Share

Bab 5

Pria mencolok itu tidak lain dan tidak bukan adalah Lucas!

Dia mengenakan kemeja putih berkualitas tinggi, celana panjang hitam yang membungkus kaki panjangnya. Penampilannya memancarkan aura dingin dan elegan. Dia berdiri di tengah jalan yang ramai, tentu saja menarik banyak perhatian!

Sedangkan, di sampingnya, berdiri seorang wanita mengenakan gaun putih bermerek yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang indah. Wanita sangat cantik dan mempesona, yang dimana sepasang mata indah itu melengkung indah membentuk senyuman saat dia tersenyum.

Entah apa yang mereka bicarakan, wanita itu menggelayutkan tangannya di lengan Lucas dan menariknya berjalan ke depan. Winny yang melihat mereka menjauh,akhirnya bisa menghela napas lega dan menurunkan buku dari wajahnya. Tiba-tiba, Lucas menoleh ke arah Winny dan William. Meskipun jaraknya cukup jauh, Winny bisa merasakan tatapan dingin menembus dirinya. Ia sontak bergidik dan jantungnya berdegup kencang. Beruntung, Lucas segera mengalihkan pandangannya.

Winny segera bangkit, “Maaf, William, saya ada urusan dan harus pergi.”

William belum sempat berbicara, Winny lari terbirit-birit seperti sedang melihat setan. Sayangnya, belum sampai ke pintu, sosok Lucas dan wanita cantik itu sudah muncul di penglihatannya. Winny tidak sempat bersembunyi, hanya bisa berdiri kaku dan menyapa Lucas, “Paman!”

Pandangan Lucas melayang ke Winny yang mengenakan gaun putih selutut, lalu beralih ke wajahnya yang sedikit pucat.

“Kamu sedang nongkrong temanmu di sini?” Tanya Lucas.

“Lucas, siapa ini? Kenapa dia memanggilmu paman?” Tanya wanita di wanita sampingnya dengan lembut.

“Keponakan dari istri kakakku.”Jawab Lucas dengan datar.

“Jadi kamu keponakan kecil itu, sudah besar sekarang, ya?” Ujar wanita itu sedikit terkejut melihat Winny, lalu dia mengulurkan tangannya , “Halo, aku Lucy, teman Lucas.”

Sebenarnya, tanpa perlu Lucy perlu memperkenalkan diri, Winny sudah lama mengenal dia. Ia sering diam-diam mengamati Lucy saat masih tinggal di rumah itu. Seorang nona dari keluarga terpandang yang selalu dimanja, bahkan Lucas yang biasanya sangat dingin dan sedikit bicara, pun memberikan semua perhatiannya padanya. Baginya,Lucy bagaikan seorang putri kerajaan, sementara dia hanya seorang upik abu. Belum sempat Winny menjawabnya, William ikut datang.

“Hei, ponselmu tertinggal.” Panggil William sambil memegang ponsel milik Winny.

“Terima kasih!” Ucap Winny sembari mengambil ponselnya.

“Winny, apakah kita boleh bertukar kontak di Line?” Tanya William yang ujung telinganya mulai memerah sambil menggaruk kepalanya dengan malu-malu.

Winny yang ingin segera pergi dari situ dengan cepat menambahkan William sebagai teman di Line. Namun, mereka berdua tidak menyadari tatapan Lucas yang semakin dingin mencekam.

“Winny, dia temanmu?” tanya Lucas.

“Bukan, aku adalah pasangan kencan buta, hari ini pertama kali bertemu.” Potong William sambil tertawa ringin.

“Pasangan kencan buta?” Lucas menyipitkan mata dan sorot matanya semakin menggelap.

Winny yang terkejut sontak menundukkan kepala.

“Bukan, dia hanya teman biasa. Paman, Nona Lucy, kami akan pergi sekarang, kami tidak ingin mengganggu kencan kalian.” Ucap Winny dengan nada pelan sembari memegang kedua tangan dengan erat. Setelah mengatakan itu, Winny menarik William dan berlari keluar.

Di luar kafe, William tersenyum, “Pria itu benar-benar pamanmu, dia tampak begitu muda dan sangat tampan sekali seperti seorang aktor."

