Share

Bab 2

Author: LiLhyz
last update Last Updated: 2024-08-19 14:56:44
Seorang wanita berusia sekitar awal 20-an berdiri di balkon rumahnya sambil memandangi ke arah gemerlap lampu Natal.

Wajah elegannya memaksakan sebuah senyum, sambil memandang ke arah hiruk pikuk Kota Malang. Mata cokelatnya berbinar, membayangkan betapa bahagianya dia jika dia bersama Ayah dan neneknya.

Untuk sepersekian detik, dia teringat oleh bagaimana perlakuan ayahnya yang sama saja dengan membuangnya, bagaimana saudara tirinya mengambil perhatian ayahnya darinya, dan bagaimana orang yang sama mencuri hati dari pria yang dicintainya selama dua tahun lamanya.

Samantha Wijaya melakukan satu kesalahan yang berakibat pada hancurnya hidupnya. Bahkan permohonan neneknya tidak cukup untuk membantunya tetap berada di Keluarga Wijaya.

Rasa sakit oleh diseret keluar dari rumahnya sendiri kembali menderanya, membuat pipinya dibasahi oleh air mata.

Dia menarik kembali kesedihannya dan mengusap air mata yang membasahi wajahnya. Hidungnya dikembang-kempiskan, dan akhirnya dia menghela nafas, “Nenek, aku merindukanmu.”

Dia memandang ke arah langit, di mana Surga berada dan berkata, “Ibu, kuharap kamu tidak meninggalkanku.”

Ibunya meninggal ketika dirinya masih kecil, yang kemudian berujung pada pernikahan kedua ayahnya. Ibunya meninggal ditelan oleh kecelakaan mobil tragis yang membakar mobil dan tubuh ibunya menjadi abu.

Angin berhembus menyapu surai rambutnya, dia menatap ke arah perutnya yang membesar dan mengelus perutnya yang sekarang berbentuk seperti melon dengan kedua tangannya.

Ya, ada nyawa lain yang hidup di dalam rahimnya, dan dia teringat akan berkat yang diterimanya. Beberapa wanita tidak bisa memiliki anak, tetapi dia malah diberkati oleh dua anak sekaligus. Neneknya, Merina berulang kali mengingatkannya atas hal ini.

Beberapa jam sebelum tengah malam di tanggal 24 Desember, Samantha merasa nostalgia, mengenali tendangan dari janinnya yang berusia 35 minggu.

Selama hampir sembilan bulan, dia membawa buah dari kesalahannya. Meskipun di tengah tekanan dari ayahnya untuk membunuh bayinya, dia memutuskan sebaliknya.

Diingat kembali, sesuatu di dalam diri Samantha meyakinkannya bahwa bayi yang dikandungnya harus dia rawat.

Sayangnya, bagaimanapun juga, neneknya tidak bisa menemaninya. Ayahnya tidak mau membantunya, tetapi Merina, dia adalah seorang Nenek yang begitu peduli, jadi dia melakukan yang sebaliknya, membantu Samantha diam-diam.

Samantha tinggal bersama tante dari pihak ibunya di Kota Malang selama enam bulan. Neneknya-lah yang mengirimnya ke sana setelah dia diasingkan.

Ayahnya, jendral Wilson Wijaya, adalah jendral TNI yang baru saja ditunjuk.

Banyak yang menaruh harapan padanya dan putrinya, tetapi begitu mereka mendengar bahwa Samantha hamil sebelum menyelesaikan akademi militer, Samantha menjadi buah bibir satu kota.

Kalau kata ayahnya, dia telah mencoreng nama Keluarga Wijaya!

Banyak yang mempertanyakan, bagaimana bisa seorang jendral yang hebat gagal mendidik putrinya dan juga Samantha yang begitu liar untuk seukuran tentara.

Jendral Wijaya ingin Samantha menggantikan dirinya sebagai petinggi militer. Meskipun Samantha memiliki cita-citanya sendiri, dia menyerah akan itu demi mengikuti jejak ayahnya dan melanjutkan jejak para Keluarga William.

Bagaimana pun juga, walau Samantha sudah mengorbankan sebegitu rupanya, tidak cukup untuk menutup noda yang ditorehkannya ke keluarganya.

Setelah dia dikeluarkan dari akademi militer, jelas sudah tradisi itu sudah berakhir.

Dalam sekejap mata, hilang sudah kejayaan lama Samantha! Dia yang dulunya dikenal sebagai wanita cantik dan putri kesayangan jendral, sekarang disebut-sebut sebagai wanita kotor!

