Dia adalah pamanmu, Lucas Sanjaya, Adik paman Abraham, cepat panggil paman!”

Winny menundukkan kepalanya, tidak berani bertemu pandang. Jantung berdetak kencang. “Paman” panggil Winny dengan lirih.

Lucas hanya memberi anggukan kecil, lalu melewatinya. “Mulai hari ini, anggap tempat ini sebagai rumah sendiri. Jika ada kamu butuhkan, cari Kepala Pelayan sini, Pak Agus.”

Winny melamum sejenak mendengar suara dingin tapi indah itu. Hingga suara mesin motor Harley di luar pintu membuyarkan lamunan, barulah dia sadar bahwa Lucas sudah pergi menjauh.

Sejak hari berkesan itu, untuk waktu yang sangat lama, Winny mempercayai bahwa Lucas adalah orang baik, sampai suatu hari ia berlutut di hadapannya memohon dengan putus asa hanya untuk menerima tatapan dingin yang tanpa belas kasihan.

Barulah pada saat itu Winny tersadar dari delusinya, Lucas tidak pernah mengasihini dirinya. Orang seperti Lucas tentu bukanlah seorang berhati lembut, pria itu lahir dan tumbuh besar di lingkungan yang keras dan dingin. Terbiasa dengan kesemena-menaan, kekerasan dan perampasan.

Seberapa bodohkah dia, sehingga percaya bahwa Lucas adalah orang baik?

“Kamu sudah pindah dari rumah ini?” tanya Lucas yang sudah berada di hadapannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status