Share

Bab 4

“Ambil saja, Sam.” Samantha mendengar neneknya berujar seperti itu saat dia sedang meneleponnya.

Tentu saja dia bilang pada neneknya mengenai kesempatan tersebut, jadi menelepon Merina Wijaya adalah hal pertama yang dilakukannya pertama kali pagi itu.

Dari balkon apartemennya yang sederhana, Samantha memandangi bangunan-bangunan yang ada di depannya, dia merasakan jantungnya yang berdegup keras di balik rusuknya. Dia menelan ludahnya sendiri saat dia mempertanyakan dirinya sendiri, “Apakah aku siap untuk ini, Nenek?”

“Kamu siap, Sam! Akhirnya Nenek bisa bertemu langsung denganmu!” Samantha mendengar isak tangis neneknya sebelum melanjutkan bicaranya, “Nenek sudah tua, Sam. Nenek sangat merindukan cucu Nenek! Aku sudah menantikan bertahun-tahun lamanya untuk bersama denganmu lagi.”

“Ambil saja, Sam. Ambillah!” Seru Merina sekali lagi. “Tunjukkan pada ayahmu bahwa kamu sudah melanjutkan hidupmu dengan baik, bahkan tanpa bantuannya! Sam, sudah waktunya kembali.”

“Baik, Nenek. Akan kulakukan,” balas Samantha dengan suara lembut.

Di samping perpisahan secara tidak baik-baik antara dirinya dan ayahnya, tetapi, jauh di lubuk hatinya, Samantha berharap ayahnya suatu hari nanti akan menerimanya kembali. Apa pun yang telah terjadi, si jendral Wijaya adalah ayahnya satu-satunya, dan dia sangat mencintainya.

Dia mengambil nafas dalam-dalam dan berkata, “Ayah, aku akan kembali. Aku akan membuat Ayah bangga. Tunggu saja dan lihatlah.”

***

Keesokan harinya, seorang sekretaris datang untuk menemui Samantha di Hotel The Emerald dan memperkenalkan dirinya sebagai John Ginting, asisten eksekutif dari pria paling berpengaruh di Kota Bekasi.

Mereka berdua duduk di salah satu pojok di restoran, membicarakan isi kontrak sebelum dia dan para staff menyiapkan persiapan makan malam.

“Ethan Waskito,” dia mengulang nama tersebut, sebab terdengar begitu familiar. Samantha tidak bisa mengingatnya. “Di mana aku mendengar nama itu sebelumnya?”

“Benar, Nona Wijaya, itu nama dari CEO kami, Ethan Waskito. Dia anak tunggal dari Daniel dan Amanda Waskito, pewaris tunggal dari Perusahaan Berlian Waskito. Anda mungkin mendengar namanya dari majalah bisnis atau sosial media,” sahut si sekretaris laki-laki yang datang menemuinya hari itu.

Dia membaca isi kontrak ketika dia melihat nama di kolom tandatangan pada halaman terakhir. Dia mengangkat kepalanya dan menatap pria di depannya dan berujar, “Mungkin saja.”

“Nona Wijaya, bosku adalah pria yang tampan. Dia seorang bujangan yang dipuja-puja orang dan memimpin di kursi CEO pada umur tiga puluh! Sekarang beliau berusia tiga puluh dua, usia yang tepat untuk menikah,” ucap si pria sebelum tersenyum miring.

Samantha tidak yakin akan apa yang dimaksud olehnya dan apakah tidak apa-apa jika dia begitu menyombongkan bosnya seperti itu, tetapi hal itu tidak mengganggu pikirannya. Ditambah lagi, dia mengabaikan saat dia mempromosikan Pak Ethan Waskito sebagai seorang bujangan yang dipuja oleh orang-orang.

Dia mengembalikan perhatiannya pada gaji dan akomodasi yang akan diterimanya, Samantha bertanya, “Saya hanya mau memastikan bahwa Anda tidak salah. Anda menawarkan saya tempat tinggal dan gaji sebesar seratus enam puluh juta rupiah sebulan untuk menjadi koki eksekutif dari Hotel First Diamond?”

“Masih banyak yang lebih baik dariku,” imbuhnya sambil menggembungkan pipinya dan menghela nafas dalam. Samantha mengingatkan pada si sekretaris itu dia masih tergolong koki amatir.

