Share

Bab 2

Author: LiLhyz
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Seorang wanita berusia sekitar awal 20-an berdiri di balkon rumahnya sambil memandangi ke arah gemerlap lampu Natal.

Wajah elegannya memaksakan sebuah senyum, sambil memandang ke arah hiruk pikuk Kota Malang. Mata cokelatnya berbinar, membayangkan betapa bahagianya dia jika dia bersama Ayah dan neneknya.

Untuk sepersekian detik, dia teringat oleh bagaimana perlakuan ayahnya yang sama saja dengan membuangnya, bagaimana saudara tirinya mengambil perhatian ayahnya darinya, dan bagaimana orang yang sama mencuri hati dari pria yang dicintainya selama dua tahun lamanya.

Samantha Wijaya melakukan satu kesalahan yang berakibat pada hancurnya hidupnya. Bahkan permohonan neneknya tidak cukup untuk membantunya tetap berada di Keluarga Wijaya.

Rasa sakit oleh diseret keluar dari rumahnya sendiri kembali menderanya, membuat pipinya dibasahi oleh air mata.

Dia menarik kembali kesedihannya dan mengusap air mata yang membasahi wajahnya. Hidungnya dikembang-kempiskan, dan akhirnya dia menghela nafas, “Nenek, aku merindukanmu.”

Dia memandang ke arah langit, di mana Surga berada dan berkata, “Ibu, kuharap kamu tidak meninggalkanku.”

Ibunya meninggal ketika dirinya masih kecil, yang kemudian berujung pada pernikahan kedua ayahnya. Ibunya meninggal ditelan oleh kecelakaan mobil tragis yang membakar mobil dan tubuh ibunya menjadi abu.

Angin berhembus menyapu surai rambutnya, dia menatap ke arah perutnya yang membesar dan mengelus perutnya yang sekarang berbentuk seperti melon dengan kedua tangannya.

Ya, ada nyawa lain yang hidup di dalam rahimnya, dan dia teringat akan berkat yang diterimanya. Beberapa wanita tidak bisa memiliki anak, tetapi dia malah diberkati oleh dua anak sekaligus. Neneknya, Merina berulang kali mengingatkannya atas hal ini.

Beberapa jam sebelum tengah malam di tanggal 24 Desember, Samantha merasa nostalgia, mengenali tendangan dari janinnya yang berusia 35 minggu.

Selama hampir sembilan bulan, dia membawa buah dari kesalahannya. Meskipun di tengah tekanan dari ayahnya untuk membunuh bayinya, dia memutuskan sebaliknya.

Diingat kembali, sesuatu di dalam diri Samantha meyakinkannya bahwa bayi yang dikandungnya harus dia rawat.

Sayangnya, bagaimanapun juga, neneknya tidak bisa menemaninya. Ayahnya tidak mau membantunya, tetapi Merina, dia adalah seorang Nenek yang begitu peduli, jadi dia melakukan yang sebaliknya, membantu Samantha diam-diam.

Samantha tinggal bersama tante dari pihak ibunya di Kota Malang selama enam bulan. Neneknya-lah yang mengirimnya ke sana setelah dia diasingkan.

Ayahnya, jendral Wilson Wijaya, adalah jendral TNI yang baru saja ditunjuk.

Banyak yang menaruh harapan padanya dan putrinya, tetapi begitu mereka mendengar bahwa Samantha hamil sebelum menyelesaikan akademi militer, Samantha menjadi buah bibir satu kota.

Kalau kata ayahnya, dia telah mencoreng nama Keluarga Wijaya!

Banyak yang mempertanyakan, bagaimana bisa seorang jendral yang hebat gagal mendidik putrinya dan juga Samantha yang begitu liar untuk seukuran tentara.

Jendral Wijaya ingin Samantha menggantikan dirinya sebagai petinggi militer. Meskipun Samantha memiliki cita-citanya sendiri, dia menyerah akan itu demi mengikuti jejak ayahnya dan melanjutkan jejak para Keluarga William.

Bagaimana pun juga, walau Samantha sudah mengorbankan sebegitu rupanya, tidak cukup untuk menutup noda yang ditorehkannya ke keluarganya.

Setelah dia dikeluarkan dari akademi militer, jelas sudah tradisi itu sudah berakhir.

Dalam sekejap mata, hilang sudah kejayaan lama Samantha! Dia yang dulunya dikenal sebagai wanita cantik dan putri kesayangan jendral, sekarang disebut-sebut sebagai wanita kotor!

Clayton Salim, pacarnya yang seorang tentara senior dari akademi militer yang sama, jelas saja tidak mau mengakui janin di rahimnya, sebab memang bukan dia pria yang tidur bersamanya malam itu.

