Share

Bab 6

Semakin terasa aura bahaya mendekat, Winny merasa semakin sesak dan sulit untuk bernafas. Ia terus berusaha bergerak mundur, namun punggungnya sudah menempel rapat di dinding tanpa ada celah untuk mundur.

Namun, Lucas tidak berniat melepaskannya begitu saja, bayangan tinggi menjuntai semakin mendekat dan hampir menekan tubuh wanita itu. Winny yang tak berdaya hanya bisa menggenggam erat pipa air yang berkarat di sebelahnya, menundukkan kepala tanpa berani menatapnya.

Cahaya remang menyamarkan rona merah yang tidak wajar untuk orang sehat, dan hanya menyisakan pemandangan bibir merah merona.

Tatapan Lucas kemudian jatuh pada rambutnya yang setengah basah. "Kamu tinggal di tempat seperti ini demi menghindari siapa?" Tanya Lucas dingin. Jarak Lucas sudah begitu dekat dengan Winny, bayangan tubuhnya yang sudah sepenuhnya menutupi wanita itu bagaikan sebuah sangkar memerangkapnya tanpa ada secuil kemungkinan melarikan diri.

Winny merasa kepalanya semakin berat dan seluruh tubuhnya terasa lemas, ditambah lagi Lucas begitu dekat membuat kakinya mulai gemetar tak terkendali.

"Jawab!"

Winny membuka bibirnya, "Paman, aku..." Sebelum Winny dapat menyelesaikan perkataannya, pandangan menjadi gelap dan jatuh pingsan.

Pingsan?

Lucas yang berhasil menangkap tubuh yang terkulai itu, baru menyadari bahwa suhu tubuhnya sangat tinggi. Dia mengernyitkan dahi dan menggedongnya.

Ketika Winny sadar, ia mendapati dirinya berada dalam kegelapan total, tanpa secercah cahaya.

Ia secara naluriah mengira berada di tempat tidurnya sendiri, ketika mengangkat tangan, ia menyentuh sesuatu yang keras dan lembut seperti tekstur kulit yang halus.

Sofa? Kursi?

Tiba-tiba, lampu di atas kepala sayup-sayup menyala diikuti dengan suara rendah yang dingin, "Sudah bangun?" Winny spontan menengadah dan bertemu dengan sepasang mata gelap yang dingin. Winny tertegun, "Paman... kenapa aku bisa bersama Anda di dalam mobil?" Di mana Andre yang selalu bersamanya?

Seakan bisa membaca pikirannya, Lucas berkata dengan datar, "Barangmu tertinggal di kafe, saat mengantarkanya, aku melihatmu pingsan."

Lucas menolah ke luar jendela, lalu menekan tombol, kaca jendela mobil perlahan turun dan percikan air hujan langsung masuk.

"Mobilnya rusak, mungkin kita harus menunggu sebentar sampai ada yang datang." Ujar Lucas.

Mungkin karena demam, sedikit angin dingin yang masuk sudah dapat membuat Winny menggigil tak karuan.

Lucas memandang bibirnya yang merah karena demam dengan suaranya sangat tenang, "Kedinginan?"

Winny kembali merasakan keinginan menjaga jarak.

Namun, ruang mobil begitu sempit, ke mana pun ia bergerak, aroma pinus samar-samar tetap dapat tercium olehnya.

Sungguh menyesakkan.

Angin dingin yang membawa hujan kembali menerobos masuk, Winny tidak bisa menahan diri untuk tidak menggigil lagi, berkata pelan, "Tidak, tidak kedinginan..."

Penampilan Winny yang kacau membuat Lucas sedikit mengernyit, ia mengambil jaket dari kursi penumpang depan dan memberikannya padanya, "Hanya ada ini, pakai dulu, mobil yang menjemput kita harusnya sudah hampir sampai."

Winny ragu sejenak, tidak tahu harus mengambilnya atau tidak.

Lucas mengangkat alis, "Hm?"

Hanya sebuah suara, tapi penuh dengan aura tekanan, membuat Winny tidak memiliki pilihan selain menerimanya, "Terima kasih, Paman."

Tangannya tidak sengaja menyentuh tangan Lucas yang sedingin sebongkah es sontak membuat Winny yang sedang demam terkejut. Namun, Lucas terus menatapnya, mau tak mau Winny segera mengambil jaket itu. Angin dingin kembali berhembus masuk dan Winny kembali dibuat menggigil.