“Aku bukannya mengeluh, hanya saja, ini sedikit berlebihan dan aku hanya ingin memastikan tidak ada ...” Dia menyipitkan matanya sebelum melanjutkan perkataannya, “Tidak ada kesalahan dan penyesalan dalam kontrak ini.”

“Nona Wijaya, Anda sedang berbicara soal Perusahaan Berlian Waskito. Kami adalah salah satu perusahaan terbesar di negara ini! Keluarga Waskito adalah yang terkaya di kota ini,” ujar John. “Alasan mengapa kami menawarkan Anda sebanyak ini karena bos saya menyukai Anda ...”

Dia dengan sengaja batuk dan mengoreksi dirinya sendiri, “Beliau menyukai masakan Anda,” John berdeham dan mengimbuhkan, “Itu benar. Beliau menyukai masakan Anda! Lalu, dengan kemampuan Anda, Anda bisa membantu Hotel First Diamond untuk mencapai potensi tertingginya!”

“Kami sudah berkelana dari Eropa, bahkan sampai negara-negara bagian di Amerika, tetapi belum ada yang bisa memuaskan standarnya!” Dia menunjuk Samantha dengan kedua tangannya, “Hanya Anda!”

“Saya bersamanya ketika beliau datang ke sini untuk makan malam, mencoba menu set Anda dan kami benar-benar takjub dibuatnya.” Si sekretaris memperlihatkan senyum lebar sebelum menambahkan, “Kami benar-benar menyukainya!”

“Siapa sangka? Kami hanya sekedar lewat di Kota Malang, memeriksa potensial perusahaan yang akan kami investasikan, dan klien kami merekomendasikan restoran ini,” ujar John Ginting.

“Ketika bos saya melihat wajah cantik Anda, maksud saya, tampilan menawan dari hidangan Anda! Ya, susunan dari pada hidangan di atas piringnya, beliau benar-benar terpukau!” John memajukan tubuhnya dan berkata, “Ini di antara kita saja, ya. Sejujurnya, saya belum pernah melihat beliau mengapresiasi apa pun di hidupnya!”

Cara sekretaris itu bercerita membuat Samantha bingung, tetapi segera setelah itu, dia mendengarnya merubah topik.

“Ketika kami merasakan masakan Anda, seolah kami ada di dunia fantasi. Setiap gigitannya sangatlah indah dan unik. Teksturnya langsung menyatu dengan indra perasa kami. Kami langsung tahu detik itu bahwa Anda koki yang sudah lama kami cari-cari!” Terang John Ginting.

Lagi-lagi, sambil menunjuk Samantha, dia mengimbuhkan, “Andalah kunci menuju ke hatinya, maksud saya, jantung dari hotel kami!”

Melihat ekspresi bingung Samantha, John menjelaskannya, “Keberhasilan hotel dimulai dari makanan yang luar biasa. Hotel terkenal selalu dimulai dengan restorannya yang menawarkan makanan yang lezat, kemewahan dan kenyamanan adalah nomor dua sebab itu bisa ditemukan di tempat lain.”

“Benar, aku setuju,” ujar Samantha. Sama seperti The Emerald, hotel itu selalu penuh sebab banyak yang menantikan makan di restoran mereka sembari menginap semalam.

“Jadi, bos Anda yang memutuskan ini?” Tanyanya sekali lagi untuk memastikan sambil menatap ke arah bagian gaji dan akomodasi.

“Benar. Beliau tidak ingin Anda ragu. Beliau sebenarnya ingin menemui Anda secara personal untuk menyerahkan kontrak ini, tetapi beliau benar-benar sibuk. Pak Waskito sekarang kembali ke Kota Bekasi.” John Ginting mengambil pulpen dan memberikannya pada Samantha. Dia berkata, “Nona Wijaya, kami benar-benar menginginkan Anda. Gaji dan akomodasinya untuk Anda semata. Tanda tanganlah!”

Samantha menyampingkan rasa ragu-ragunya dan menerima pulpen itu dan menandatangani kontraknya.

Dia baru sadar dia ada pertanyaan soal akomodasi tersebut setelah selesai menandatangani seluruh empat dokumen.

“Uh, soal apartemen yang akan disediakan untukku. Apakah cukup untuk empat orang? Dua dewasa dan dua anak kecil?” Tanyanya sebelum memutuskan untuk kembali menutup mulutnya.

