Seorang wanita berusia sekitar awal 20-an berdiri di balkon rumahnya sambil memandangi ke arah gemerlap lampu Natal.Wajah elegannya memaksakan sebuah senyum, sambil memandang ke arah hiruk pikuk Kota Malang. Mata cokelatnya berbinar, membayangkan betapa bahagianya dia jika dia bersama Ayah dan neneknya.Untuk sepersekian detik, dia teringat oleh bagaimana perlakuan ayahnya yang sama saja dengan membuangnya, bagaimana saudara tirinya mengambil perhatian ayahnya darinya, dan bagaimana orang yang sama mencuri hati dari pria yang dicintainya selama dua tahun lamanya.Samantha Wijaya melakukan satu kesalahan yang berakibat pada hancurnya hidupnya. Bahkan permohonan neneknya tidak cukup untuk membantunya tetap berada di Keluarga Wijaya.Rasa sakit oleh diseret keluar dari rumahnya sendiri kembali menderanya, membuat pipinya dibasahi oleh air mata.Dia menarik kembali kesedihannya dan mengusap air mata yang membasahi wajahnya. Hidungnya dikembang-kempiskan, dan akhirnya dia menghela nafas, “
Samantha menaruh piagam penghargaan di lemari kaca ruang tamunya. Samantha tersenyum pada penghargaan yang dia dapatkan. Kemarin, walikota memberinya penghargaan sebagai salah satu koki terbaik Kota Malang!Dia tersenyum dan lega akan pencapaiannya, melihat ke penghargaannya satu per satu. Tidak ada angin tidak ada hujan, dia berkata pada dirinya sendiri, “Ayah, suatu hari nanti Ayah akan sadar bagaimana aku sudah berhasil, dan Ayah akan bangga padaku.”Sudah hampir lima tahun berlalu sejak Samantha melahirkan Kenzo dan Kyla. Pada usia dua puluh enam tahun, Samantha masihlah seorang wanita yang menawan. Dia merawat badan dan wajahnya untuk tetap menarik. Dia sekarang bekerja sebagai kepala koki di restoran terkenal milik The Emerald, restoran di dalam sebuah hotel berbintang empat. Itulah di mana dia dikenal akan kemampuan memasaknya yang baik. Alih-alih menjadi bagian dari militer, selama ini mimpinya adalah menjadi seorang koki. Karena sekarang dia bebas dari kendali ayahnya, dia
“Ambil saja, Sam.” Samantha mendengar neneknya berujar seperti itu saat dia sedang meneleponnya. Tentu saja dia bilang pada neneknya mengenai kesempatan tersebut, jadi menelepon Merina Wijaya adalah hal pertama yang dilakukannya pertama kali pagi itu. Dari balkon apartemennya yang sederhana, Samantha memandangi bangunan-bangunan yang ada di depannya, dia merasakan jantungnya yang berdegup keras di balik rusuknya. Dia menelan ludahnya sendiri saat dia mempertanyakan dirinya sendiri, “Apakah aku siap untuk ini, Nenek?”“Kamu siap, Sam! Akhirnya Nenek bisa bertemu langsung denganmu!” Samantha mendengar isak tangis neneknya sebelum melanjutkan bicaranya, “Nenek sudah tua, Sam. Nenek sangat merindukan cucu Nenek! Aku sudah menantikan bertahun-tahun lamanya untuk bersama denganmu lagi.”“Ambil saja, Sam. Ambillah!” Seru Merina sekali lagi. “Tunjukkan pada ayahmu bahwa kamu sudah melanjutkan hidupmu dengan baik, bahkan tanpa bantuannya! Sam, sudah waktunya kembali.”“Baik, Nenek. Akan kulak