Clayton Salim, pacarnya yang seorang tentara senior dari akademi militer yang sama, jelas saja tidak mau mengakui janin di rahimnya, sebab memang bukan dia pria yang tidur bersamanya malam itu.

Dia hamil di usia dua puluh satu tahun, dan dia tidak tahu apa-apa soal pria yang tidur bersamanya.

Saat dia menyelam di ingatan masa lalunya, dia mendengar tantenya, Diana, memanggilnya dari arah ruang tamu. “Samantha, di luar dingin. Masuklah, sudah hampir tengah malam.”

Samantha mengangguk dan berkata, “Iya, tante.”

Tantenya membantu Samantha duduk di kursinya di depan meja makan mereka yang kecil, di mana mereka akan menyantap daging panggang untuk makan malam di malam Natal ini.

Dia tiba-tiba teringat akan isi meja makan yang mewah di rumahnya yang biasanya disiapkan untuk hari seperti ini, dan hal itu membuatnya berpikir apakah ayahnya turut memikirkannya.

Saat dia memikirkan itu, dia menyadari di kakinya ada air yang mengalir.

Dia merasakan bulu kuduknya merinding saat dia menyadari air ketubannya pecah!

“Oh, astaga tante!” Samantha memegangi perutnya dan berkata, “Seharusnya HPL-nya masih jauh!”

“Astaga,” ucap tantenya. “K-kita harus pergi ke rumah sakit.”

Beberapa jam berikutnya dipenuhi oleh kekhawatiran dan kepanikan untuk Samantha dan tantenya.

Sulit sekali mendapatkan taksi ke arah rumah sakit di malam Natal. Sedangkan di rumah sakit sendiri di hari libur, sedikit sekali staff yang masuk dan dokter kandungannya tidak bisa dihubungi untuk beberapa saat menjelang dia sampai di sana.

Samantha merasakan kontraksi hebat di rahimnya hanya dalam waktu satu jam dia dibawa ke bangsal.

Sejak dia dibaringkan, Samantha dapat mendengar kekhawatiran dari para suster dan bidan saat dia berteriak kesakitan di setiap menitnya.

“Dr. Wilma sudah datang.”

“Tidak ada ventilator tersedia untuk bayinya!”

“Mereka mungkin bisa bernafas sendiri. Mari kita lihat terlebih dahulu.”

“Apa yang terjadi? Kumohon, katakan padaku!” Seru Samantha, khawatir akan bayinya. Dokter sudah memperingatinya bahwa HPL bayi kembar biasanya lebih maju, hasil pemeriksaan rutinnya juga mengatakan bayinya sehat.

Tetap saja, dokter sudah membuat persiapan untuk berjaga-jaga jika saja bayinya lahir sebelum usia 36 minggu.

Kepala perawat datang untuk berbicara padanya, memperingatinya soal kelahiran prematurnya. Dia mengatakan pada Samantha, “Nona Wijaya, karena bayinya akan keluar sebentar lagi, kami ingin memberi tahu Anda bahwa bayinya mungkin perlu mesin ventilator untuk bernafas…”

“Tidak, a-aku,” dia memejamkan matanya, mencoba menahan rasa sakit. “Ahh!”

Setetes air mata mengalir bersamaan dengan teriakannya sebelum dia melanjutkan. “Aku diberikan injeksi steroid beberapa minggu sebelumnya. D-dokterku bisa mengonfirmasi ini,” ujarnya.

Steroid seharusnya membantu pertumbuhan paru-paru bayi apabila mereka lahir lebih awal.

“Nona Wijaya, steroid tidak menjamin bahwa bayinya akan bisa bernafas sendiri…” Perkataan si suster dipotong oleh erangan kesakitan Samantha.

Seorang dokter residen bertanggungjawab untuk memeriksa pembukaan Samantha.

“Kepala bayinya sudah terlihat!” Seru di dokter residen. “Pindahkan dia ke ruang bersalin.”

“T-Tunggu! Di mana dokterku?!” Samantha menuntut jawaban.

“Dokter Anda sedang dalam perjalanan,” sahut suster yang lainnya.

Ketika dia dipindahkah ke tandu dan dibawa ke ruang bersalin, Samantha benar-benar khawatir akan dirinya sendiri dan bayinya. Lebih lagi, rasa sakit dari kontraksinya membuatnya tidak bisa bepikir dengan jernih di sepanjang waktu.

Samantha tidak mampu membayar ruangan privat untuk melahirkan. Maka dari itu, ketika ada di ruangan bersalin yang diisi oleh banyak orang, tantenya tidak bisa berbicara dengannya mengenai keputusan soal kelahirannya.

Di tengah-tengah kekacauan, dia sampai tidak sadar akan waktu yang terus berjalan dan dokternya yang akhirnya sudah datang.