Dia hamil di usia dua puluh satu tahun, dan dia tidak tahu apa-apa soal pria yang tidur bersamanya.

Saat dia menyelam di ingatan masa lalunya, dia mendengar tantenya, Diana, memanggilnya dari arah ruang tamu. “Samantha, di luar dingin. Masuklah, sudah hampir tengah malam.”

Samantha mengangguk dan berkata, “Iya, tante.”

Tantenya membantu Samantha duduk di kursinya di depan meja makan mereka yang kecil, di mana mereka akan menyantap daging panggang untuk makan malam di malam Natal ini.

Dia tiba-tiba teringat akan isi meja makan yang mewah di rumahnya yang biasanya disiapkan untuk hari seperti ini, dan hal itu membuatnya berpikir apakah ayahnya turut memikirkannya.

Saat dia memikirkan itu, dia menyadari di kakinya ada air yang mengalir.

Dia merasakan bulu kuduknya merinding saat dia menyadari air ketubannya pecah!

“Oh, astaga tante!” Samantha memegangi perutnya dan berkata, “Seharusnya HPL-nya masih jauh!”

“Astaga,” ucap tantenya. “K-kita harus pergi ke rumah sakit.”

Beberapa jam berikutnya dipenuhi oleh kekhawatiran dan kepanikan untuk Samantha dan tantenya.

Sulit sekali mendapatkan taksi ke arah rumah sakit di malam Natal. Sedangkan di rumah sakit sendiri di hari libur, sedikit sekali staff yang masuk dan dokter kandungannya tidak bisa dihubungi untuk beberapa saat menjelang dia sampai di sana.

Samantha merasakan kontraksi hebat di rahimnya hanya dalam waktu satu jam dia dibawa ke bangsal.

Sejak dia dibaringkan, Samantha dapat mendengar kekhawatiran dari para suster dan bidan saat dia berteriak kesakitan di setiap menitnya.

“Dr. Wilma sudah datang.”

“Tidak ada ventilator tersedia untuk bayinya!”

“Mereka mungkin bisa bernafas sendiri. Mari kita lihat terlebih dahulu.”

“Apa yang terjadi? Kumohon, katakan padaku!” Seru Samantha, khawatir akan bayinya. Dokter sudah memperingatinya bahwa HPL bayi kembar biasanya lebih maju, hasil pemeriksaan rutinnya juga mengatakan bayinya sehat.

Tetap saja, dokter sudah membuat persiapan untuk berjaga-jaga jika saja bayinya lahir sebelum usia 36 minggu.

Kepala perawat datang untuk berbicara padanya, memperingatinya soal kelahiran prematurnya. Dia mengatakan pada Samantha, “Nona Wijaya, karena bayinya akan keluar sebentar lagi, kami ingin memberi tahu Anda bahwa bayinya mungkin perlu mesin ventilator untuk bernafas…”

“Tidak, a-aku,” dia memejamkan matanya, mencoba menahan rasa sakit. “Ahh!”

Setetes air mata mengalir bersamaan dengan teriakannya sebelum dia melanjutkan. “Aku diberikan injeksi steroid beberapa minggu sebelumnya. D-dokterku bisa mengonfirmasi ini,” ujarnya.

Steroid seharusnya membantu pertumbuhan paru-paru bayi apabila mereka lahir lebih awal.

“Nona Wijaya, steroid tidak menjamin bahwa bayinya akan bisa bernafas sendiri…” Perkataan si suster dipotong oleh erangan kesakitan Samantha.

Seorang dokter residen bertanggungjawab untuk memeriksa pembukaan Samantha.

“Kepala bayinya sudah terlihat!” Seru di dokter residen. “Pindahkan dia ke ruang bersalin.”

“T-Tunggu! Di mana dokterku?!” Samantha menuntut jawaban.

“Dokter Anda sedang dalam perjalanan,” sahut suster yang lainnya.

Ketika dia dipindahkah ke tandu dan dibawa ke ruang bersalin, Samantha benar-benar khawatir akan dirinya sendiri dan bayinya. Lebih lagi, rasa sakit dari kontraksinya membuatnya tidak bisa bepikir dengan jernih di sepanjang waktu.

Samantha tidak mampu membayar ruangan privat untuk melahirkan. Maka dari itu, ketika ada di ruangan bersalin yang diisi oleh banyak orang, tantenya tidak bisa berbicara dengannya mengenai keputusan soal kelahirannya.

Di tengah-tengah kekacauan, dia sampai tidak sadar akan waktu yang terus berjalan dan dokternya yang akhirnya sudah datang.

