Share

Bab 6

Pukul 11:00 pagi di Bandara Internasional Soekarno-Hatta

“Kyla, apa yang kamu cari-cari?” Tanya Samantha pada putri kecilnya saat mereka berjalan ke arah area kedatangan.

Seperti Samantha, Kyla mewarisi surai gelapnya, tetapi rambutnya panjang dan lurus. Wajahnya begitu cantik dengan mata cokelat gelap dan bibir yang merah muda.

Sejak mereka sampai, Kyla tidak henti-hentinya menatap pada setiap pria yang berlalu-lalang di sekitar mereka. Mendengar ibunya memanggilnya, dia berlari dan menggandeng tangannya lalu bertanya, “Ibu, apakah Ayah akan menjemput kita?”

Samantha segera merasa kerongkongannya tercekat. Dia memandang ke arah tantenya dan sedang memegang Kenzo, dia melihat jelas Dian memutar bola matanya.

Kenzo, putranya juga terlihat menunggu jawabannya.

“A-Ayahmu sedang dalam perjalanan bisnis! Makanya tidak bisa menjemput.” Dia mengalihkan perhatiannya pada pintu dan berseru, “Oh lihat! Ada orang yang ingin kita temui! Nenek Merina!”

Dengan mata yang berbinar, Kyla yang pertama berlari keluar dan membuat Samantha harus mengikuti langkah cepatnya!

“Nenek! Nenek!” Seru Kyla. Wajahnya bersinar akan kegembiraan saat dia melompat pada pelukan neneknya.

Merina tengah didorong oleh perawatnya di kursi roda. Dia sudah memasuki usia 80-an, dan sudah tidak bisa berjalan lama, tetapi dia tergolong sehat untuk seusianya.

Nenek Samantha segera menangis saat memeluk Kyla. Dia memandang Samantha dan meraih tangannya. Dia berujar, “Sam, N-Nenek sangat merindukanmu!”

Ini adalah pertemuan yang membahagiakan, tetapi tidak bisa dipungkiri mereka harus meneteskan air mata saat pertemuan ini. Hampir enam tahun lamanya sejak mereka terakhir melihat satu sama lain. Samantha dan Merina, bersama Kyla, saling memeluk satu sama lain di tengah keramaian area kedatangan bandara.

Setelah hampir semenit saling mencium dan memeluk, Merina menatap Kenzo dan berkata, “Sinilah, tuan muda! Peluk Nenek.”

“Halo, Nenek Merina. Senang bertemu denganmu,” ujar Kenzo sebelum ikut berpelukan.

Merina menangkupkan tangannya di wajah anak-anak dan berkata, “Cantik! Seperti ibumu!”

Dia ganti menatap Kenzo dan berkata, “Pria kecil yang tampan.”

“Seperti Ayah?” Tanya Kyla dengan antusias sambil mengalihkan perhatiannya pada saudara kembarnya.

Kyla dan Kenzo adalah kembar tidak identik. Wajah mereka berbeda dan sifat mereka juga berbeda.

Kyla lebih riang dan gampang bergaul, sedangkan Kenzo anak yang diam. Dia memiliki obsesi terhadap segala yang teratur dan sangat tertarik pada teknologi.

Keduanya sangatlah cerdas, Samantha memang tidak bodoh, tetapi dia juga bertanya-tanya dari mana anak-anaknya mendapat intuisi sedemikian rupa.

Mendengar pertanyaan Kyla, Merina tertawa. Dia juga tahu bahwa Samantha berbohong pada anak-anaknya soal Ayah mereka. Dia menjawab, “Mungkin!”

Sambil mencubit pipi Kyla, Merina berkata, “Nenek ada hadiah untuk kalian!”

Mereka memiliki kesepakatan untuk mengalihkan perhatian anak-anak akan topik mengenai ayahnya, bahkan Diana, tante Samantha, turut menyetujuinya!

“Mana? Di mana hadiahku, Nenek?” Tanya Kyla sambil dengan antusias melihat ke sekitar.

“Di dalam mobil, tapi akan kita buka di rumah baru kalian,” ujar Merina sebelum tertawa kecil.

Untuk menghindari Ayah Samantha mengetahui kedatangannya, Merina harus merekrut supir dan menyewa mobil untuk menjemput mereka. Perawat Merina, Stella, selalu ada di pihaknya dan tidak akan memberitahu siapa pun.

Mereka lalu bergegas menuju Hotel First Diamond, di mana lantai teratasnya diperuntukkan untuk apartemen, lebih tepatnya sebuah griya tawang, beberapa untuk disewakan dan beberapa lagi untuk dijual. Salah satunya adalah rumah baru Samantha.

Karyawan hotel dan porter menyambut mereka begitu mereka sampai di lantai empat puluh dan mengantarnya menuju unitnya. Unit yang akan ditempatinya seluas seratus meter persegi dan cukup untuknya, tantenya, dan anak kembarnya.