“Samantha, semuanya akan berjalan baik-baik saja. Ayo, dorong bayinya.” Mendengar suara yang dikenalnya cukup untuk menenangkan Samantha, melihat Dr. Wilma di depannya. “Ingat apa yang kukatakan sebelumnya. Ejanlah berirama dengan kontraksimu.”

Setiap dia mengejan, dia meneteskan air mata. Di setiap teriakan yang dia keluarkan, dia bersumpah dalam hati bahwa itu adalah tangisan terakhir yang akan terpatri di ingatan akan kesalahannya.

“Hampir selesai, Sam. Hampir selesai.” Dia mendengar kata-kata penyemangat dari dokternya. “Kerja bagus.”

Dengan teriakan yang kencang, Samantha mengejan dengan sekuat tenaga, dan terdengar tangisan dari bayi pertamanya.

“Bayi perempuan dari Nona Wijaya!” Seru Dr. Wilma.

Dua puluh menit sudah berlalu dan bayi keduanya sudah lahir dan menangis keras di ruang bersalin.

“Tangisan keras ini berasal dari bayi laki-laki Nona Wijaya!” Seru Dr. Wilma dengan senang.

“Selamat, Samantha! Keduanya sehat dan bisa bernafas sendiri,” kata dokter kandungannya sebelum kedua bayinya diletakkan di dadanya untuk memberinya kehangatan.

Dia tidak peduli kondisi kedua bayinya. Kelembutan dari kulit mereka dan tangisan mereka cukup untuk menyulut insting keibuannya.

Samantha menghela nafas panjang sebelum akhirnya menangis bahagia, mengetahui bayi kembarnya sehat. Dia mencium singkat bayinya yang menangis, lega akan fakta bahwa keduanya baik-baik saja.

“Terima kasih Tuhan, terima kasih,” dia menghela nafas lega dan matanya berkedip dan hatinya berdebar.

“Senang bertemu denganmu, Kyla dan Kenzo.” Saat dia memberi mereka ciuman singkat terakhir, dia berbisik, “Ibu mencintai kalian.”

Pada pukul 2:45 pagi, anak perempuannya, Kyla lahir terlebih dahulu. Anak laki-lakinya, Kenzo, menyusul di pukul 3:05 pagi. Keduanya sehat walafiat, bisa bernafas sendiri meskipun terlahir prematur pada usia 35 minggu. Berat mereka 1,9 kilogram dan 1,8 kilogram.

***

Samantha mendapat istirahat yang cukup dan dia datang untuk melihat bayinya di saat malam hari di hari Natal.

Tantenya akhirnya bersamanya, membantu mengawasi si kembar di ruangan bayi rumah sakit. Bayinya masih harus diawasi selama beberapa hari, tetapi mereka baik-baik saja.

Samantha bisa menggendongnya dengan benar dengan bantuan dari bidan.

Saat menggendong kedua bayinya di lengannya, tantenya, Diana, berujar, “Mereka sungguh menawan. Ayo telepon nenekmu. Dia sangat antusias untuk melihat bayinya.”

Hanya Merina Wijaya, neneknya, yang memihak padanya selama kehamilannya, membantunya dari segi finansial saat tinggal bersama tantenya. Meskipun mereka tinggal berjauhan, mereka tetap saling mengabari soal kehamilannya.

Segera setelah neneknya menerima panggilan video, dia menangis bersama dengan Samantha, yang menggendong bayinya dengan lengan kanan dan kirinya.

“Sam, cicitku sangatlah menawan. Mereka hadiah Natal kita, hadiah natalmu lebih khususnya,” ujar neneknya. “Bahagiakanlah mereka.”

Isak tangis memenuhi ruangan, tetapi segera setelah mengontrol emosi masing-masing, Merina Wijaya kembali berucap, “Sam, berjanjilah pada Nenek kamu akan memulai hidup baru. Tantemu akan membantumu belajar selama Kenzo dan Kyla bertumbuh. Sisakan sisa uang yang sudah kita simpan bersama untuk pendidikanmu.

“Maafkan Nenek karena tidak bisa menjenguk. Namun, N-nenek berharap ... suatu hari nanti, Nenek bisa melihat cicit Nenek,” imbuh neneknya, mengingatkan Samantha akan usia tuanya. Usianya yang sudah berada di akhir tujuh puluh tahun, membuat segalanya sulit, dan sayangnya, neneknya tidak bisa lagi melakukan perjalanan panjang.

Setelah melihat Samantha mengangguk setuju, Merina melanjutkan perkataannya dengan penuh tekad, “Berjanjilah bahwa kamu akan membuat dirimu bangga. Buktikan pada ayahmu bahwa kamu bisa melakukannya!”

