Share

Bab 12

Setelah Leo kembali, Tante Amina menjelaskan masalahnya dan mengucapkan beberapa kata bohong.

Leo, dengan santainya, melirik Clara dari ujung matanya tanpa bicara sepatah kata pun.

Clara tidak kecewa. Dia sudah menduga kalau reaksi Leo akan seperti itu.

Gita pun diam-diam merasa sangat puas melihat reaksi Leo yang menunjukkan bahwa Leo tidak peduli dengan si Bisu tu.

Gita mendekat dengan senyuman di wajahnya dan menyuguhkan kopi yang telah dia seduh kepada Leo. “Kak Leo, ini kopi untukmu. Kamu telah sibuk sepanjang hari, tenggorokanmu butuh penyegar,” ujar Gita.

Tanpa diduga, Leo menolak. “Tidak perlu, ini sudah larut malam, kamu juga harus kembali,” ungkap Leo.

Senyuman Gita membeku.

Gita berpura-pura tidak mengerti dan bersikap manis sambil berkata, “Kak Leo, aku ingin belajar sesuatu darimu supaya aku bisa membantu ayahku mengelola perusahaannya di masa depan. Bolehkah?”

Perempuan dengan tingkah yang lembut dan manja, kebanyakan pria biasanya tidak tega untuk menolak.

Leo menyipitkan matanya dan berkata, “Jika kamu tidak pergi sekarang, kamu tidak perlu datang lagi nanti.”

Saat Leo menatap dengan tatapan dingin, bekas luka di wajahnya membuatnya terlihat sedang kesal.

Ekspresi Gita sedikit berubah dan dia langsung tersenyum untuk menutupi rasa malunya. “Baiklah, baiklah, aku tahu kamu memikirkan perasaan ayahku yang akan mengkhawatirkanku, kan? Kak Leo peduli denganku, aku mengerti. Kalau begitu aku pulang dulu dan akan kembali lagi di lain hari. Sampai jumpa!” ujar Gita.

Ketika beranjak pergi, Gita masih tersenyum. Begitu berpisah dengan Keluarga Xander, ekspresi wajah Gita langsung menjadi kusut. Lalu, Gita melirik ke arah pintu rumah Keluarga Xander dan semakin bertekad untuk mewujudkan rencananya.

Setelah Gita pergi, Clara membawakan secangkir teh oolong yang dia seduh dan menaruhnya.

Clara tahu bahwa Leo biasanya selalu membuat secangkir kopi sendiri setiap selesai bekerja, makanya Leo tidak meminum kopi buatan Gita tadi.

Clara, secara spontan, menegangkan tubuhnya dan saat dia menundukkan kepalanya, dia bisa merasakan tatapan suram Leo padanya.

“Sedang apa kamu di sini?” tanya Leo.

Clara mengatupkan bibirnya, melihat ke arah Leo, menyatukan tangannya, dan meletakkannya di antara leher dan bahu untuk membuat isyarat “tidur” kepada Leo, mengisyaratkan, “Apakah kamu tidak tidur?”

Clara hanya bertanya basa-basi, tetapi Leo salah paham.

Leo mengerutkan kening dan berkata, “Kamu mau tidur denganku?”

Clara terkejut dan segera menggelengkan kepalanya.

Leo melangkah pergi dan berkata, “Jika tidak mau, jangan ganggu aku.”

Clara tertegun sejenak sebelum akhirnya diam-diam pergi.

Keduanya tidak sadar bahwa dari tadi David memperhatikan mereka lewat jendela.

Sebuah kejadian yang kurang enak disaksikan terjadi di depan matanya.

Yang awalnya David hanya berniat ingin bertemu dengan sepupunya, Leo, tetapi dia tidak menyangka akan menyaksikan percakapan mereka itu.

Ternyata, perlakuan Leo juga tidak baik kepada Clara.

Menyadari hal itu, keraguan David akhirnya terjawab. Tak heran bahwa Bibi Diana pun berani menindas Clara.

Menurut perawat yang khusus merawat lansia, biaya pengobatan neneknya Clara awalnya ditunjang oleh seseorang, tetapi terhenti tanpa adanya penjelasan.

David menduga mungkin Leo telah memutus jatah uang bulanan kepada Clara, yang juga menjadi kekhawatiran Clara selama ini.

David juga mendengar apa yang dikatakan Bibi Diana di siang hari dan dia juga melihat perlakuan ibunya terhadap Clara.

Adakah hal lain yang mungkin David belum ketahui?

Bayangkan seorang perempuan bisu, dihina oleh suaminya, dan memiliki posisi yang canggung serta memalukan di Keluarga Xander. Hal ini bisa membuat siapa saja bingung mau berbuat apa.

Selain itu, Clara juga tidak mempunyai kekuasaan apa-apa, bagaimana bisa Clara membiayai pengobatan neneknya yang mahal?

Meski David baru bertemu Clara dua kali, hatinya entah kenapa merasa gusar.

Mungkin David harus membantunya.

Ketika Clara bangun di pagi hari, pagi itu dia masih diabaikan oleh semua orang. Karena Leo sudah memberitahunya untuk tidak mengerjakan pekerjaan rumah, Tante Amina tidak pernah menyuruhnya lagi.

Setelah selesai makan, karena tatapan sinis para pembantunya, dengan malu, Clara pun segera bangkit, tetapi tiba-tiba dihentikan oleh David.

“Nona Clara,” ujar David.

David tidak memanggilnya sebagai kakak ipar dan malah memanggilnya “Nona Clara”. Hal itu membuat rasa malu Clara sedikit berkurang.

Clara menunjukkan ekspresi bingung sambil mendengarkan David berbicara. “Kepala rumah sakit memberitahuku bahwa nenekmu sudah siuman dan kebetulan aku akan pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan lanjutan untuknya. Ayo ikut saja denganku,” ajak David.

Clara awalnya senang ketika mengetahui bahwa neneknya telah siuman, lalu tiba-tiba ragu-ragu sambil menjawab ajakan David dalam bahasa isyarat, “Apakah tidak apa-apa?”

David tahu apa yang Clara khawatirkan. David pun menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, berkata, “Tidak apa-apa.”

Pada akhirnya, keinginan untuk buru-buru menemui neneknya pun muncul.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status