Share

Bab 9

Clara setiap hari menginap di rumah sakit, tetapi pada jam 10 malam, ayahnya meneleponnya lagi.

Setelah membiarkan teleponnya terus-terusan berdering. Akhirnya, Clara pun kehabisan kesabaran dan mengangkat teleponnya.

Suara Andre sangat sinis, berkata, “Ayah dengar dari Gita kalau kamu meninggalkan rumah Keluarga Xander pagi ini. Ayah menebak, kamu sedang bersama nenek di rumah sakit. Aku yakin, kamu pasti paham kenapa Ayah menghentikan biaya pengobatan nenekmu, kan?”

Clara pun hanya bisa terdiam karena tahu bahwa ayahnya melakukan itu sebab dia belum menyelesaikan perintah ayahnya nya waktu itu.

Segera setelah itu, ayahnya mencibir, “Apakah kamu tidak mau kembali ke Keluarga Xander? Dengar kata-kata Ayah, Clara, kamu harus kembali! Kalau kamu menolak untuk kembali, Ayah akan membuat semua rumah sakit di kota ini menolak nenekmu. Kamu tahu, Ayah mampu melakukan itu. Kalau kamu tidak percaya, kamu bisa mencobanya. Jika nenekmu tiba-tiba meninggal, kamulah pembunuhnya.”

Ekspresi Clara tiba-tiba berubah.

Dia memegang teleponnya erat-erat dan terengah-engah karena amarahnya. Saat ini, Clara rasanya ingin mengeluarkan keluh kesahnya dan melampiaskan semua amarahnya terhadap ayahnya.

Ayahnya merasa pesannya tersampaikan dan tersenyum puas. “Sebaiknya kamu nurut sama Ayah. Jika tidak, kamu tidak akan mampu menanggung konsekuensinya,” ujar Andre.

Setelah Andre menutup teleponnya, pandangan Clara tertuju pada neneknya yang terbaring sakit. Clara sangat tidak tega. Jika Clara bisa sedikit-sedikit memberikan kemajuan atas perintah ayahnya, Clara mungkin tidak akan mudah dikendalikan oleh ayahnya dan kondisi neneknya tidak akan seburuk sekarang.

Pada jam 11 malam, Clara, dengan berat hati, terpaksa naik taksi dan kembali ke rumah Keluarga Xander.

Semua pembantunya sedang beristirahat.

Clara belum makan nasi dari pagi, jadi dia diam-diam pergi ke dapur mencari sesuatu untuk dimakan.

Ketika baru sampai ruang tamu, dia dikejutkan oleh sosok gelap yang sedang bersandar di sudut ruangan.

Jelas sekali, itu adalah Leo.

Kenapa Leo ada di ruang tamu? Ke mana perginya Gita?

“Sedang cari apa kamu?” tanya Leo.

Melihat Clara yang sedang memperhatikan sekelilingnya, Leo menyipitkan matanya sambil bertanya.

Clara mengeluarkan pena dan kertas, lalu menulis satu kata bertuliskan “adikku”.

Tatapan Leo semakin tajam saat menatap wajah Clara. “Apakah kamu tidak takut? Aku akan menggantikanmu dengan Gita?” tanya Leo.

Clara tercengang dengan pertanyaannya dan tidak tahu harus berkata apa untuk sesaat.

Leo, dengan santai, menjentikkan puntung rokok yang belum padam dengan ujung jarinya dan puntung itu langsung jatuh ke tanah. Percikan rokok itu berangsur-angsur menghilang dan dia menatap Clara dan berkata, “Gita menginap hari ini. Kamu tahu harus bersikap seperti apa, kan? Aku harap kamu mengerti maksudku.”

Clara tercengang dan berpikir apakah ini peringatan baginya untuk tidak memancing kemarahan Gita.

Melihat tekad Gita kepada Leo yang begitu kuat, Clara agak kecewa. Selama bertahun-tahun, Gita selalu menindasnya. Bagaimana bisa dia punya pikiran untuk mengusik Gita?

Jika memungkinkan, Clara berharap untuk tidak pernah berhubungan lagi dengan Gita.

Sialnya, segalanya tidak berjalan sesuai harapan.

Keesokan paginya, Gita mengetuk pintu Clara.

“Kak, kudengar dari Tante Amina bahwa kolam di halaman belakang cukup indah. Mau ikut denganku melihat-lihat?” ajak Gita.

Gita menatap Clara dengan antusias, seperti gadis kecil yang polos.

Clara melihat sekeliling dan Bibi Diana serta pembantu yang lain memperhatikan mereka.

Jika Clara menurutinya, tidak tahu apa yang akan dipikirankan Keluarga Xander tentang dia.

Untuk itu, Clara pun mengangguk dan menurutinya.

Keduanya berjalan bersama di halaman rumah Keluarga Xander dan patut diakui bahwa Keluarga Xander memang keluarga yang sangat kaya, bahkan Clara pun menghela napas dalam hatinya.

Konon, Tuan Xander, ayahnya Leo, pensiun dari jabatannya sepuluh tahun lalu dan telah tinggal di rumah tua untuk memulihkan diri, baik secara fisik maupun mental. Leo mengurus segalanya sendiri dan Leo bahkan lebih sukses daripada Tuan Xander saat berada di puncak karir.

Di dunia bisnis, tidak ada yang bisa memanfaatkan Leo. Orang-orang yang menyanjungnya, dia anggap, seperti angin lewat.

Keluarga Xander dengan sumber daya manusia dan keuangan yang kuat, memiliki kolam ikan halaman belakang rumah sebesar kolam renang manusia.

Isinya ada berbagai macam ikan berharga tinggi. Clara pun menemani Gita berdiri di atas jembatan sambil Gita melihat-lihat ikannya.

Selama satu atau dua jam, Gita menikmati pemandangan dengan gembira dan tenang.

Namun, ketika mereka hendak pergi.

Clara yang berjalan di depan tiba-tiba didorong oleh Gita dan hampir terjatuh.

Menyeimbangkan tubuhnya, Clara menoleh ke belakang dan dengan bunyi gedebuk, Gita jatuh ke dalam kolam.

“Tolong aku! Tolong …,” teriak Gita.

Clara langsung tercengang.

Akal-akalan Gita yang sudah basi ini terlalu kentara. Bagaimana mungkin Keluarga Xander tidak memiliki kamera pengawas? Hanya dengan satu bukti rekaman sudah bisa mengungkapkan kebenaran.

Gita biasanya selalu cerdik, tidakkah dia memikirkan akan hal ini sebelumnya?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status