Share

Bab 5

Dari dalam kamar hotelnya, John Ginting, asisten eksekutif dari Ethan Waskito, tengah membereskan barang-barangnya, bersiap untuk ke bandara.

Karena dia sudah membuat Samantha Wijaya menandatangani kontraknya, pekerjaannya sudah usai. Dia harus kembali ke bosnya, di mana banyak sekali pekerjaan yang menantinya.

Saat dia mau pergi, dia bermaksud untuk melaporkan jam kedatangannya pada bosnya. Dia menelepon Ethan Waskito.

Di dering pertama, si CEO dari Perusahaan Berlian Waskito menjawab, “Apakah dia menandatanganinya?”

Butuh beberapa saat bagi John untuk menyadari bahwa bosnya tengah menanyakan soal kontrak dengan Samantha Wijaya. “Oh, iya, bos. Dia menandatanganinya. Kami bertemu kemarin,” jawabnya sebelum memikirkan untuk memberitahunya kabar buruk.

“Ada apa?” Tanya Ethan.

Ketika John menyadarinya, dia menyerah dan memilih untuk memberitahukannya, “Oh, Pak Waskito, d-dia sudah punya anak. Dua anak lebih tepatnya.”

Hening sejenak selama hampir semenit, sampai akhirnya John mendengar Ethan kembali berbicara, “Kenapa kamu katakan itu padaku? Kita rekrut dia untuk bekerja dan selama dia bisa bekerja dengan baik, itu tidak masalah!”

“Aku bukan tipe orang yang akan merendahkan seorang wanita yang sudah menikah!” Sambungan telepon segera terputus setelah itu.

Ethan bahkan tidak membiarkan John menyelesaikan penjelasan akan situasi Samantha. Sekarang, bosnya benar-benar salah paham mengenai kondisi Samantha Wijaya.

“Ya ampun. Baru saja kupikir aku menemukan wanita yang akan mencairkan hatinya yang bak es itu!” Seru John sebelum keluar dari pintu.

*** Kilas Balik***

Empat hari yang lalu, ketika Ethan pertama kali melihat Samantha di Kota Malang.

Si pebisnis handal Ethan Waskito diundang makan malam oleh orang yang akan mereka tanamkan modalnya ketika mereka di Malang. Dia dan asistennya, John Ginting diberitahu, bahwa mereka akan makan malam di restoran terbaik se-Malang.

Pria hebat itu memasuki hotel yang sederhana. Ethan memiliki tubuh tinggi dan diberkati oleh fisik yang menarik dan wajah yang rupawan.

Mata cokelat gelapnya begitu tajam, memandangi seisi hotel, menilainya dalam hati.

Ketika Ethan menginjakkan kakinya di lobi The Emerald, sebuah hotel berbintang empat yang biasa, dia mengerutkan dahinya dan memandang ke asistennya. Dia berujar, “Ayo pergi. Aku tidak suka tempat ini.”

Kota Malang memang tidak sebesar itu, Ethan tidak berencana makan di hotel berbintang empat. Seleranya akan makanan sangatlah tinggi.

Mata John Ginting membelalak atas ujaran bosnya. Dia mendekat dan berkata, “Tapi, pak, kita sudah di sini dan Pak Hartono berkata ini restoran yang luar biasa!”

“John, lihat saja ini lantainya bahkan tidak cukup mengkilat. Jelas saja pihak pengelola tidak begitu memerhatikan pemeliharaan hotel ini,” ujar Ethan sebelum menyipitkan matanya.

Ethan Waskito terlahir dengan sendok perak. Keluarganya keluarga kaya lama, dan dia sudah terbiasa oleh kemewahan. Jarang sekali dia mau dengan sekelas hotel berbintang empat atau empat setengah.

Pak Hartono dengan mudah menemukan mereka saat dia berjalan ke pintu masuk hotel.

“Pak Waskito! Di sini!” Seru Pak Hartono. “Saya senang sekali Anda mau bergabung makan malam dengan kami.”

Pak Hartono mendekat dan berkata, “Percayalah ketika saya berkata, Anda akan mengalami pengalaman makan malam yang spektakuler di restoran hotel ini!”

“Saya salah satu pemegang saham hotel ini ngomong-ngomong. Jika Anda suka akan apa yang Anda makan, saya dengan senang hati menerima investasi Anda di hotel ini!” Suara tawaan menyusul segera setelah Pak Hartono mengatakan itu.

“Apakah menurut Anda ini menyenangkan, Pak Hartono? Apakah Anda membawa saya ke sini untuk sebuah kemungkinan saya akan membuang uang saya untuk hotel kuno ini?” Ujar Ethan, menunjukkan ketidakpuasannya dengan nada yang begitu dingin, membuat bulu kuduk Pak Hartono seketika merinding.

“Uh, t-tidak, Pak Waskito. Saya hanya bercanda,” ujar Pak Hartono. “Namun, sejujurnya, restoran hotel ini yang terbaik. Semua karena koki cantik kami, Nona Samantha Wijaya. Bahkan, dia baru saja mendapat penghargaan atas kemampuan memasaknya yang luar biasa!”

Panjang umur, Samantha datang tengah berjalan dengan tergesa-gesa dari lobi hotel, dia kembali dari toilet hotel.

“Ah! Maaf!” Dia dengan tidak sengaja menabrak ke Ethan Waskito. “Maafkan saya! Saya tidak sengaja. Apakah Anda baik-baik saja?”