“Iya, Nenek. Akan kulakukan,” balas Samantha dengan air mata yang terus berjatuhan dari wajahnya. Hidungnya mengembang dan mengempis saat dia menarik nafas.

“Sam, aku menyayangimu. Cucuku, jadilah kuat,” ujar Merina.

Ketika neneknya terus memandangi anak kembarnya, Samantha hilang dalam pikirannya. Dalam benaknya, dia berjanji, ‘Ayah, aku bersumpah akan membuatmu melihat bahwa aku akan menjadi lebih baik lagi.’

Untuk pria yang dia pikir mencintainya, tetapi meninggalkannya di kala duka, dia bersumpah laki-laki itu akan menyesal suatu hari.

‘Annie, mungkin kamu sudah mengambil apa yang menjadi milikku, tetapi suatu hari nanti, akan kubuktikan padamu bahwa aku diberkati lebih banyak lagi karena memilih anakku.” Itulah yang ada di benak Samantha pada saudara tirinya, wanita yang sama yang membuat jalan menuju kehancurannya.

Terakhir, Samantha menatap pada bayinya yang tengah tertidur. Dia mengecup kening mereka dan berjanji, “Kalian akan menjadi kekuatan Ibu, alasan Ibu untuk terus hidup dan bersama, kita akan menjadi keluarga. Ibu tidak butuh apa-apa lagi.”

Related chapters

  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 3

    Samantha menaruh piagam penghargaan di lemari kaca ruang tamunya. Samantha tersenyum pada penghargaan yang dia dapatkan. Kemarin, walikota memberinya penghargaan sebagai salah satu koki terbaik Kota Malang!Dia tersenyum dan lega akan pencapaiannya, melihat ke penghargaannya satu per satu. Tidak ada angin tidak ada hujan, dia berkata pada dirinya sendiri, “Ayah, suatu hari nanti Ayah akan sadar bagaimana aku sudah berhasil, dan Ayah akan bangga padaku.”Sudah hampir lima tahun berlalu sejak Samantha melahirkan Kenzo dan Kyla. Pada usia dua puluh enam tahun, Samantha masihlah seorang wanita yang menawan. Dia merawat badan dan wajahnya untuk tetap menarik. Dia sekarang bekerja sebagai kepala koki di restoran terkenal milik The Emerald, restoran di dalam sebuah hotel berbintang empat. Itulah di mana dia dikenal akan kemampuan memasaknya yang baik. Alih-alih menjadi bagian dari militer, selama ini mimpinya adalah menjadi seorang koki. Karena sekarang dia bebas dari kendali ayahnya, dia

    Last Updated : 2024-08-19
  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 4

    “Ambil saja, Sam.” Samantha mendengar neneknya berujar seperti itu saat dia sedang meneleponnya. Tentu saja dia bilang pada neneknya mengenai kesempatan tersebut, jadi menelepon Merina Wijaya adalah hal pertama yang dilakukannya pertama kali pagi itu. Dari balkon apartemennya yang sederhana, Samantha memandangi bangunan-bangunan yang ada di depannya, dia merasakan jantungnya yang berdegup keras di balik rusuknya. Dia menelan ludahnya sendiri saat dia mempertanyakan dirinya sendiri, “Apakah aku siap untuk ini, Nenek?”“Kamu siap, Sam! Akhirnya Nenek bisa bertemu langsung denganmu!” Samantha mendengar isak tangis neneknya sebelum melanjutkan bicaranya, “Nenek sudah tua, Sam. Nenek sangat merindukan cucu Nenek! Aku sudah menantikan bertahun-tahun lamanya untuk bersama denganmu lagi.”“Ambil saja, Sam. Ambillah!” Seru Merina sekali lagi. “Tunjukkan pada ayahmu bahwa kamu sudah melanjutkan hidupmu dengan baik, bahkan tanpa bantuannya! Sam, sudah waktunya kembali.”“Baik, Nenek. Akan kulak

    Last Updated : 2024-08-19
  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 5