Winny melihat wajah William yang mirip dengan seseorang dalam ingatannya, merasa sedikit berat hati.

“William, sebaiknya kamu menjaga jarak denganku. Hapus kontak Line-ku atau apapun itu. Berhubungan denganku tidak akan membawa kebaikan untukmu.” Ujar Winny dengan cepat. Belum William tersadar dari kebingungannya, Winny sudah berbalik pergi.

Musim kemarau tetapi mendadak hujan deras, Winny baru berjalan beberapa langkah, mau tak mau harus sebentar mencari tempat berteduh.

Sayangnya, tidak ada tempat berteduh di sekitar, mau tak mau ia hanya bisa berteduh di bawah pohon di pinggir jalan dengan pakaian basah kuyup sembari menunggu hujan mereda.

Setelah beberapa saat, sebuah Maybach hitam melaju dengan cepat dan cipratkan air mengenainya. Pintu mobil terbuka, suara yang dingin dan rendah terdengar dengan jelas di antara suara hujan, “Masuk mobil!” .

Meskipun di halangi derasnya hujan, Winny masih dapat melihat jelas orang di dalam mobil tersebut. Pergelangan tangan yang ramping dan kuat menekan jendela dan menatapnya.

Winny sempat ragu sejenak, lalu mundur beberapa langkah dan belari pergi.

Lucas yang melihat bayangan kecil yang berlari menjauh di tengah hujan sontak menyipitkan matanya.

Suhu udara di mobil seketika berubah dingin membuat Andre sedikit gemetaran.

“Tuan Muda Ketiga, haruskah kita membawa Nona Winny kembali?” Tanya Andre ragu-ragu. Lucas mengatup bibirnya dan melihat Winny naik ke bus tidak jauh dari sana.

“Pergi ke kosnya” Perintah Lucas.

Di dalam bus, Winny terus melirik ke belakang, di saat lampu mobil Lucas tidak lagi terlihat, barulah ia menghela napas lega.Entah kenapa, ia merasa Lucas semakin lama semakin menakutkan.

Setelah turun dari bus, hujan masih turun dengan deras, Winny yang tidak membawa payung terpaksa berlarian masuk ke lorong kosnya.Demam yang awalanya belum sepenuhnya sembuh, semakin parah setelah kehujanan.

Lampu di lorong yang rusak, cahaya remang-remang menyelinap masuk semakin menambah kesan suram tempat itu.

Winny sudah basah kuyup, ditambah lagi seharian tidak sempat makan, yang awalnya tubuh bertenaga karena dorongan adrenalin tiba-tiba menjadi lemas tak bertenanga. Ia memegang tangga berkarat dan perlahan naik ke lantai atas. Sesampai di depan pintu, dia baru menyadari bahwa tasnya tertinggal di kafe dan hanya ponsel yang bersamanya.

Winny tersenyum kecut, terduduk di lantai sembari bersandar di tembok kosnya. Kenapa nasibnya begitu sial, tidak pernah ada hal baik yang terjadi setiap bertemu Lucas.

Kunci yang tertinggal, ponsel yang baterainya habis. Sekarang dia hanya bisa menunggu hujan reda dan mencari solusi. Tidak tahu berapa lama waktu berlalu, dia mendengar langkah kaki yang perlahan mendekat di lorong.

Ia ingin mengangkat kepala untuk melihat siapa itu, tapi kepalanya terasa sangat berat dan hanya terangkat sedikit. Ia dapat melihat bayangan seseorang pria yang tinggi dan tegap.

Aroma pinus tercium kuat oleh Winny, ia awalnya tidak begitu fokus karena demam tingginya sontak tersadar.

“P-Paman...” Ucap Winny terbata-bata dan langsung bangkit dari duduknya.

Itu Lucas!

Lucas melihat Winny tanpa bergerak, rambutnya basah yang menempel di wajah munggilnya semakin membuat kulitnya terlihat mulus dan bersinar, bibirnya tampak lebih merah merona karena demam seolah menggoda untuk dicium.

“Kenapa lari saat melihatku?” Tanya Lucas dengan sorot mata menggelap.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status