Share

Bab 3

Samantha menaruh piagam penghargaan di lemari kaca ruang tamunya. Samantha tersenyum pada penghargaan yang dia dapatkan. Kemarin, walikota memberinya penghargaan sebagai salah satu koki terbaik Kota Malang!

Dia tersenyum dan lega akan pencapaiannya, melihat ke penghargaannya satu per satu.

Tidak ada angin tidak ada hujan, dia berkata pada dirinya sendiri, “Ayah, suatu hari nanti Ayah akan sadar bagaimana aku sudah berhasil, dan Ayah akan bangga padaku.”

Sudah hampir lima tahun berlalu sejak Samantha melahirkan Kenzo dan Kyla.

Pada usia dua puluh enam tahun, Samantha masihlah seorang wanita yang menawan. Dia merawat badan dan wajahnya untuk tetap menarik.

Dia sekarang bekerja sebagai kepala koki di restoran terkenal milik The Emerald, restoran di dalam sebuah hotel berbintang empat. Itulah di mana dia dikenal akan kemampuan memasaknya yang baik.

Alih-alih menjadi bagian dari militer, selama ini mimpinya adalah menjadi seorang koki. Karena sekarang dia bebas dari kendali ayahnya, dia sadar akan mimpinya, tepat seperti yang dikatakan oleh neneknya.

Sembari merawat anak kembarnya, dia mendaftar di sekolah memasak bergengsi di kota yang sama.

Samantha merangkak perlahan. Lagipula, belajar sambil membesarkan dua anak tidaklah mudah.

Syukurnya, tantenya, Diana, mengambil pensiun dini demi membantu Samantha. Tantenya hampir selalu siap sedia untuk membantunya merawat bayi kembarnya saat Samantha sekolah.

Samantha tidak sadar seberapa lama dia memandangi penghargaannya dan mengingat beberapa tahun terakhir dalam hidupnya. Saat itu dia memeriksa waktu dan akhirnya berseru, “Ya ampun! Sudah hampir pukul dua siang!”

“Pergilah, Sam! Kamu harus menyiapkan set menu malam ini!” Seru tantenya sambil berjalan dari arah ruang tamu.

Saat Samantha mengambil barang-barangnya, Kenzo dan Kyla tidak melupakan untuk berpamitan pada ibunya.

Kenzo tengah memainkan laptopnya saat dia berujar, “Ibu, windows Ibu sudah ketinggalan jaman. Sudah waktunya beli baru.”

Samantha memutar kedua bola matanya, anak lelakinya benar-benar jenius. Dia tidak mengerti bagaimana bisa Kenzo bisa sepintar itu pada gawai. Dia menghela nafas, “Baiklah, Ibu tidak tahu. Windowsnya sudah Ibu beli ketika Ibu membeli laptop itu setahun yang lalu. Pergilah ke tukang servis dan beli yang baru.”

“Harganya satu juta sembilan ratus ribu rupiah,” ujar Kenzo sambil melihat ke arahnya.

“Astaga!” Seru Samantha. “B-belinya kapan-kapan saja. Ibu tidak masalah menggunakan versi yang lama.”

Dia menunduk dan mencium Kenzo dan berkata, “Ibu harus pergi, nak! Ibu sayang padamu!”

“Ibu? Kapan kita akan bertemu Ayah?” Terdengar suara anak perempuannya dari sisi lain ruang tamu.

Perkataan Kyla membuat Samantha terkesiap dan membalas dengan terbata-bata, “Uh! A-ayah sedang sibuk! Nanti ya, Kyla. Nanti.”

Dia mencium Kyla dan menunjuk ke arah putri kecilnya, “Jangan lupa makan malam! Ibu akan kembali malam ini!”

Dia mengecup mereka berdua dan berpamitan sambil berkata, “Ibu mencintai kalian!”

“Kami juga menyayangi Ibu!” Sahut kedua anak kembar itu secara bersamaan.

“Kita juga menyayangi Ayah!” Imbuh Kyla, membuat Samantha terpaku sejenak.