    Dari dalam kamar hotelnya, John Ginting, asisten eksekutif dari Ethan Waskito, tengah membereskan barang-barangnya, bersiap untuk ke bandara. Karena dia sudah membuat Samantha Wijaya menandatangani kontraknya, pekerjaannya sudah usai. Dia harus kembali ke bosnya, di mana banyak sekali pekerjaan yang menantinya. Saat dia mau pergi, dia bermaksud untuk melaporkan jam kedatangannya pada bosnya. Dia menelepon Ethan Waskito. Di dering pertama, si CEO dari Perusahaan Berlian Waskito menjawab, “Apakah dia menandatanganinya?”Butuh beberapa saat bagi John untuk menyadari bahwa bosnya tengah menanyakan soal kontrak dengan Samantha Wijaya. “Oh, iya, bos. Dia menandatanganinya. Kami bertemu kemarin,” jawabnya sebelum memikirkan untuk memberitahunya kabar buruk.“Ada apa?” Tanya Ethan. Ketika John menyadarinya, dia menyerah dan memilih untuk memberitahukannya, “Oh, Pak Waskito, d-dia sudah punya anak. Dua anak lebih tepatnya.”Hening sejenak selama hampir semenit, sampai akhirnya John mendenga

    Last Updated : 2024-08-19
  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 6

    Pukul 11:00 pagi di Bandara Internasional Soekarno-Hatta“Kyla, apa yang kamu cari-cari?” Tanya Samantha pada putri kecilnya saat mereka berjalan ke arah area kedatangan. Seperti Samantha, Kyla mewarisi surai gelapnya, tetapi rambutnya panjang dan lurus. Wajahnya begitu cantik dengan mata cokelat gelap dan bibir yang merah muda. Sejak mereka sampai, Kyla tidak henti-hentinya menatap pada setiap pria yang berlalu-lalang di sekitar mereka. Mendengar ibunya memanggilnya, dia berlari dan menggandeng tangannya lalu bertanya, “Ibu, apakah Ayah akan menjemput kita?”Samantha segera merasa kerongkongannya tercekat. Dia memandang ke arah tantenya dan sedang memegang Kenzo, dia melihat jelas Dian memutar bola matanya. Kenzo, putranya juga terlihat menunggu jawabannya. “A-Ayahmu sedang dalam perjalanan bisnis! Makanya tidak bisa menjemput.” Dia mengalihkan perhatiannya pada pintu dan berseru, “Oh lihat! Ada orang yang ingin kita temui! Nenek Merina!”Dengan mata yang berbinar, Kyla yang perta

    Last Updated : 2024-08-19
  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 7

    “Kenzo, sudah jam berapa ini? Sudah jam sembilan malam. Sudah waktunya mematikan tablet barumu,” ujar Samantha segera sebelum dia memasuki kamar mandi. Dia berbagi kamar dengan anak-anaknya dan mereka sudah di ranjang. Merina yang memberikannya, tablet baru, boneka untuk Kyla dan tas pinggang untuk Kenzo. Kyla sudah siap tidur, tetapi Kenzo masih mengunduh aplikasi di tabletnya, itulah yang ibunya pikirkan. Mendengar ibunya memintanya untuk mematikan gawai itu, dia menghela nafas dan berkata, “Baik, Ibu. Bisakah aku menanyakan soal Ayah?”“Kuberi waktu tambahan sepuluh menit memainkan tabletnya,” ujar Samantha sebelum kabur ke kamar mandi. Melihat Ibu mereka menghindari topik ini lagi, Kenzo dan Kyla saling menatap satu sama lain. Kyla tertawa ketika Kenzo menggelengkan kepalanya.“Mungkin Ayah adalah mata-mata pemerintah!” Ujar Kyla. “Atau seseorang yang perlu merahasiakan anaknya,” sahut Kenzo. “Oh! Pria kaya yang harus melindungi kita dari penjahat!” Simpul Kyla. “Itulah kenapa

    Last Updated : 2024-08-19
  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 8

    “Kamu siap?” Tanya Kenzo pada kembarannya.“Siap!” Jawab Kyla. Saat si kembar hendak memasuki kantor CEO tanpa izin, Samantha menjelaskan situasinya kepada John Ginting. Sebuah desisan keluar dari bibir John, dan dia berkata, "Anda lihat, Nona Wijaya ..."Suara anak-anak yang berusaha mendorong pintu terbuka menyadarkan John dan segera dia bangkit dari tempat duduknya, "Anak-anak! Tidak! Jangan lakukan itu!""Kenapa pintu ini berat sekali!" Keluh Kenzo saat dia mendorong dengan sekuat tenaga!"Urggghhh!" Dengus Kyla sambil membantu kembarannya, Sayangnya, sekeras apa pun mereka mendorong, pintu itu tidak mau bergerak. Samantha bergegas ke arah mereka dan berkata, "Anak-anak! Apa yang kalian lakukan? Apakah kalian mencoba membuat Ibu mendapat masalah?!"Berjalan di belakangnya adalah John. Dia berkata, "Tidak apa-apa. Saat ini Pak Waskito sedang rapat, pintunya hanya bisa dibuka dari dalam." Dia menunjuk ke sistem keamanan di sampingnya dan berkata, "Lihat itu? Itu teknologi canggih