“Astaga! Saya tahunya Anda masih bujangan! Anda sudah menikah?!” Tanya John Ginting bertubi-tubi sambil menaruh tangan di dadanya, seakan dia terkejut.

Dia segera memeriksa dokumen yang Samantha berikan, memeriksa status kawinnya. Dia tidak memeriksanya setelah mendapat rekomendasi seperti itu dari Hotel The Emerald.

Selain itu, dia yakin bahwa manajer dari hotel itu menyebut Samantha sebagai Nona Wijaya.

“Um, tidak. S-Saya orangtua tunggal. Saya akan tinggal bersama tante dan anak kembar saya,” kata Samantha dengan malu-malu, mencoba menjelaskan kesalahpahaman ini. “Saya harap ini bukan masalah.”

John Ginting segera menahan rasa paniknya, seakan dia menyadari keraguan Samantha. Dia segera tersenyum dan berkata, “Tentu saja itu bukan masalah.”

Dia meyakinkannya, “Nona Wijaya, kami merekrut Anda karena kemampuan Anda, kondisi Anda bukanlah suatu masalah.”

Kembali ke pertanyaannya yang tadi, John menjawab, “Apartemennya ada dua kamar. Apakah cukup?”

Samantha mengangguk dengan senyuman dan menjawab, “Cukup, saya bisa tidur bersama anak-anak.”

“Kalau begitu sudah ya.” John menjabat tangan Samantha dan berkata, “Selamat datang di Perusahaan Berlian Waskito.”

“Terima kasih, Pak Ginting,” ucap Samantha sebelum menyambut jabatan tangan John Ginting.

***

Setelah menandatangani kontrak, Samantha harus melakukan satu tugas penting lagi. Dia harus memberitahu anak-anak dan tantenya akan keputusannya pindah ke Kota Bekasi.

Samantha mengumumkannya pada makan siang keesokan harinya.

“Tante, aku menerima pekerjaannya,” ujar Samantha.

Diana tersenyum dan berkata, “Tante percaya akan keputusanmu, Sam. Tante akan selalu ada untukmu.”

Melihat ekspresi bingung dari anak-anaknya, Samantha berujar, “Anak-anak, Ibu mendapat tawaran pekerjaan baru, dan kita akan dapat rumah gratis di dalam hotel! Ditambah lagi, gajinya sangatlah bagus. Ibu bisa membelikan kalian tas baru, bahkan mungkin sebuah mobil!”

“Wow! Ibu, itu benar-benar menyenangkan!” Seru Kyla.

“Apakah hotel baru itu di sini, Bu?” Tanya Kenzo.

Saat itulah Samantha menjawab, “Uh, sebenarnya, kita akan pindah ke Kota Bekasi.”

Mata kedua anaknya berbinar. Kenzo dan Kyla bertatapan satu sama lain dan berkata dengan kompak, “Ayah!”

“Akhirnya kita akan melihat Ayah!” Seru Kyla.

Sambil menghela nafas, Kenzo berujar, “Sudah waktunya.”

“Ibu, apakah Ayah antusias untuk bertemu dengan kita?” Tanya Kyla dengan mata berbinar-binar.

Samantha ternganga. Tiba-tiba dia merasakan kerongkongannya kering dan dia menatap tantenya untuk meminta pertolongan.

Keheningan membuat Kenzo bertanya, “Ibu?”

“I-Ibu belum bilang pada ayahmu! Dia benar-benar sibuk! Oh, astaga sudah jam segini! Sudah waktunya bagi Ibu untuk bersiap-siap bekerja!” Lagi-lagi Samantha menghindar. Dia meninggalkan anak-anaknya hari itu yang tengah dalam kegembiraan karena akan bertemu Ayah mereka.

Di ranjang, Kenzo bersandar di ranjangnya, menulis sesuatu di bukunya.

Kyla bertanya, “Apa yang kamu lakukan, Kenzo?”

“Aku menulis semua yang Ibu katakan soal Ayah. Setelah kita menemukan orang yang cocok, kita akan tahu itu Ayah,” jawab Kenzo. “Jika Ayah terlalu sibuk untuk menemui kita, kita saja yang menemukan dia. Apakah kamu setuju denganku, Kyla?”

“Tentu!” Jawab Kyla sebelum keduanya mendekat dan memberikan tos. “Ayah! Kami akan datang!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status