“Samantha, semuanya akan berjalan baik-baik saja. Ayo, dorong bayinya.” Mendengar suara yang dikenalnya cukup untuk menenangkan Samantha, melihat Dr. Wilma di depannya. “Ingat apa yang kukatakan sebelumnya. Ejanlah berirama dengan kontraksimu.”

Setiap dia mengejan, dia meneteskan air mata. Di setiap teriakan yang dia keluarkan, dia bersumpah dalam hati bahwa itu adalah tangisan terakhir yang akan terpatri di ingatan akan kesalahannya.

“Hampir selesai, Sam. Hampir selesai.” Dia mendengar kata-kata penyemangat dari dokternya. “Kerja bagus.”

Dengan teriakan yang kencang, Samantha mengejan dengan sekuat tenaga, dan terdengar tangisan dari bayi pertamanya.

“Bayi perempuan dari Nona Wijaya!” Seru Dr. Wilma.

Dua puluh menit sudah berlalu dan bayi keduanya sudah lahir dan menangis keras di ruang bersalin.

“Tangisan keras ini berasal dari bayi laki-laki Nona Wijaya!” Seru Dr. Wilma dengan senang.

“Selamat, Samantha! Keduanya sehat dan bisa bernafas sendiri,” kata dokter kandungannya sebelum kedua bayinya diletakkan di dadanya untuk memberinya kehangatan.

Dia tidak peduli kondisi kedua bayinya. Kelembutan dari kulit mereka dan tangisan mereka cukup untuk menyulut insting keibuannya.

Samantha menghela nafas panjang sebelum akhirnya menangis bahagia, mengetahui bayi kembarnya sehat. Dia mencium singkat bayinya yang menangis, lega akan fakta bahwa keduanya baik-baik saja.

“Terima kasih Tuhan, terima kasih,” dia menghela nafas lega dan matanya berkedip dan hatinya berdebar.

“Senang bertemu denganmu, Kyla dan Kenzo.” Saat dia memberi mereka ciuman singkat terakhir, dia berbisik, “Ibu mencintai kalian.”

Pada pukul 2:45 pagi, anak perempuannya, Kyla lahir terlebih dahulu. Anak laki-lakinya, Kenzo, menyusul di pukul 3:05 pagi. Keduanya sehat walafiat, bisa bernafas sendiri meskipun terlahir prematur pada usia 35 minggu. Berat mereka 1,9 kilogram dan 1,8 kilogram.

***

Samantha mendapat istirahat yang cukup dan dia datang untuk melihat bayinya di saat malam hari di hari Natal.

Tantenya akhirnya bersamanya, membantu mengawasi si kembar di ruangan bayi rumah sakit. Bayinya masih harus diawasi selama beberapa hari, tetapi mereka baik-baik saja.

Samantha bisa menggendongnya dengan benar dengan bantuan dari bidan.

Saat menggendong kedua bayinya di lengannya, tantenya, Diana, berujar, “Mereka sungguh menawan. Ayo telepon nenekmu. Dia sangat antusias untuk melihat bayinya.”

Hanya Merina Wijaya, neneknya, yang memihak padanya selama kehamilannya, membantunya dari segi finansial saat tinggal bersama tantenya. Meskipun mereka tinggal berjauhan, mereka tetap saling mengabari soal kehamilannya.

Segera setelah neneknya menerima panggilan video, dia menangis bersama dengan Samantha, yang menggendong bayinya dengan lengan kanan dan kirinya.

“Sam, cicitku sangatlah menawan. Mereka hadiah Natal kita, hadiah natalmu lebih khususnya,” ujar neneknya. “Bahagiakanlah mereka.”

Isak tangis memenuhi ruangan, tetapi segera setelah mengontrol emosi masing-masing, Merina Wijaya kembali berucap, “Sam, berjanjilah pada Nenek kamu akan memulai hidup baru. Tantemu akan membantumu belajar selama Kenzo dan Kyla bertumbuh. Sisakan sisa uang yang sudah kita simpan bersama untuk pendidikanmu.

“Maafkan Nenek karena tidak bisa menjenguk. Namun, N-nenek berharap ... suatu hari nanti, Nenek bisa melihat cicit Nenek,” imbuh neneknya, mengingatkan Samantha akan usia tuanya. Usianya yang sudah berada di akhir tujuh puluh tahun, membuat segalanya sulit, dan sayangnya, neneknya tidak bisa lagi melakukan perjalanan panjang.

Setelah melihat Samantha mengangguk setuju, Merina melanjutkan perkataannya dengan penuh tekad, “Berjanjilah bahwa kamu akan membuat dirimu bangga. Buktikan pada ayahmu bahwa kamu bisa melakukannya!”