    Last Updated : 2024-08-19
  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 9

    “Apakah saya bisa mempertahankan pekerjaan saya, Pak Waskito?"Ethan Waskito merasa dirinya akan kehilangan kesabarannya. Dia bersandar di kursinya dan melonggarkan dasinya sambil terus menatap asistennya.Setelah menghela nafas berat, dia dengan sinis berkata, "Aku bertanya padamu, John, dan kenapa kamu tanya balik? Jawab aku!""Maaf, Pak. Ya. Samantha Wijaya datang, membutuhkan bantuan untuk kebutuhan sekolah anaknya. Um ... Dia tidak punya cukup uang untuk membayar biaya pendaftaran sekolah." John menjelaskan bagaimana Samantha bermaksud hanya menggunakan surat keterangan kerja untuk membayar biaya sekolah anak-anaknya sebelum dia menjelaskan, "Saya malah meminjamkan uang padanya."“Sekolah di mana?” tanya Etan. “Pak, kebetulan Sekolah Anak Panah,” lapor John."Hmmmm," ucap Ethan sebelum menopang dagu dengan tangannya."Bagaimanapun, Pak Waskito. Saat itulah saya memperhatikan bagaimana putranya tampak seperti versi muda dari Anda." John mengamati struktur wajah Ethan, matanya, dan

    Last Updated : 2024-08-19
  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 10

    “Saya mau mendaftarkan anak-anak saya,” ucap Samantha di kantor pendaftaran Sekolah Anak Panah. Dia mengulurkan cek itu sebagai pembayaran, bersamaan dengan formulir pendaftaran anak kembarnya ditambah hasil evaluasi online yang sudah diambil anak-anaknya jauh sebelum mereka pindah ke Kota Bekasi. Akademi menawarkan diskusi dan penilaian online, yang difasilitasi secara langsung oleh salah satu gurunya sebagai pilihan bagi siswa yang mendaftar dari kota lain. Inilah alasan utama Samantha memilih Sekolah Anak Panah.Dia memperhatikan bagaimana wanita yang bertanggung jawab terkejut dengan kertas di tangannya, dan wanita yang sama berdiri untuk menelepon beberapa meter dari konter tempat Samantha menunggu dengan sabar. Ketika wanita itu kembali, Samantha diberitahu, "Nona Wijaya, Anda dapat mengantar anak-anak itu ke gurunya. Mereka berdua ditempatkan di Kelas K1-Kebaikan. Seorang asisten guru akan segera bersama Anda untuk menemani Anda."“Saat Anda kembali, kepala sekolah ingin berbi

    Last Updated : 2024-08-19

Latest chapter

  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 99

    “Sayang, ayo makan! Aku lapar.” Samantha menoleh ke belakangnya dan melihat suaminya yang tengah menghampirinya di dapur. Ethan dan Samantha sudah menyuruh seluruh pelayan dan staf di rumah untuk libur selama seminggu, kecuali satpam mereka yang masih menjaga pintu depan. Selama dua hari terakhir, mereka memesan makanan atau terkadang memasak sendiri. Setelah berhubungan badan beberapa kali kemarin, Samantha merasa lapar pada pukul tiga pagi. Dia tidak tega untuk membangunkan suaminya, jadi dia membiarkannya tertidur selama dia bangun. Meskipun dia kesulitan berjalan, dia berhasil berjalan ke dapur untuk membuat sarapan di pagi buta. Ethan lega akhirnya menemukan istrinya, dia melingkarkan lengannya di pinggangnya. Dia mencium pipinya dan berkata, “Ingatkah saat kubilang jangan meninggalkanku sendirian di kasur?”Samantha dicium sekali lagi dan tertawa kecil saat menoleh ke suaminya. Dia melingkarkan tangannya ke lehernya dan mencium bibir kecil Ethan. Dia berkata, “Kamu terlihat

  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 98

    Sekarang saatnya bagi Ethan untuk memuaskan istrinya. Samantha sedang menelungkup di kasur dengan sepenuhnya telanjang dan dia tengah menikmati pijatan lembut dari suaminya. Ethan meremas bahunya dan bertanya, “Bagaimana kalau di sini?”“Oh, iya, di situ. Rasanya enak,” ujar Samantha. “Mmmm.”Mereka sama-sama telanjang dan kaki terbuka lebar, Ethan duduk di belakang istrinya. Dia mencondongkan tubuhnya ke depan dan menurunkan tangannya ke punggungnya. Saat dia meminyaki tubuhnya, dia tidak ketinggalan meraih payudara. Dia meremasnya dengan baik sebelum melanjutkan pijatannya. Tindakannya membuat Samantha terkekeh. Dia berkata, "Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan denganmu, Ethan." Sembari mendesis melihat sosok istrinya yang luar biasa, dia meremas dagingnya yang bulat dan berkata, "Aku tidak bisa menahannya. Istriku sangat seksi dan aku sangat beruntung bisa bercinta dengannya siang dan malam." Kejantanan Ethan sudah naik dan berulang kali mempermainkan pantat istrinya, sem