Lucas kembali mengernyitkan dahi, "Pakai!"

Nada suaranya yang tenang, namun terdengar sangat tegas tanpa bisa dilawan. Tiga tahun telah berlalu, aura penguasa Lucas semakin terlihat jelas, terkadang hanya satu kalimat ringan darinya terasa membawa tekanan yang berat.

Winny yang tak bisa membantah dan akhirnya memakai jaket itu. Memang terasa lebih hangat, tapi jaket itu penuh dengan aroma Lucas. Ingatan dari tiga tahun lalu tiba-tiba muncul kembali. Tubuh Lucas yang panas karena mabuk, mata memerah karena demam, bibir yang mendominasi, kenangan yang seharusnya terlupakan kembali muncul di pikirannya. Tubuh Winny bergetar tak terkendali. Bukan hanya karena ketakutan, tapi juga karena kondisi tubuhnya yang semakin memburuk. Lucas mengernyitkan dahi, mengulurkan tangan dan menekan tombol jendela.

Saat suara angin dan hujan hilang, mereka terjebak dalam ruang yang sempit dan tertutup, Winny menjadi panik, spontan berseru, "Jangan tutup!"

Lucas tampaknya menyadari sesuatu, ia mengernyit, menyesuaikan posisi kursinya, berusaha menjauh dari Winny.

Bulu mata lentik Winny bergetar, seperti Lucas masih tidak suka orang lain terlalu dekat dengannya? Kondisinya yang seperti ini pasti tidak menarik di mata pria itu.

Namun saat ini, ia tidak bisa terlalu jauh memikirkan hal itu, karena rasa pusing yang kuat menyerangnya dan membuatnya terkulai lemas di pintu mobil. deru napasnya semakin cepat dan berat.

Lucas menyadari ada yang tidak beres, ia meraba dahinya, suhu tubuhnya sangat tinggi.

Winny membuka mata dengan susah payah, bibirnya yang kering bergerak, "Paman, apakah ada air...?"

Lucas baru menyadari bibirnya yang merah kini kering dan pecah-pecah, dan terlihat sewaktu-waktu akan tak sadarkan diri.

Lucas menemukan sebotol air mineral kecil di dalam laci, segara membuka tutupnya dan ingin memberikannya kepada Winny, namun jaraknya sekarang terlalu jauh dari Winny.

Dikarenakan ruang mobil yang sempit membuat Lucas harus sedikit membungkuk dengan setengah tubuhnya menutupi Winny untuk meletakan botol air itu ke mulutnya.

"Minumlah."

Winny yang seluruh tubuhnya lemas tidak punya pilihan lain selain minum dibantu Lucas, kemudian menyadari posisi mereka sangat dekat, begitu intim.

Air yang belum tertelan hampir tumpah, Winny dengan gugup menggigit bibirnya, tanpa sadar menatap Lucas.

Lucas menyipitkan mata, pemikiran bahwa gadis terlihat sangat lumayan dan mudah diatur melintas di kepalanya.

Suhu udara sekitar berubah panas, dan suasana semakin mendukung. Winny yang merasakan ada yang aneh, sontak ingin mundur, namun apadaya dia sudah menempel di pintu mobil tanpa celah bergerak.

Lucas menatap bibir keringnya selama beberapa detik, kemudian mengalihkan pandangannya, dengan suaranya serak bertanya, "Masih mau minum?"

Jika dalam keadaan normal, Winny akan menolak, tapi sangat haus seolah ada kobaran api menjalar di tenggorokannya, sehingga ia tanpa sadar meraih tangan Lucas untuk membantu meminum beberapa teguk lagi.

"Terima kasih, Paman." Lucas merasakan sentuhan lembut di jarinya, kehangatan sentuhan itu masih tertinggal jelas, sekarang suasana di dalam mobil terasa begitu membingungkan baginya.

Dia adalah orang yang berdarah dingin, bahkan pada keluarga sekalipun, tapi entah kenapa, gadis ini selalu dapat merasakan kehangatan.

Namun, ia juga bingung, mengapa gadis ini kelihatan begitu takut padanya?

Apakah ia begitu menakutkan?

Dia agak menyipitkan mata dan bertanya, "Winny, kenapa kamu takut padaku?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status