“Iya, Nenek. Akan kulakukan,” balas Samantha dengan air mata yang terus berjatuhan dari wajahnya. Hidungnya mengembang dan mengempis saat dia menarik nafas.

“Sam, aku menyayangimu. Cucuku, jadilah kuat,” ujar Merina.

Ketika neneknya terus memandangi anak kembarnya, Samantha hilang dalam pikirannya. Dalam benaknya, dia berjanji, ‘Ayah, aku bersumpah akan membuatmu melihat bahwa aku akan menjadi lebih baik lagi.’

Untuk pria yang dia pikir mencintainya, tetapi meninggalkannya di kala duka, dia bersumpah laki-laki itu akan menyesal suatu hari.

‘Annie, mungkin kamu sudah mengambil apa yang menjadi milikku, tetapi suatu hari nanti, akan kubuktikan padamu bahwa aku diberkati lebih banyak lagi karena memilih anakku.” Itulah yang ada di benak Samantha pada saudara tirinya, wanita yang sama yang membuat jalan menuju kehancurannya.

Terakhir, Samantha menatap pada bayinya yang tengah tertidur. Dia mengecup kening mereka dan berjanji, “Kalian akan menjadi kekuatan Ibu, alasan Ibu untuk terus hidup dan bersama, kita akan menjadi keluarga. Ibu tidak butuh apa-apa lagi.”

Related chapters

  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 3

    Samantha menaruh piagam penghargaan di lemari kaca ruang tamunya. Samantha tersenyum pada penghargaan yang dia dapatkan. Kemarin, walikota memberinya penghargaan sebagai salah satu koki terbaik Kota Malang!Dia tersenyum dan lega akan pencapaiannya, melihat ke penghargaannya satu per satu. Tidak ada angin tidak ada hujan, dia berkata pada dirinya sendiri, “Ayah, suatu hari nanti Ayah akan sadar bagaimana aku sudah berhasil, dan Ayah akan bangga padaku.”Sudah hampir lima tahun berlalu sejak Samantha melahirkan Kenzo dan Kyla. Pada usia dua puluh enam tahun, Samantha masihlah seorang wanita yang menawan. Dia merawat badan dan wajahnya untuk tetap menarik. Dia sekarang bekerja sebagai kepala koki di restoran terkenal milik The Emerald, restoran di dalam sebuah hotel berbintang empat. Itulah di mana dia dikenal akan kemampuan memasaknya yang baik. Alih-alih menjadi bagian dari militer, selama ini mimpinya adalah menjadi seorang koki. Karena sekarang dia bebas dari kendali ayahnya, dia

  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 4

    “Ambil saja, Sam.” Samantha mendengar neneknya berujar seperti itu saat dia sedang meneleponnya. Tentu saja dia bilang pada neneknya mengenai kesempatan tersebut, jadi menelepon Merina Wijaya adalah hal pertama yang dilakukannya pertama kali pagi itu. Dari balkon apartemennya yang sederhana, Samantha memandangi bangunan-bangunan yang ada di depannya, dia merasakan jantungnya yang berdegup keras di balik rusuknya. Dia menelan ludahnya sendiri saat dia mempertanyakan dirinya sendiri, “Apakah aku siap untuk ini, Nenek?”“Kamu siap, Sam! Akhirnya Nenek bisa bertemu langsung denganmu!” Samantha mendengar isak tangis neneknya sebelum melanjutkan bicaranya, “Nenek sudah tua, Sam. Nenek sangat merindukan cucu Nenek! Aku sudah menantikan bertahun-tahun lamanya untuk bersama denganmu lagi.”“Ambil saja, Sam. Ambillah!” Seru Merina sekali lagi. “Tunjukkan pada ayahmu bahwa kamu sudah melanjutkan hidupmu dengan baik, bahkan tanpa bantuannya! Sam, sudah waktunya kembali.”“Baik, Nenek. Akan kulak