Ya, Samantha Wijaya berbohong pada anak-anaknya soal Ayah mereka.

Ketika si kembar berusia tiga tahun, saat itulah mereka menyadari bahwa sebuah keluarga harus terdiri dari Ayah, Ibu dan anak.

Anak-anaknya menyadari mereka tidak ada sesosok Ayah.

Bagi seorang Ibu tunggal dan sibuk seperti Samantha, begitu sulit untuk menjelaskan ketiadaan Ayah mereka ke si kembar. Terlebih lagi ketika mereka tidak mengetahui bagaimana sebuah keluarga terbentuk.

Pada awalnya, dia tidak mengindahkannya, dia hanya berkata bahwa Ayah mereka di tempat yang jauh, sebab mereka akan melupakannya.

Sayangnya, ketika mereka mulai memasuki kelas Kelompok Bermain, kata-kata ‘Ayah’ dan ‘Papa’ berulang kali disebut oleh guru dan teman kelas mereka. Rasa penasaran soal Ayah mereka kian bertumbuh, sampai ketika mereka berusia empat tahun, Samantha memilih memberi tahu mereka bahwa Ayah mereka bekerja di Kota Bekasi.

Kota Bekasi adalah kota kelahirannya. Kota yang sama yang membuangnya.

Dia tidak berencana kembali ke sana. Setidaknya untuk sekarang. Dia memutuskan bahwa tidak apa-apa berbohong dan menyebut Ayah mereka di kota di mana seharusnya si Ayah tinggal.

Suatu hari nanti, ketika anak-anaknya paham akan Ibu tunggal dan anak yang lahir di luar pernikahan, dia bersumpah akan memberi tahu mereka yang sebenarnya.

Dalam hatinya, dia bersyukur sebab mereka masih kecil dan polos. Kyla dan Kenzo, karena mereka masih muda, masih tidak memusingkan topik itu. Hiburan digital dan hadiah dengan mudah mengalihkan mereka dari bertanya-tanya soal Ayah mereka.

Samantha keluar dari pintu dengan ditemani oleh Tante Diana, dia memperingatinya, “Sam, hentikanlah. Mereka sudah berusia lima tahun. Bagaimana kalau ini malah jadi senjata makan tuan?”

“Aku tahu, tante. Aku berjanji segera,” balas Samantha sebelum menambahkan, “Tolong jaga anak-anakku.”

***

Sekejap kemudian, Samantha bergegas ke hotel tempatnya bekerja sebagai kepala koki di restorannya.

Dia mengganti bajunya ke seragamnya dan berjalan menuju dapurnya di mana staff-nya menyambutnya dengan penuh hormat, “Selamat siang, Chef Sam!”

Dengan senyuman di wajahnya, dia memberi tanda pada mereka untuk mendekat, “Selamat siang! Ayo berkumpul untuk rapat harian kita dan mulai mendiskusikan menu hari ini ...”

“Tunggu sebentar, Sam!” Samantha berbalik dan ternyata yang memanggil adalah atasannya, manajer utama hotel, Patrick Susilo.

“Pak Susilo, selamat siang! Apa kabar?” Sapa Samantha dengan senyuman elegannya.

“Sam, astaga! Aku ada kabar baik buatmu!” Patrick segera mendekati Samantha dan menyuruhnya duduk di salah satu kursi kosong.

Restoran masih tutup pada saat ini, mereka sedang mempersiapkan makan malam spesial yang akan dimulai pukul lima sore nanti.

Setelah pamit sebentar ke staff restoran, dia mengikuti Patrick dan duduk di salah satu kursi. Saat itulah ketika dia diberitahu soal berita besar yang ingin dibicarakan oleh Patrick padanya.

“Kemarin malam, salah satu pebisnis besar dari Kota Bekasi makan malam dengan kami,” ujar Patrick.

Bulu kuduknya merinding mendengar nama kota itu.

