Share

Bab 5

Telapak tangan Clara sedikit lembap karena gugup.

Setelah ragu-ragu sejenak, Clara pun membuka pintu.

Ruangannya sangat gelap dan Clara berjalan ke arah meja dengan membawa ponselnya. Akhirnya, pandangannya tertuju ke laci bawah meja. Dia membukanya dan menemukan tas dokumen berlabelkan “Real Estate”, yang berisikan dokumen yang dia cari.

Clara pun mengambil dokumen itu, dengan rasa bingung sambil berkata di dalam hatinya, “Mengapa dokumen sepenting ini tidak dikunci?”

Tidak lama, Clara menyadari sesuatu dan ekspresinya berubah seketika saat dia hendak pergi.

Tiba-tiba terdengar bunyi seseorang menekan saklar lampu ruangan dan menyalakan lampu.

“Apa yang sedang kamu cari?”

Nada suara Leo yang galak dan dingin membuat tas dokumen yang ada di tangan Clara pun terjatuh ke lantai.

Saat itu juga, Leo sedang memegang tas dokumen yang sama di tangannya dan tas dokumen yang Clara jatuhkan pun terbuka.

Ternyata kosong di dalamnya?

Clara sangat terkejut!

Mata Leo yang dalam dan tampak tenang itu lebih terlihat seperti suasana laut sebelum badai, menyembunyikan gelombang yang tidak diketahui kapan datangnya. “Ayahmu, Andre, yang menyuruhmu untuk mengambil dokumen itu ya?” tanya Leo.

Clara pun semakin panik dan bernapas cepat.

Jadi, Leo sudah tahu yang sebenarnya dan sudah duluan menunggu di ruang kerja untuk menangkapnya?

Menyadari hal ini, Clara pun merinding hingga bulu kuduknya berdiri.

Leo tiba-tiba berjalan ke arahnya dan pupil mata Clara pun mengecil.

Setiap langkah Leo seolah sedang menginjak hatinya.

Akhirnya, Leo berhenti di depan Clara, lalu menatap wajah mungil Clara dari atas, entah seperti mengejek atau benar-benar memujinya. “Kamu lebih berani dari yang kubayangkan.”

Clara tersenyum pahit di dalam hatinya.

Bukannya Clara berani, tetapi dia menyadari tidak ada pilihan lain.

Di hadapan pria pintar ini, Clara tidak mencoba untuk menjelaskan dengan baik akan apa yang barusan terjadi. Semakin dia menjelaskan, semakin dia berusaha menutupinya. Semakin dia berbicara, semakin dia merasa bersalah. Satu-satunya hal yang bisa dia lakukan adalah tetap diam.

Suara Leo tiba-tiba menjadi lebih tegas. “Sebagai istri di atas kertas, kamu berani mencuri rahasia dagang keluargaku. Aku akan menelepon polisi sekarang dan kamu akan dipenjara seumur hidup.”

Leo mengambil ponselnya dan mengetik nomor 110. Ibu jarinya diletakkan dekat dengan tombol untuk memanggil, seolah-olah dia akan menekannya.

Clara tiba-tiba mendongak dan terlihat cemas.

Namun, Leo tetap tidak peduli dan berkata, “Apakah kamu baru merasa takut sekarang?”

Clara cemberut dan wajahnya pun terlihat pucat.

Kalau Clara masuk penjara, bagaimana dengan neneknya?

Leo mencibir melihat ekspresi Clara, “Kamu mau aku memaafkanmu?”

Dengan sangat berharap, Clara mengangkat matanya, heran, apakah Leo benar-benar berubah menjadi baik?

Leo pun tertawa kecil. Dia mencibir, “Kamu benar-benar anak yang penurut. Kamu mau melakukan apa pun yang ayahmu minta. Tidakkah kamu tahu bahwa yang kamu lakukan ini ilegal? Karena kamu sangat patuh, baiklah, sekarang buka pakaianmu untuk menghiburku! Mungkin dengan membuatku senang, aku tidak akan melanjutkan perkara ini.”

Clara pun tercengang.

Di hadapan pria yang berkuasa, Clara merasa lemah tak berdaya layaknya semut.

Namun, semut pun masih bisa bertahan, apalagi Clara, dia adalah manusia.

Clara menutup matanya rapat-rapat, lalu membukanya lagi. Dengan tangan gemetar, dia perlahan mulai membuka pakaiannya.

Leo sedikit terkejut.

Dia sengaja main-main, mengejek Clara dengan perkataannya itu, tetapi dia tidak menyangka bahwa Clara akan benar-benar melakukan apa yang dikatakannya.

Tetapi itu bagus, Leo ingin melihat seberapa jauh Clara bisa menurutinya!

Jaket …

Kemeja …

Dan saatnya pakaian dalam.

Mungkin keberuntungan sedang berpihak pada Clara, tiba-tiba ponsel Leo berdering.

“Tuan, rencana sudah terlaksana dan Pak Andre sudah masuk ke dalam perangkap,” kata asisten Leo, Pak Broto.

Leo berkata “hmm” dengan lembut. Setelah menutup telepon, dia menatap Clara yang sedang berdiri. Tubuh kurus wanita itu gemetar dan mata merahnya menyembunyikan kerapuhan dan kesedihan yang tidak ingin diperlihatkan.

Leo tiba-tiba kehilangan keinginan untuk melanjutkan yang sedang terjadi dan melambaikan tangannya. “Baiklah, ekspresi pahit wajahmu membuatku tidak selera, keluarlah,” ujar Leo.

Perubahan suara Leo yang mendadak membuat Clara kaku terdiam di tempat sambil tangannya masih dengan tidak sadar membuka kancing bajunya.

Leo tidak sabaran mendesak Clara, “Kenapa belum pergi juga?”

Clara akhirnya sadar.

Leo benar-benar …

Memaafkannya?

Clara tidak berani berdiam lebih lama dan segera bangkit untuk pergi.

Setelah kembali ke kamar, Clara masih gelisah karena takut Leo tiba-tiba berubah pikiran. Dia menunggu Leo yang belum juga kembali hingga jam 12 malam hingga akhirnya perasaannya perlahan kembali tenang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status