Samantha menaruh tangannya di tangan Ethan, tidak begitu melihat wajahnya. Isi kepalanya dipenuhi oleh keinginan untuk kembali bekerja.

“Oh, Pak Hartono. Saya harap segalanya baik-baik saja. Saya harus kembali untuk menyiapkan makan malam,” ujar Samantha, menandakan dia akan meninggalkannya untuk berurusan dengan pria yang tengah mengerutkan dahinya yang ditabraknya tadi.

“Tidak apa-apa, Sam. Pergilah,” jawab Pak Hartono.

Pak Wilson berkata sambil menghela nafas dalam, “Yang tadi itu kepala koki kami, Nona Wijaya. Saya minta maaf ...”

“Tidak apa-apa. Ayo makan malam di sana sekarang,” jawab Ethan dengan cepat sambil pandangannya masih terpaku pada wanita berambut gelap ikal dan berjalan ke arah restoran.

John berdiri di sebelahnya dan melihat sendiri bagaimana bosnya tiba-tiba menatap pada gadis itu, bahkan membiarkan gadis itu menyentuhnya!

Ethan Waskito tidak menyukai didekati oleh wanita. Itulah mengapa asistennya laki-laki.

Pandangan John beralih dari Samantha ke bosnya dan setelah beberapa detik, dia menyadari itu benar. Bosnya memandangi seorang wanita untuk kali pertama!

Lalu, yang paling mengejutkan adalah bagaimana Ethan Waskito tiba-tiba mau makan di restoran yang bahkan lantainya tidak cukup mengkilat! Astaga, bahkan Ethan meninggalkannya berjalan duluan!

Bosnya langsung berjalan ke arah restoran dan pandangannya masih terpaku pada koki cantik dengan surai gelap itu.

Ketika mereka duduk, John bahkan lebih terkejut lagi karena Ethan tidak komplain sama sekali. Dia langsung memilih menu set yang disukainya dan begitu teliti saat memilihnya.

Jelas saja kalau menurut John, Ethan mencari koki yang disebut-sebut sebagai Nona Samantha Wijaya itu.

Ketika makanan mereka disajikan, Ethan dan John keduanya seakan memasuki dunia fantasi. Setiap kali mereka menyuapkan garpu ke mulutnya, ekspresi mereka benar-benar seolah puas.

“Wow! Makanan ini, benar-benar yang terbaik. Benar, ‘kan pak?” ujar John.

Pak Hartono menjentikkan jemarinya sebelum berujar, “Apa yang saya bilang? Luar biasa, ‘kan?”

“Hmm. Cukup,” ujar Ethan. “C-u-k-u-p.”

Saat mereka tengah menikmati makanan itu, kokinya keluar dari dapur dipuji oleh orang-orang. Usut punya usut, memang biasa bagi Samantha untuk muncul di depan tamunya di tengah-tengah makan malam.

John melihat Ethan menatap ke kokinya dan mendengarnya mengatakan, “Makanannya cantik.”

‘Makanannya cantik?’ Tanya John pada dirinya sendiri.

Baik Pak Hartono dan John kebingungan. John harus menanyakan maksud perkataan bosnya, “Yang mana, pak? Yang cantik masakannya atau yang memasak?”

“Makanannya, John. Maksudku, penampilannya,” ujar Ethan tegas.

Ketika mereka melihat senyum Samantha yang menawan, John dan Pak Hartono tersenyum balik. Mereka benar-benar terpukau oleh kecantikan si koki.

Saat itulah ketika Ethan membuat keputusan dan berkata, “Aku menginginkan dia. Aku ingin dia menjadi koki eksekutif Hotel First Diamond.”

“Oh, tapi Pak Waskito, kita sudah merekrut koki eksekutif ...”

“Batalkan saja, aku tidak peduli,” sela Ethan. “Aku tidak ingat pernah sepuas ini akan sebuah hidangan. Kita perlu merekrutnya.”

Ethan berbalik pada Pak Hartono dan bertanya, “Apakah bisa dilakukan, Pak Hartono?”

“Bisa saya atur, Pak Waskito,” balas Pak Hartono. “Sayang sekali bagi kami untuk melepas koki sehandal itu, tetapi tidak mungkin saya mengecewakan Anda.”

“Itu kamu tahu,” ujar Ethan.

John Ginting mungkin menganggapnya sebagai ketertarikan semata, sesuatu yang tidak pernah dialami bosnya semasa muda. Bagaimana pun juga, apa yang membuatnya menyimpulkan bahwa Ethan tertarik oleh pesona Samantha adalah karena mereka bahkan memesan makanan bukan hanya dua kali, tetapi sampai tiga kali!

Gerombolan mereka memakan tiga menu set untuk malam itu!

Di akhir santapan ketiga kali mereka, Ethan menjelaskan, “Aku mau mencicipi seluruh makanan yang mereka tawarkan. Aku mau melihat konsistensi si koki.”

John akan dengan mudah memercayainya jika bukan karena fakta bahwa di setiap hidangan keluar, dia akan terus menatap si koki setiap kali dia muncul!

Akhirnya, mereka menetap selama lima jam lamanya di restoran itu dan pantat John sangat sakit karena duduk selama berjam-jam lamanya, tetapi baginya, itu tidak sia-sia.

Malam itu, John Ginting melihat sisi lain dari seorang Ethan Waskito dan dia menyimpulkan Samantha-lah kuncinya.

*** Akhir dari kilas balik ***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status