Dari dalam kamar hotelnya, John Ginting, asisten eksekutif dari Ethan Waskito, tengah membereskan barang-barangnya, bersiap untuk ke bandara. Karena dia sudah membuat Samantha Wijaya menandatangani kontraknya, pekerjaannya sudah usai. Dia harus kembali ke bosnya, di mana banyak sekali pekerjaan yang menantinya. Saat dia mau pergi, dia bermaksud untuk melaporkan jam kedatangannya pada bosnya. Dia menelepon Ethan Waskito. Di dering pertama, si CEO dari Perusahaan Berlian Waskito menjawab, “Apakah dia menandatanganinya?”Butuh beberapa saat bagi John untuk menyadari bahwa bosnya tengah menanyakan soal kontrak dengan Samantha Wijaya. “Oh, iya, bos. Dia menandatanganinya. Kami bertemu kemarin,” jawabnya sebelum memikirkan untuk memberitahunya kabar buruk.“Ada apa?” Tanya Ethan. Ketika John menyadarinya, dia menyerah dan memilih untuk memberitahukannya, “Oh, Pak Waskito, d-dia sudah punya anak. Dua anak lebih tepatnya.”Hening sejenak selama hampir semenit, sampai akhirnya John mendenga
Pukul 11:00 pagi di Bandara Internasional Soekarno-Hatta“Kyla, apa yang kamu cari-cari?” Tanya Samantha pada putri kecilnya saat mereka berjalan ke arah area kedatangan. Seperti Samantha, Kyla mewarisi surai gelapnya, tetapi rambutnya panjang dan lurus. Wajahnya begitu cantik dengan mata cokelat gelap dan bibir yang merah muda. Sejak mereka sampai, Kyla tidak henti-hentinya menatap pada setiap pria yang berlalu-lalang di sekitar mereka. Mendengar ibunya memanggilnya, dia berlari dan menggandeng tangannya lalu bertanya, “Ibu, apakah Ayah akan menjemput kita?”Samantha segera merasa kerongkongannya tercekat. Dia memandang ke arah tantenya dan sedang memegang Kenzo, dia melihat jelas Dian memutar bola matanya. Kenzo, putranya juga terlihat menunggu jawabannya. “A-Ayahmu sedang dalam perjalanan bisnis! Makanya tidak bisa menjemput.” Dia mengalihkan perhatiannya pada pintu dan berseru, “Oh lihat! Ada orang yang ingin kita temui! Nenek Merina!”Dengan mata yang berbinar, Kyla yang perta
“Kenzo, sudah jam berapa ini? Sudah jam sembilan malam. Sudah waktunya mematikan tablet barumu,” ujar Samantha segera sebelum dia memasuki kamar mandi. Dia berbagi kamar dengan anak-anaknya dan mereka sudah di ranjang. Merina yang memberikannya, tablet baru, boneka untuk Kyla dan tas pinggang untuk Kenzo. Kyla sudah siap tidur, tetapi Kenzo masih mengunduh aplikasi di tabletnya, itulah yang ibunya pikirkan. Mendengar ibunya memintanya untuk mematikan gawai itu, dia menghela nafas dan berkata, “Baik, Ibu. Bisakah aku menanyakan soal Ayah?”“Kuberi waktu tambahan sepuluh menit memainkan tabletnya,” ujar Samantha sebelum kabur ke kamar mandi. Melihat Ibu mereka menghindari topik ini lagi, Kenzo dan Kyla saling menatap satu sama lain. Kyla tertawa ketika Kenzo menggelengkan kepalanya.“Mungkin Ayah adalah mata-mata pemerintah!” Ujar Kyla. “Atau seseorang yang perlu merahasiakan anaknya,” sahut Kenzo. “Oh! Pria kaya yang harus melindungi kita dari penjahat!” Simpul Kyla. “Itulah kenapa
“Kamu siap?” Tanya Kenzo pada kembarannya.“Siap!” Jawab Kyla. Saat si kembar hendak memasuki kantor CEO tanpa izin, Samantha menjelaskan situasinya kepada John Ginting. Sebuah desisan keluar dari bibir John, dan dia berkata, "Anda lihat, Nona Wijaya ..."Suara anak-anak yang berusaha mendorong pintu terbuka menyadarkan John dan segera dia bangkit dari tempat duduknya, "Anak-anak! Tidak! Jangan lakukan itu!""Kenapa pintu ini berat sekali!" Keluh Kenzo saat dia mendorong dengan sekuat tenaga!"Urggghhh!" Dengus Kyla sambil membantu kembarannya, Sayangnya, sekeras apa pun mereka mendorong, pintu itu tidak mau bergerak. Samantha bergegas ke arah mereka dan berkata, "Anak-anak! Apa yang kalian lakukan? Apakah kalian mencoba membuat Ibu mendapat masalah?!"Berjalan di belakangnya adalah John. Dia berkata, "Tidak apa-apa. Saat ini Pak Waskito sedang rapat, pintunya hanya bisa dibuka dari dalam." Dia menunjuk ke sistem keamanan di sampingnya dan berkata, "Lihat itu? Itu teknologi canggih