  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 5

    Dari dalam kamar hotelnya, John Ginting, asisten eksekutif dari Ethan Waskito, tengah membereskan barang-barangnya, bersiap untuk ke bandara. Karena dia sudah membuat Samantha Wijaya menandatangani kontraknya, pekerjaannya sudah usai. Dia harus kembali ke bosnya, di mana banyak sekali pekerjaan yang menantinya. Saat dia mau pergi, dia bermaksud untuk melaporkan jam kedatangannya pada bosnya. Dia menelepon Ethan Waskito. Di dering pertama, si CEO dari Perusahaan Berlian Waskito menjawab, “Apakah dia menandatanganinya?”Butuh beberapa saat bagi John untuk menyadari bahwa bosnya tengah menanyakan soal kontrak dengan Samantha Wijaya. “Oh, iya, bos. Dia menandatanganinya. Kami bertemu kemarin,” jawabnya sebelum memikirkan untuk memberitahunya kabar buruk.“Ada apa?” Tanya Ethan. Ketika John menyadarinya, dia menyerah dan memilih untuk memberitahukannya, “Oh, Pak Waskito, d-dia sudah punya anak. Dua anak lebih tepatnya.”Hening sejenak selama hampir semenit, sampai akhirnya John mendenga

  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 6

    Pukul 11:00 pagi di Bandara Internasional Soekarno-Hatta“Kyla, apa yang kamu cari-cari?” Tanya Samantha pada putri kecilnya saat mereka berjalan ke arah area kedatangan. Seperti Samantha, Kyla mewarisi surai gelapnya, tetapi rambutnya panjang dan lurus. Wajahnya begitu cantik dengan mata cokelat gelap dan bibir yang merah muda. Sejak mereka sampai, Kyla tidak henti-hentinya menatap pada setiap pria yang berlalu-lalang di sekitar mereka. Mendengar ibunya memanggilnya, dia berlari dan menggandeng tangannya lalu bertanya, “Ibu, apakah Ayah akan menjemput kita?”Samantha segera merasa kerongkongannya tercekat. Dia memandang ke arah tantenya dan sedang memegang Kenzo, dia melihat jelas Dian memutar bola matanya. Kenzo, putranya juga terlihat menunggu jawabannya. “A-Ayahmu sedang dalam perjalanan bisnis! Makanya tidak bisa menjemput.” Dia mengalihkan perhatiannya pada pintu dan berseru, “Oh lihat! Ada orang yang ingin kita temui! Nenek Merina!”Dengan mata yang berbinar, Kyla yang perta

  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 7

    “Kenzo, sudah jam berapa ini? Sudah jam sembilan malam. Sudah waktunya mematikan tablet barumu,” ujar Samantha segera sebelum dia memasuki kamar mandi. Dia berbagi kamar dengan anak-anaknya dan mereka sudah di ranjang. Merina yang memberikannya, tablet baru, boneka untuk Kyla dan tas pinggang untuk Kenzo. Kyla sudah siap tidur, tetapi Kenzo masih mengunduh aplikasi di tabletnya, itulah yang ibunya pikirkan. Mendengar ibunya memintanya untuk mematikan gawai itu, dia menghela nafas dan berkata, “Baik, Ibu. Bisakah aku menanyakan soal Ayah?”“Kuberi waktu tambahan sepuluh menit memainkan tabletnya,” ujar Samantha sebelum kabur ke kamar mandi. Melihat Ibu mereka menghindari topik ini lagi, Kenzo dan Kyla saling menatap satu sama lain. Kyla tertawa ketika Kenzo menggelengkan kepalanya.“Mungkin Ayah adalah mata-mata pemerintah!” Ujar Kyla. “Atau seseorang yang perlu merahasiakan anaknya,” sahut Kenzo. “Oh! Pria kaya yang harus melindungi kita dari penjahat!” Simpul Kyla. “Itulah kenapa

  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 8

    “Kamu siap?” Tanya Kenzo pada kembarannya.“Siap!” Jawab Kyla. Saat si kembar hendak memasuki kantor CEO tanpa izin, Samantha menjelaskan situasinya kepada John Ginting. Sebuah desisan keluar dari bibir John, dan dia berkata, "Anda lihat, Nona Wijaya ..."Suara anak-anak yang berusaha mendorong pintu terbuka menyadarkan John dan segera dia bangkit dari tempat duduknya, "Anak-anak! Tidak! Jangan lakukan itu!""Kenapa pintu ini berat sekali!" Keluh Kenzo saat dia mendorong dengan sekuat tenaga!"Urggghhh!" Dengus Kyla sambil membantu kembarannya, Sayangnya, sekeras apa pun mereka mendorong, pintu itu tidak mau bergerak. Samantha bergegas ke arah mereka dan berkata, "Anak-anak! Apa yang kalian lakukan? Apakah kalian mencoba membuat Ibu mendapat masalah?!"Berjalan di belakangnya adalah John. Dia berkata, "Tidak apa-apa. Saat ini Pak Waskito sedang rapat, pintunya hanya bisa dibuka dari dalam." Dia menunjuk ke sistem keamanan di sampingnya dan berkata, "Lihat itu? Itu teknologi canggih