  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 97

    Dua hari berlalu.“Pak Waskito, apakah kamu pernah dengar tentang wanita yang katanya sembuh dari penyakit mereka saat hamil?” tanya Dr. Shannon Susanto lewat telepon, setelah berbicara dengan Ethan.Ethan mengerutkan dahi. Dia menoleh ke arah istrinya yang tertidur di ranjang rumah sakit di malam hari sebelum menjawab, “Aku pernah dengar soal itu, seingatku, iya.”“Penyakit Crohn, rematik, autoimun, ini hanya beberapa penyakit yang katanya sembuh setelah wanita-wanita ini hamil!” Shannon menghela napas sebelum melanjutkan, “Tadi malam, kami akhirnya bertemu korban ketiga yang bertahan dari penyakit Kannareth dan sama seperti dua lainnya, dia juga hamil. Lalu! Tiba-tiba, gejala-gejala penyakit Kannareth itu tidak pernah muncul lagi!”“Kamu bilang ... kehamilan adalah obatnya?” Ethan bertanya ragu sambil meletakkan tangannya di pinggang.“Yah, secara teknis, belum ada obatnya, tapi kehamilan itu sendiri, perubahan di tubuh wanita, peningkatan hormon, perubahan enzim tubuh, semuanya mung

  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 96

    “Aku akan memberikan segalanya, sahamku di perusahaan, kekayaanku! Berikan saja aku obatnya!" pinta Ethan sambil menghentakkan tangannya ke meja.Steven hanya tertawa di hadapannya, wajahnya bengkak dan lebam. Dia mendengus dan mencondongkan tubuh ke depan, berkata, "Ethan. Bukankah aku sudah memberi syaratku?""Kami tidak akan mengajukan tuntutan terhadapmu seperti yang kamu minta!" Ethan membalas dengan matanya menyipit.Namun, Steven malah tertawa lebih keras, begitu keras hingga dia nyaris tersedak. Setelah membersihkan tenggorokannya, Steven mengingatkan, "Permintaanku tetap tidak berubah, Ethan. Syarat terakhirku adalah tidur dengan istrimu, dan aku akan pastikan aku membuatnya hamil!""Sialan kamu, Steven!" Sekali lagi, Ethan melayangkan pukulan ke Steven.Ethan meraih kerah bajunya dan berkata, "Kamu tidak akan pernah menyentuh istriku! Itu tidak akan pernah terjadi!""Kalau kamu tidak akan memberikan obatnya, maka aku akan menginvestasikan semua uangku ke Farmasi U! Itu tidak

  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 95

    Hanya dalam tiga hari, Ethan dan Wilson berhasil mengumpulkan bukti yang cukup untuk memberatkan Galuh dan Steven atas percobaan penculikan Samantha.Hacker Ethan, Aiden, juga berhasil menemukan komunikasi antara ayah dan anak itu, yang mengonfirmasi keterlibatan mereka dalam rencana tersebut. Meskipun Aiden belum menemukan informasi tentang obat penawar, mereka setidaknya punya cukup bukti untuk menahan keduanya.Dengan pengaruh Wilson, mereka ditempatkan di penjara militer untuk diinterogasi dan akan tetap di sana sampai jenderal merasa puas dengan jawaban yang mereka berikan.Di situlah Steven mengungkapkan rahasia obat penawar kepada Ethan.Duduk di depan meja, Steven tersenyum mengejek meskipun dia dikurung. Ada beberapa memar di wajahnya, tapi dia tetap percaya diri.Di depan Ethan, dia berkata, “Kamu tidak akan pernah menemukan apa obat penawarnya, Ethan. Jadi semua ini?” Steven mengangkat bahu, melirik ke arah para penjaga militer di sekitarnya. “Semua ini sia-sia.”Dia menunju