“Apakah saya bisa mempertahankan pekerjaan saya, Pak Waskito?"Ethan Waskito merasa dirinya akan kehilangan kesabarannya. Dia bersandar di kursinya dan melonggarkan dasinya sambil terus menatap asistennya.Setelah menghela nafas berat, dia dengan sinis berkata, "Aku bertanya padamu, John, dan kenapa kamu tanya balik? Jawab aku!""Maaf, Pak. Ya. Samantha Wijaya datang, membutuhkan bantuan untuk kebutuhan sekolah anaknya. Um ... Dia tidak punya cukup uang untuk membayar biaya pendaftaran sekolah." John menjelaskan bagaimana Samantha bermaksud hanya menggunakan surat keterangan kerja untuk membayar biaya sekolah anak-anaknya sebelum dia menjelaskan, "Saya malah meminjamkan uang padanya."“Sekolah di mana?” tanya Etan. “Pak, kebetulan Sekolah Anak Panah,” lapor John."Hmmmm," ucap Ethan sebelum menopang dagu dengan tangannya."Bagaimanapun, Pak Waskito. Saat itulah saya memperhatikan bagaimana putranya tampak seperti versi muda dari Anda." John mengamati struktur wajah Ethan, matanya, dan
Melihat dirinya di depan cermin meja riasnya, Samantha berbalik dan berkata, "Aku gugup."Dia menoleh ke Ethan dan bertanya, “Bagaimana penampilanku?”“Kamu terlihat seperti … istriku,” katanya sebelum menyeringai. "Pfft! Ethan, tolonglah," jawabnya sebelum mengamati gaun malamnya untuk malam itu. Samantha mengenakan gaun berdesain vintage dengan berenda dan bertali spageti berwarna hijau mint yang menjuntai hingga ke lutut. Bilah bahunya yang indah dan lehernya yang ramping terlihat jelas terpampang berkat desain lemari pakaiannya. Ethan dan Samantha, bersama Diana, ditambah anak-anak, akan berangkat ke rumah Keluarga Waskito, yang jaraknya hanya satu blok.Samantha kembali khawatir, karena dia akan bertemu Kakek dan Nenek Ethan untuk pertama kalinya. Sembari mngeluarkan kotak beludru dari sakunya, Ethan lalu mengalungkan kalung emas yang sederhana namun terlihat elegan di lehernya. Dia membungkuk dan mengecup sisi wajahnya dan berkata, "Kamu terlihat cantik dalam segala sisi. Ja
Tangan Samantha semakin menekan dada Ethan yang kokoh. Dengan pelan, dia tersentak saat dia melepaskan ikatan tali atasannya. Dia menutup matanya sambil menanggapi ciuman panasnya. Saat merasakan tangannya, perlahan turun dari leher ke dadanya, tubuhnya gemetar akan sensasi kenikmatan. Saat dia merasakan tangan pria itu merayap ke payudaranya yang telanjang, dia tersentak dan mendesah, "Astaga!"Dia tidak dapat membayangkan kepuasan yang baru saja dia rasakan. Tangannya terasa hangat di atasnya, dan dia membelainya dengan lembut, menggerakkan jari-jarinya di antaranya, sambil mencicipi mulutnya dengan penuh gairah. Samantha memperhatikan suaminya melepaskannya. Matanya tertutup sambil menatapnya hanya dengan hasrat. Ethan memberi Samantha ciuman lagi sebelum dia mengecup sudut mulutnya. Dia pindah ke rahangnya dan kemudian ke lehernya, mencium sambil dengan lembut menghisap kulitnya yang lembut dan manis."Aaahhh!" Desahan penuh gairah keluar dari mulut Samantha, bersamaan dengan