  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 9

    “Apakah saya bisa mempertahankan pekerjaan saya, Pak Waskito?"Ethan Waskito merasa dirinya akan kehilangan kesabarannya. Dia bersandar di kursinya dan melonggarkan dasinya sambil terus menatap asistennya.Setelah menghela nafas berat, dia dengan sinis berkata, "Aku bertanya padamu, John, dan kenapa kamu tanya balik? Jawab aku!""Maaf, Pak. Ya. Samantha Wijaya datang, membutuhkan bantuan untuk kebutuhan sekolah anaknya. Um ... Dia tidak punya cukup uang untuk membayar biaya pendaftaran sekolah." John menjelaskan bagaimana Samantha bermaksud hanya menggunakan surat keterangan kerja untuk membayar biaya sekolah anak-anaknya sebelum dia menjelaskan, "Saya malah meminjamkan uang padanya."“Sekolah di mana?” tanya Etan. “Pak, kebetulan Sekolah Anak Panah,” lapor John."Hmmmm," ucap Ethan sebelum menopang dagu dengan tangannya."Bagaimanapun, Pak Waskito. Saat itulah saya memperhatikan bagaimana putranya tampak seperti versi muda dari Anda." John mengamati struktur wajah Ethan, matanya, dan

  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 10

    “Saya mau mendaftarkan anak-anak saya,” ucap Samantha di kantor pendaftaran Sekolah Anak Panah. Dia mengulurkan cek itu sebagai pembayaran, bersamaan dengan formulir pendaftaran anak kembarnya ditambah hasil evaluasi online yang sudah diambil anak-anaknya jauh sebelum mereka pindah ke Kota Bekasi. Akademi menawarkan diskusi dan penilaian online, yang difasilitasi secara langsung oleh salah satu gurunya sebagai pilihan bagi siswa yang mendaftar dari kota lain. Inilah alasan utama Samantha memilih Sekolah Anak Panah.Dia memperhatikan bagaimana wanita yang bertanggung jawab terkejut dengan kertas di tangannya, dan wanita yang sama berdiri untuk menelepon beberapa meter dari konter tempat Samantha menunggu dengan sabar. Ketika wanita itu kembali, Samantha diberitahu, "Nona Wijaya, Anda dapat mengantar anak-anak itu ke gurunya. Mereka berdua ditempatkan di Kelas K1-Kebaikan. Seorang asisten guru akan segera bersama Anda untuk menemani Anda."“Saat Anda kembali, kepala sekolah ingin berbi

Latest chapter

  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 50

    Melihat dirinya di depan cermin meja riasnya, Samantha berbalik dan berkata, "Aku gugup."Dia menoleh ke Ethan dan bertanya, “Bagaimana penampilanku?”“Kamu terlihat seperti … istriku,” katanya sebelum menyeringai. "Pfft! Ethan, tolonglah," jawabnya sebelum mengamati gaun malamnya untuk malam itu. Samantha mengenakan gaun berdesain vintage dengan berenda dan bertali spageti berwarna hijau mint yang menjuntai hingga ke lutut. Bilah bahunya yang indah dan lehernya yang ramping terlihat jelas terpampang berkat desain lemari pakaiannya. Ethan dan Samantha, bersama Diana, ditambah anak-anak, akan berangkat ke rumah Keluarga Waskito, yang jaraknya hanya satu blok.Samantha kembali khawatir, karena dia akan bertemu Kakek dan Nenek Ethan untuk pertama kalinya. Sembari mngeluarkan kotak beludru dari sakunya, Ethan lalu mengalungkan kalung emas yang sederhana namun terlihat elegan di lehernya. Dia membungkuk dan mengecup sisi wajahnya dan berkata, "Kamu terlihat cantik dalam segala sisi. Ja

  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 49

    Tangan Samantha semakin menekan dada Ethan yang kokoh. Dengan pelan, dia tersentak saat dia melepaskan ikatan tali atasannya. Dia menutup matanya sambil menanggapi ciuman panasnya. Saat merasakan tangannya, perlahan turun dari leher ke dadanya, tubuhnya gemetar akan sensasi kenikmatan. Saat dia merasakan tangan pria itu merayap ke payudaranya yang telanjang, dia tersentak dan mendesah, "Astaga!"Dia tidak dapat membayangkan kepuasan yang baru saja dia rasakan. Tangannya terasa hangat di atasnya, dan dia membelainya dengan lembut, menggerakkan jari-jarinya di antaranya, sambil mencicipi mulutnya dengan penuh gairah. Samantha memperhatikan suaminya melepaskannya. Matanya tertutup sambil menatapnya hanya dengan hasrat. Ethan memberi Samantha ciuman lagi sebelum dia mengecup sudut mulutnya. Dia pindah ke rahangnya dan kemudian ke lehernya, mencium sambil dengan lembut menghisap kulitnya yang lembut dan manis."Aaahhh!" Desahan penuh gairah keluar dari mulut Samantha, bersamaan dengan