Saat memasuki griya tawang yang sudah diisi oleh furnitur, kedua anaknya dibuat takjub.

“Wow! Apakah ini rumah baru kita, Ibu? Ini cantik sekali!” Seru Kyla sambil menangkupkan tangannya di wajahnya.

Lain lagi dengan Kenzo yang menganggukkan kepalanya dan mengamati ruang tamu. Dia berujar, “Mengkilat dan baru. Sempurna.”

Merina mengangkat sebelah alisnya mendengar perkataan Kenzo. Dia menatap cucunya dan berkata, “Itu pertanda. Dia pastilah mirip ayahnya, Sam.”

“A-Aku tidak tahu, Nenek,” jawab Samantha dengan canggung dan memelankan suaranya.

“Chef Samantha, anggap saja seperti rumah Anda sendiri dan Pak Ginting akan menemui Anda besok untuk mendiskusikan soal pembukaan perdana hotel ini yang akan diadakan segera,” ujar seorang karyawan hotel yang memperkenalkan dirinya sebagai Cindy.

“Terima kasih, Cindy karena sudah membantu kami. Anda sungguh membantu,” ujar Samantha dengan senyuman.

“Tentu saja, Chef Samantha. Lalu, ngomong-ngomong, saya tidak tahan untuk mengatakan ini. Anda sangatlah menawan! Kalau Anda menjadi koki eksekutif kami, karyawan dapur tentu tidak akan pernah bolos!” Seru Cindy.

“Ibuku cantik, maka dari itu aku cantik juga!” Sela Kyla.

Semua orang di ruang tamu yang mendengarnya jadi tertawa. Merina sangat terpukau oleh kepercayaan diri Kyla, dia turut melepas tawa kecil.

“Benar!” Sahut Cindy dengan senyuman lebarnya. Dia mengimbuhkan, “Itulah kenapa kamu sangatlah menggemaskan!”

Cindy lalu menatap Kenzo dan berkata, “Kembaran laki-lakimu juga tampan!” Untuk beberapa detik dia menatap lekat Kenzo dan berkata, “Dia terlihat mirip dengan bos! Haha, mungkin saja.”

“Bosmu mirip dengan kembaranku?” Tanya Kyla dengan mata yang berbinar. Dia menatap Kenzo dan seolah mereka sepakat akan sesuatu.

“Mungkin saja. Aku hanya pernah melihatnya sekali dari kejauhan. Tidak banyak fotonya di internet juga. Dia melarang media untuk memotretnya! Dia seperti CEO rahasia dari Perusahaan Berlian Waskito,” jelas Cindy.

“Oh, saya harus pergi. Senang bertemu dengan Anda, Chef!” Ujar Cindy sebelum akhirnya mengucapkan selamat tinggal.

“Oke anak-anak, saatnya membuka hadiah kalian!” Seru Merina dengan riang setelah melihat Cindy pergi.

Ketika Kenzo dan Kyla dengan antusias membuka hadiah mereka, Samantha mengambil kesempatan untuk pergi ke balkon unitnya. Dia mau memastikan kunci, apalagi dia memiliki anak kecil.

Dia puas akan standar keselamatannya dan saat itulah ketika dia menggeser jendela untuk melihat pemandangan kota yang pernah ditinggalinya.

Kota Bekasi tentu sudah berubah selama enam tahun. Perubahannya sungguh membuatnya tidak siap.

Di sisi kiri dia melihat dari kejauhan ada mall tua di mana ayahnya sering mengajaknya ke sana. Dia memandangnya sejenak sebelum perlahan menoleh ke sisi kanan.

Sebuah bangunan tinggi menghalangi pandangannya, tetapi dia seolah bisa melihat isi bangunan itu dan membayangkan kamp militer yang mengelilingi kota dari utara.

Samantha menghela nafas dalam, mengetahui bahwa di suatu tempat di arah itu adalah mansion ayahnya. Rumah yang sama tempatnya berbahagia sampai ayahnya menikah lagi.

“Halo Bekasi, aku kembali,” ucapnya dengan helaan nafas panjang.

“Sam.” Merina mendekatinya, berjalan mendekat dengan dibantu tongkatnya.

“Nenek, pakailah kursi rodamu,” ujar Samantha.

“Tidak apa-apa. Nenek masih bisa berjalan, asal bukan jarak jauh,” sahut Merina sebelum memaksakan senyuman. “Sam, aku ingin memberitahumu sesuatu.”

“Apa itu, Nenek?” Tanya Samantha sambil membantunya berjalan di balkon.

“Saudara tirimu, Annie. Dia dan Clayton bertunangan,” jelas Merina.

Samantha hanya menganggukkan kepalanya dan menjawab, “Baguslah, Nenek. Mereka cocok satu sama lain.” Dengan senyuman dia mengimbuhkan, “Aku tidak memikirkan itu lagi sekarang.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status