Bibir Samantha membulat, bersiul tanpa suara saat melihat Ethan keluar dari area lanai. Dia hanya mengenakan celana renang Calvin Klein dan memegang kemeja di tangannya. Matanya beralih ke sisi lain area kolam, berpikir, 'Sial. Apakah dia melakukan itu dengan sengaja?'Dia belum pernah melihat pria dengan pinggang sekecil itu seumur hidupnya. Itu sempurna untuk disentuh!Ethan bukanlah tipe pria berotot besar, tapi dia memiliki tubuh yang tegap. Dia membentuk perut yang cukup di perutnya untuk membuatnya tetap ramping dan tampak memukau. Dia memiliki cukup otot di bisep dan kakinya yang panjang. Sementara Samantha berusaha mengalihkan pandangannya, dia mencuri pandang satu atau dua kali sambil mendorong pelampung Kyla ke tengah kolam dewasa!"Bu! Aku takut!" Kyla berteriak dengan mata terpejam. "Jangan, ada pelampung di sekitarmu. Pegang erat-erat sayang," Samantha terkekeh sambil menyusul Kyla. "Aku datang!" Kenzo mengumumkan, menguatkan dirinya untuk melompat ke kolam. Dia mengen
Mengambil napas dalam-dalam, Samantha menguatkan dirinya, melihat bagaimana Ethan bergerak maju. Jelas sekali, mereka sedang berciuman panjang dan panas, seperti yang telah dia sinyalkan selama ini. Dia berbaring di tempat tidur besar, merasakan jantungnya berdebar kencang di tulang rusuknya. Samantha masih sangat kewalahan melihat dia berada dalam pelukan Ethan Waskito.Dia tampan, jelas seksi, dan pintar, dan dia adalah Ayah dari anak-anaknya. Pria yang sama ini sekarang adalah suaminya, dan dia menatap langsung ke matanya, dipenuhi dengan keinginan yang jelas, siap untuk memakannya. Tangannya yang besar namun lembut membelai pipinya dan menyapukan ibu jarinya ke bibir merah mudanya. Sentuhannya membuatnya gemetar, memberinya sensasi aneh yang familiar di perutnya. Selalu seperti ini pada Ethan. Dengan cara pria itu menyentuh atau menciumnya, dia sering kali mendapati dirinya berada dalam euforia yang tidak dapat dijelaskan, yang belum pernah dia alami sebelumnya. Matanya menja
Pukul 06:00 pagi di Hotel First Diamond."Sam? Sam. Sudah waktunya bangun." Sambil membuka matanya, dia terbangun karena suara Ethan di hari Minggu pagi. Samantha bersenandung dan memanggilnya, "Ethan? Bagaimana kabarmu di sini sepagi ini?""Tante Diana mengizinkan aku masuk, kupikir aku akan membangunkanmu." Ethan sedang duduk di sisi tempat tidur Samantha, membelai tangannya untuk membangunkan. "Astaga. Bagaimana kalau wajahku dipenuhi air liur? Mana mungkin Tante membiarkanmu masuk begitu saja?" Keluh Samantha sambil menutup mulutnya. Kata-katanya menghasilkan seringai Ethan dan dia menjawab, "Tidak masalah ... besok dan beberapa hari mendatang, aku akan melihat wajahmu setiap hari ketika aku bangun, hal pertama di pagi hari."Dia membungkuk dan mengecup bibir Samantha dan berkata, "Selamat pagi, Sam. Aku sudah menyuruh hotel menyiapkan sarapan agar kita bisa berangkat secepatnya. Kalian semua sudah siap, ‘kan?"Dia tersenyum pada ciuman paginya dan menjawab, "Ya, sangat siap. Ana
"Ayahmu dan aku ... Persahabatan yang dulu kita miliki karena hubunganku dengan ibumu ... Sayangnya, itu berubah menjadi buruk." Amanda Waskito menarik napas dalam-dalam sebelum meraih tangan Samantha. "Dengar, Sami, maksudku, Sam. Kamu tidak perlu menceritakan bagian ini dengan nenekmu, tapi saat itu ... aku tidak punya orang lain yang bisa disalahkan selain ayahmu." Amanda berlinang air mata, dan baru setelah menenangkan diri barulah dia melanjutkan pikirannya, “Aku menyalahkan dia atas kehilangan ibumu.”“Aku tahu kalau dia tidak menyebabkan kematiannya, tapi tahukah kamu, ayahmu begitu terobsesi untuk naik pangkat menjadi militer, sehingga dia menghabiskan lebih sedikit waktu di rumah dan memenuhi kebutuhan ibumu.”Sambil berdeham, Amanda Waskito berpikir, "Tentu saja, setiap keluarga berbeda."Amanda dan Samantha kini mengambil tempat yang sama di mana Kyla dan Kenzo menjauh dari percakapan mereka sebelumnya. Setelah makanan tiba, Amanda mengajak Samantha ngobrol. Ketika Amanda