  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 48

    Bibir Samantha membulat, bersiul tanpa suara saat melihat Ethan keluar dari area lanai. Dia hanya mengenakan celana renang Calvin Klein dan memegang kemeja di tangannya. Matanya beralih ke sisi lain area kolam, berpikir, 'Sial. Apakah dia melakukan itu dengan sengaja?'Dia belum pernah melihat pria dengan pinggang sekecil itu seumur hidupnya. Itu sempurna untuk disentuh!Ethan bukanlah tipe pria berotot besar, tapi dia memiliki tubuh yang tegap. Dia membentuk perut yang cukup di perutnya untuk membuatnya tetap ramping dan tampak memukau. Dia memiliki cukup otot di bisep dan kakinya yang panjang. Sementara Samantha berusaha mengalihkan pandangannya, dia mencuri pandang satu atau dua kali sambil mendorong pelampung Kyla ke tengah kolam dewasa!"Bu! Aku takut!" Kyla berteriak dengan mata terpejam. "Jangan, ada pelampung di sekitarmu. Pegang erat-erat sayang," Samantha terkekeh sambil menyusul Kyla. "Aku datang!" Kenzo mengumumkan, menguatkan dirinya untuk melompat ke kolam. Dia mengen

  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 47

    Mengambil napas dalam-dalam, Samantha menguatkan dirinya, melihat bagaimana Ethan bergerak maju. Jelas sekali, mereka sedang berciuman panjang dan panas, seperti yang telah dia sinyalkan selama ini. Dia berbaring di tempat tidur besar, merasakan jantungnya berdebar kencang di tulang rusuknya. Samantha masih sangat kewalahan melihat dia berada dalam pelukan Ethan Waskito.Dia tampan, jelas seksi, dan pintar, dan dia adalah Ayah dari anak-anaknya. Pria yang sama ini sekarang adalah suaminya, dan dia menatap langsung ke matanya, dipenuhi dengan keinginan yang jelas, siap untuk memakannya. Tangannya yang besar namun lembut membelai pipinya dan menyapukan ibu jarinya ke bibir merah mudanya. Sentuhannya membuatnya gemetar, memberinya sensasi aneh yang familiar di perutnya. Selalu seperti ini pada Ethan. Dengan cara pria itu menyentuh atau menciumnya, dia sering kali mendapati dirinya berada dalam euforia yang tidak dapat dijelaskan, yang belum pernah dia alami sebelumnya. Matanya menja

  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 46

    Pukul 06:00 pagi di Hotel First Diamond."Sam? Sam. Sudah waktunya bangun." Sambil membuka matanya, dia terbangun karena suara Ethan di hari Minggu pagi. Samantha bersenandung dan memanggilnya, "Ethan? Bagaimana kabarmu di sini sepagi ini?""Tante Diana mengizinkan aku masuk, kupikir aku akan membangunkanmu." Ethan sedang duduk di sisi tempat tidur Samantha, membelai tangannya untuk membangunkan. "Astaga. Bagaimana kalau wajahku dipenuhi air liur? Mana mungkin Tante membiarkanmu masuk begitu saja?" Keluh Samantha sambil menutup mulutnya. Kata-katanya menghasilkan seringai Ethan dan dia menjawab, "Tidak masalah ... besok dan beberapa hari mendatang, aku akan melihat wajahmu setiap hari ketika aku bangun, hal pertama di pagi hari."Dia membungkuk dan mengecup bibir Samantha dan berkata, "Selamat pagi, Sam. Aku sudah menyuruh hotel menyiapkan sarapan agar kita bisa berangkat secepatnya. Kalian semua sudah siap, ‘kan?"Dia tersenyum pada ciuman paginya dan menjawab, "Ya, sangat siap. Ana