“Ethan Waskito!” Seru Patrick sambil mengangguk dan menambahkan, “Si Ethan Waskito datang ke restoran kita dan mencicipi masakanmu!” Dia memegang kedua tangannya dan berkata, “Sam! Dia menyukainya!”

“Dia sangat menyukainya!” Ulangnya sambil mengangkat kedua tangannya di udara.

“Perusahaan Berlian Waskito baru saja berkecimpung di industri hotel, dan mereka mau mendirikan restoran mewah terbaik di Kota Bekasi! Lalu, setelah mencicipi hasil masakanmu, Sam, dia mau memberimu tawaran!”

“Dia begitu menginginkanmu, dan dia bersedia membayar kontrakmu dengan hotel kami!” Seru Patrick.

“Asistennya akan datang besok untuk menemuimu. Dia mau mempekerjakanmu dan membawamu ke Kota Bekasi!”

Patrick mengatakan semua informasi itu dengan cepat, sampai-sampai Samantha sulit memproses apa yang sedang terjadi. Dia masih ada setahun lagi kontrak dengan The Emerald. Dia tidak akan pergi ke mana-mana. Setidaknya, tidak dengan biaya denda pemutusan kontrak yang jumlahnya seratus enam puluh tiga juta rupiah!

“A-Apa maksudmu, Patrick?” Tanya Samantha. “Aku yakin pihak manajemen tidak mau melepasku begitu mudahnya.”

Patrick menatap matanya dalam-dalam, kemudian mengaku. “Sam, Pak Waskito tidak hanya menawarkan untuk membayar biaya denda pemutusan kontrakmu, tapi juga mau memberi The Emerald tambahan uang sebesar tiga ratus dua puluh enam juta rupiah lagi!”

Patrick mengerjapkan matanya pada Samantha sebelum mengaku, “Aku juga dapat tip yang lumayan untuk memberitahumu soal ini.”

“Bagus sekali!” Dia mengangkat tangannya dengan cemas sebelum menjawab, “Jadi kamu menjualku?!”

“Dengarkan aku, Sam. Ambilah kesempatan ini! Ini untuk anak-anak dan masa depanmu! Yang kita bicarakan ini perusahaan terbesar di Kota Bekasi!” Patrick menggenggam kedua tangannya dan berkata, “Sam, dia mau membayarmu tiga kali lipat dari gajimu di The Emerald! Ditambah lagi, dia menyediakan akomodasi berupa apartemen di hotel baru tempatmu akan bekerja!”

“Apa lagi yang kamu tunggu? Rumah gratis dan gaji sebesar seratus enam puluh juta rupiah!” Serunya dengan nada riang.

“S-Sebentar …” Samantha benar-benar siap untuk memarahi Patrick, tetapi mendengar, ‘seratus enam puluh juta rupiah’, membuatnya benar-benar terkejut. “A-Apa yang kamu katakan?”

“Benar, Sam. Dia mau membayarmu sebegitu banyaknya. Dia mau yang terbaik bagi pembukaan perdana hotelnya, dan dia mau kamu menjadi bagian dari Perusahaan Berlian Waskito!” Patrick mendekat pada Samantha yang terpaku, “Ayolah, Sam. Ini kesempatan sekali seumur hidup!”

Secara tiba-tiba, ketakutan untuk kembali ke Kota Bekasi menghantuinya. Untuk sejenak, pikirannya memutar kembali kenangan pahitnya, tetapi di lain sisi, dia akui bahwa tawarannya sungguh bagus.

Dengan seratus enam puluh juta rupiah sebagai gajinya sebulan, dia dengan mudah bisa menabung untuk membangun bisnisnya sendiri. Selain itu, dia harus memikirkan kebutuhan anak-anaknya yang akan datang. Dengan gajinya sekarang, dia kesusahan untuk membayar uang sekolah ditambah sewa apartemen yang mereka tinggali.

Sekarang, dia didatangi oleh tawaran yang bahkan menggratiskan akomodasinya.

Karena merasa bingung, dia memiringkan kepalanya dan bertanya pada dirinya sendiri, “Haruskah aku menerima ini?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status