“Jadi ... bagaimana tepatnya kabarmu dan," Sambil memaksakan senyum, Amanda Waskito menoleh ke Samantha dan bertanya, "Bagaimana kamu dan Sami kecil menjadi ... pasangan? Dan sejak kapan?"Dari dalam ruang rapat satu karat, semua orang kini duduk di depan meja bundar besar ketika Amanda memulai interogasinya. Sudah dijelaskan kepada Ethan bagaimana Samantha rupanya adalah Sami kecil, gadis yang sama yang berulang kali disebutkan ibunya kepadanya.Terbukti, Samantha adalah gadis yang sama yang Amanda ingin dia nikahi. Hal itu pada akhirnya mengurangi separuh kekhawatirannya, dan dia tahu hal itu juga meredakan ketegangan Samantha.Mendengar orang tua Ethan menyelidiki tentang malam naas yang menciptakan si kembar, Diana dengan sukarela membawa anak-anak itu pergi. “Kupikir untuk bagian diskusi kalian ini, saya akan membiarkan anak-anak dan saya duduk di tempat lain.” Beralih ke si kembar, Diana mendesak, "Anak-anak, ayo ngobrol di sofa."“Kenapa? Aku bisa mengerti,” Kenzo mengeluh samb
Sabtu, pukul 11:30 siang."Sam, kamu mau turun? Pegawai hotel ingin aku pergi ke ruang rapat, tapi aku lebih suka menunggumu di sini, di lobi," tanya Merina Wijaya melalui telepon tepat setelah mereka sampai di lobi Hotel First Diamond. Untuk makan siang itu, mereka akan berkumpul di ruang rapat satu karat dan makan malam pribadi bersama orang tua Ethan. Dari sisi lain, Samantha menjawab, "Nenek, aku akan turun bersama Kenzo. Kita bisa melanjutkan ke ruang rapat bersama. Kyla menumpahkan air ke gaunnya sehingga dia berganti pakaian lagi dengan Tante Diana.""Baiklah, Sam. Aku sudah merindukanmu dan aku sangat senang bisa bertemu Ethan," kata Merina. "Sampai jumpa lagi."Hanya butuh sepuluh menit bagi Samantha untuk turun dan dari lobi mereka berlama-lama beberapa saat, menunggu Diana dan Kyla. Kenzo duduk di sofa seberang Samantha dan Merina, bermain dengan tabletnya. Merina dan Samantha, sebaliknya, sedang mengobrol tentang Ethan ketika seorang wanita bergaya mendekati mereka. Wan
Jumat Sore di Perusahaan Berlian Waskito. Ethan dan John lebih sibuk dari sebelumnya. Keluarga Ethan tinggal dua hari lagi untuk pindah ke rumah baru mereka, dan ada penundaan di perusahaan mobil untuk Pullman Maybach baru yang dia minta. Itu adalah mobil mewah Mercedes dengan enam tempat duduk, cocok untuk keluarga beranggotakan lima orang, termasuk Diana Claudia. Seiring bertambahnya usia anak-anak, tidak praktis jika mereka duduk di pangkuan terlalu lama di Maybach standar milik Ethan. Mereka hanya harus memiliki kendaraan keluarga sendiri selain mobil bisnisnya. "John, beri tahu mereka bahwa mereka punya waktu sehari untuk mengantarkan mobilnya atau mereka akan mendapat kunjungan pribadi dariku! Wujudkan!" perintah Ethan dari mejanya. "Baik, Pak Waskito! Saya akan mengancam mereka jika perlu," jawab John sebelum kembali ke pintu. Saat John Ginting keluar dari kantor CEO, sosok lain masuk. Seorang wanita ramping, tinggi, dan memikat berusia awal lima puluhan tiba. Dia memili