  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 45

    "Ayahmu dan aku ... Persahabatan yang dulu kita miliki karena hubunganku dengan ibumu ... Sayangnya, itu berubah menjadi buruk." Amanda Waskito menarik napas dalam-dalam sebelum meraih tangan Samantha. "Dengar, Sami, maksudku, Sam. Kamu tidak perlu menceritakan bagian ini dengan nenekmu, tapi saat itu ... aku tidak punya orang lain yang bisa disalahkan selain ayahmu." Amanda berlinang air mata, dan baru setelah menenangkan diri barulah dia melanjutkan pikirannya, “Aku menyalahkan dia atas kehilangan ibumu.”“Aku tahu kalau dia tidak menyebabkan kematiannya, tapi tahukah kamu, ayahmu begitu terobsesi untuk naik pangkat menjadi militer, sehingga dia menghabiskan lebih sedikit waktu di rumah dan memenuhi kebutuhan ibumu.”Sambil berdeham, Amanda Waskito berpikir, "Tentu saja, setiap keluarga berbeda."Amanda dan Samantha kini mengambil tempat yang sama di mana Kyla dan Kenzo menjauh dari percakapan mereka sebelumnya. Setelah makanan tiba, Amanda mengajak Samantha ngobrol. Ketika Amanda

  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 44

    “Jadi ... bagaimana tepatnya kabarmu dan," Sambil memaksakan senyum, Amanda Waskito menoleh ke Samantha dan bertanya, "Bagaimana kamu dan Sami kecil menjadi ... pasangan? Dan sejak kapan?"Dari dalam ruang rapat satu karat, semua orang kini duduk di depan meja bundar besar ketika Amanda memulai interogasinya. Sudah dijelaskan kepada Ethan bagaimana Samantha rupanya adalah Sami kecil, gadis yang sama yang berulang kali disebutkan ibunya kepadanya.Terbukti, Samantha adalah gadis yang sama yang Amanda ingin dia nikahi. Hal itu pada akhirnya mengurangi separuh kekhawatirannya, dan dia tahu hal itu juga meredakan ketegangan Samantha.Mendengar orang tua Ethan menyelidiki tentang malam naas yang menciptakan si kembar, Diana dengan sukarela membawa anak-anak itu pergi. “Kupikir untuk bagian diskusi kalian ini, saya akan membiarkan anak-anak dan saya duduk di tempat lain.” Beralih ke si kembar, Diana mendesak, "Anak-anak, ayo ngobrol di sofa."“Kenapa? Aku bisa mengerti,” Kenzo mengeluh samb

  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 43

    Sabtu, pukul 11:30 siang."Sam, kamu mau turun? Pegawai hotel ingin aku pergi ke ruang rapat, tapi aku lebih suka menunggumu di sini, di lobi," tanya Merina Wijaya melalui telepon tepat setelah mereka sampai di lobi Hotel First Diamond. Untuk makan siang itu, mereka akan berkumpul di ruang rapat satu karat dan makan malam pribadi bersama orang tua Ethan. Dari sisi lain, Samantha menjawab, "Nenek, aku akan turun bersama Kenzo. Kita bisa melanjutkan ke ruang rapat bersama. Kyla menumpahkan air ke gaunnya sehingga dia berganti pakaian lagi dengan Tante Diana.""Baiklah, Sam. Aku sudah merindukanmu dan aku sangat senang bisa bertemu Ethan," kata Merina. "Sampai jumpa lagi."Hanya butuh sepuluh menit bagi Samantha untuk turun dan dari lobi mereka berlama-lama beberapa saat, menunggu Diana dan Kyla. Kenzo duduk di sofa seberang Samantha dan Merina, bermain dengan tabletnya. Merina dan Samantha, sebaliknya, sedang mengobrol tentang Ethan ketika seorang wanita bergaya mendekati mereka. Wan

  • Ibu, Dimanakah Ayah? Bangkitnya Anak yang Diabaikan   Bab 42

    Jumat Sore di Perusahaan Berlian Waskito. Ethan dan John lebih sibuk dari sebelumnya. Keluarga Ethan tinggal dua hari lagi untuk pindah ke rumah baru mereka, dan ada penundaan di perusahaan mobil untuk Pullman Maybach baru yang dia minta. Itu adalah mobil mewah Mercedes dengan enam tempat duduk, cocok untuk keluarga beranggotakan lima orang, termasuk Diana Claudia. Seiring bertambahnya usia anak-anak, tidak praktis jika mereka duduk di pangkuan terlalu lama di Maybach standar milik Ethan. Mereka hanya harus memiliki kendaraan keluarga sendiri selain mobil bisnisnya. "John, beri tahu mereka bahwa mereka punya waktu sehari untuk mengantarkan mobilnya atau mereka akan mendapat kunjungan pribadi dariku! Wujudkan!" perintah Ethan dari mejanya. "Baik, Pak Waskito! Saya akan mengancam mereka jika perlu," jawab John sebelum kembali ke pintu. Saat John Ginting keluar dari kantor CEO, sosok lain masuk. Seorang wanita ramping, tinggi, dan memikat berusia awal lima puluhan tiba. Dia memili

DMCA.com Protection Status