  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 94

    “Pak Waskito, senang bertemu denganmu.” Seorang wanita berusia akhir dua puluhan menjulurkan tangannya kepada Ethan setelah tiba di fasilitas penelitian Farmasi U. "Aku Dr. Shannon Susanto, kita sudah berbicara lewat telepon.""Terima kasih sudah meluangkan waktu bertemu denganku secepat ini," kata Ethan sambil menjabat tangannya.Di dalam kantor Shannon, Ethan berbicara dengan ditemani seorang tentara yang mengikutinya.Duduk di depan Shannon, Ethan langsung berkata, "Dr. Susanto, aku tidak ingin membuang waktu kita. Belum lama ini, sekelompok pria mencoba menculik istriku. Mereka gagal, tapi mereka menyuntiknya dengan penyakit Kannareth.""Ya ampun!" Wanita itu terkejut. Wajahnya menunjukkan campuran rasa jijik dan takut. "Siapa yang tega melakukan itu?""Itu yang coba aku cari tahu, tapi aku punya kecurigaan," jawab Ethan. Dia menarik nafas dalam dan mendekat ke meja, "Dr. Susanto, aku menempuh perjalanan dua jam dengan jet pribadi untuk menemuimu agar aku bisa mendapatkan jawaban u

  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 93

    Setibanya di rumah untuk makan malam malam itu, anak-anak menyambut Ethan yang berjalan cepat keluar dari ruang makan."Ayah sudah pulang!" seru si kembar bersamaan.Meskipun ada kegembiraan di wajah mereka, kesuraman di wajah Ethan tampak jelas. Dia memaksakan senyum, menyapa si kembar. Setelah berdeham, dia bertanya, "Bagaimana sekolahnya, Kenzo? Kyla?""Ayah, sekolah baik-baik saja. Kami rindu Ayah," kata Kyla.Dengan cemberut, Kenzo menambahkan, "Dan Ibu juga. Ayah? Kenapa Ibu tidak mau bicara sama kami? Dia tidak ikut makan malam bersama kita."Ethan menarik napas panjang dan memandang Diana.Seperti Ethan, Diana juga sangat khawatir akan kondisi Samantha sejak insiden di hotel. Tak ada yang tega memberitahu anak-anak, jadi mereka tidak tahu apa yang sedang dialami ibu mereka."Anak-anak, Ibu lagi tidak enak badan. Tolong maafkan dia. Percayalah, Ibu sangat sayang sama kalian," kata Ethan. "Ayo, kita makan malam bersama."Dengan sekuat tenaga, Ethan berpura-pura menikmati makanann

  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 92

    Ethan masuk ke rumah sakit sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat. Seorang polisi berjalan di sampingnya dan melaporkan, "Pak Waskito. Salah satu pelaku penculikan telah tewas, dan satu lagi sedang dioperasi. Kita akan segera tahu motif mereka.""Plat nomor mobil van hitam itu, sayangnya, palsu," kata polisi tersebut. "Sepertinya kecelakaan di satu blok dari hotel juga bagian dari rencana mereka."Mata Ethan menyipit mendengar penjelasan itu. Rahangnya mengeras sebelum bertanya, "Di mana istriku?""Dia sedang diperiksa sekarang." Sambil menunjuk sebuah ruangan yang dijaga di ujung koridor, polisi itu berkata, "Ada di ruangan itu, di ujung lorong."Melihat Edgar di depan pintu, Ethan menatapnya tajam dan berkata, "Aku berharap lebih darimu, Edgar."“Maaf, Pak Waskito,” Edgar hanya bisa meminta maaf, menyalahkan dirinya sendiri karena datang terlambat.Malam itu, dia mengalami beberapa hambatan saat menuju hotel dari rumah besar. Seolah-olah semua telah diatur agar dia terlambat menjempu

  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 91

    “Setelah acara peletakan batu pertama Taman Hiburan Waskito, yang merupakan hasil kolaborasi antara Keluarga Waskito dan pasangan Koesnadi dari Pontianak, harga saham di Perusahaan Berlian Waskito naik sepuluh persen dalam dua minggu terakhir,” kata seorang reporter yang berdiri di belakang pusat perdagangan Kota Bekasi.“Jelas, tidak ada yang bisa menghentikan perusahaan ini untuk terus meningkatkan nilainya di tahun-tahun mendatang,” lanjut reporter itu sebelum layar televisi terjeda.Semua orang di ruang rapat utama perusahaan Ethan menyaksikan siaran ulang berita itu di layar lebar, dengan pimpinan mereka berdiri di samping monitor.Setelah siaran berita berakhir, Ethan mematikan TV layar datar yang terpajang di dinding. Ia menoleh ke anggota dewan dan para pemegang saham di ruangan itu dan berkata, “Bapak, Ibu, bisnis apa yang paling tepat untuk diinvestasikan saat ini?”“Perusahaan Berlian Waskito,” jawab Daniel Waskito penuh keyakinan yang duduk di sebelah kanan tempat putranya

DMCA.com Protection Status