“Bibi ... aku mau gendong Putih!”“Biar aku saja, Bi! Jangan dengarkan permintaan dia!”“Kalian tidak boleh bertengkar. Dengan saudara harus saling menyayangi dan lebih baik coba bergantian saja. Jangan saling menghasut, ya!”“Amarise memang masih cukup muda dibandingkan dengan kamu yang sudah memasuki awal tiga puluh tahun. Di balik sikap manja dan terkadang membuatmu kesal. Pasti ada beberapa hal yang akan selalu kamu rindukan pada istrimu itu,” cetus Tuan Isaac menoleh ke samping.Ia bisa melihat senyum kecil dan pandangan Nic terkunci pada Amarise. Manik coklat itu terus mengikuti gerak istrinya yang bermain bersama Putih ditemani dua keponakan Nic.Amarise menghilang setelah menyerahkan Putih pada dua anak kecil, lalu bergegas masuk saat Nic mendengar suara kakak perempuannya memanggil. “Papa benar. Semakin aku mengenali Rishi. Semakin banyak momen yang kami berdua habiskan dan membuatku terus merindukan bagian menarik di antara kami.”Pria itu memandang sang Ayah saat mereka men
Kelopak mata Amarise terbuka perlahan. Senyum manis itu terlihat di paras cantiknya. Ia selalu menyukai bangun tidur berada dalam pelukan Nic.Tangan kanan Amarise terangkat membelai paras tampan Nic. Bentuk alis, hidung mancung, bibir kemerahan dan rahang tegas serta permukaan wajah bersih itu menarik perhatian Amarise, selain sikap pria itu yang dapat memikat hatinya. “Suamiku sangat tampan,” cetusnya tidak bisa menyembunyikan senyum dan debaran kuat di dada.Amarise bergerak maju, menumpukan sebelah siku dan mencari pendaratan sempurna di bibir suaminya. Cup! Ia bersemu dan berniat menarik diri, tapi tersentak mendapati pinggangnya ditarik kuat dan pagutan lembut itu menyapanya. “Aku memang selalu tampan di matamu,” bisik Nic membuka mata dan bersitatap jahil dengan sang istri.“Aku pikir kamu masih tidur,” gerutu Amarise merasakan pipinya terasa panas menjalar hingga memerah di leher jenjang.Nic tertawa kecil dan memberikan kecupan ringan di permukaan wajah Amarise. “Apa kita aka
“Perempuan muda itu masih bersikukuh ingin bertemu Anda, Nyonya.”Raut wajah perempuan dewasa berstatus manajer restoran itu terlihat datar sambil menutup buku pemeriksaan keuangan di hadapannya. “Sudah aku katakan untuk membuatnya pergi dari sini. Aku tidak memiliki banyak waktu, selain itu dia tidak membuat janji temu padaku,” cetusnya datar.Kurang dari satu jam lagi ia harus menghadiri tepat waktu pentas dari sekolah anaknya. Waktu berlebih sudah cukup tersita saat harus berkunjung ke gerai toko roti miliknya sendiri, lalu melanjutkan pekerjaan yang sudah ditekuni selama hampir tiga tahun terakhir ini. “Aku harus datang tepat waktu ke sekolah anakku.”“Katakan saja untuk membuat janji temu terlebih dahulu. Aku tidak ada waktu menyambut orang asing hari ini,” lanjutnya berdiri seraya mengambil tas kecilnya.“Tapi perempuan itu mengatakan, jika dia mengenal Anda, Nyonya. Terlebih dia mengenal Anda sebaik mengenal Tuan Nicholas.”Stiletto dengan tinggi hak kurang dari lima senti itu
Air mata Amarise jatuh tidak terbendung dengan bibir gemetar. Dadanya sesak luar biasa, terasa nyeri di sudut terkecil hatinya. “Ha-mil?”Nolia mengangguk. Sorot sendu Nolia tidak mampu membuat Amarise menghentikan isak tangis yang mulai keluar. “Dia sudah berusia sebelas minggu,” sahut Nolia mengusap perut, menghancurkan perasaan Amarise.“Tidak! Kamu pasti berbohong! Aku tidak memercayaimu, Perempuan Murahan!” pekik Amarise frustrasi.“Bagaimana mungkin semua terjadi tanpa sepengetahuan—“ seluruh kalimat Amarise tertelan detik itu juga. Ia menegang.Ingatan perempuan itu terlempar saat menemui Nic malam hari di balkon kamar tamu. Tepat saat tatapan sedih Nic mengajak Amarise bercinta untuk kali kedua setelah pernikahan mereka memasuki bulan ketiga.Amarise menggeleng lemah. “Kenapa kamu memilih membiarkan janin itu tumbuh, sedangkan kamu tidak mencintai Nic sama sekali?”Hancur sudah harapan Amarise. Nic memanfaatkan kelemahan dirinya, mencari pelampiasan atas kabar itu. “Nic pernah
‘Datanglah ke gedung teater yang dihadiri sekolah anakku dan lainnya. Ambil duduk di kursi antara 40 – 50 agar kamu bisa melihat jelas apa saja yang aku lakukan bersama Nic. Interaksi kami berdua tidak sama lagi. Karena kami berdua sudah menemukan titik selesai.’Amarise mengambil duduk di kursi 43 dari sisi kiri menghadap panggung, sedangkan matanya sesekali melihat ke arah satu tingkat di bawah sebelah kanan; sesuai apa yang dijelaskan Nolia. Dirinya bisa melihat interaksi antara Nic dan Nolia duduk bersebelahan.Tentu posisi Amarise tidak akan dilihat Nic yang sudah sedari awal mengisi kursi para tamu dari pihak orangtua murid dan wali pengganti mereka.“Bagaimana tidurmu semalam di apartemen?” tanya Nolia menoleh ke samping. Sekilas ia menoleh ke atas dari sisi Nic dan mendapati Amarise juga menatapnya.Ruangan teater cukup redup karena acara sudah akan dimulai. Lagipula Nic tidak mengetahui keberadaan Amarise sama sekali.“Cukup baik,” balas Nic tersenyum tipis dan memilih menata
“Rishi?” panggil Nic meraih tangan lain Amarise yang tidak mengobati luka di wajahnya.“Ya?”Nic menatap lekat manik coklat Amarise. Perempuan itu memilih fokus mengobati luka lebam dan bekas darah segar mengalir di sudut bibir Nic. Tidak sedikitpun Amarise menatap ke arah dirinya.“Kamu tidak ingin bertanya lagi?” tanya Nic memperjelas sahutannya tadi.Kedua sudut bibir Amarise tertarik tipis. Sangat tipis hingga menimbulkan sensasi perih di hati Nic. Ia merasa keterdiaman Amarise setelah Nic memberi pengakuan di depan unit apartemen tadi, mengubah sikap Amarise.“Biasanya kamu akan bertanya lebih jauh, memastikan banyak hal dan terus mendesakku agar kamu mendapatkan jawaban yang runut tanpa ingin aku menutupi semuanya,” jelas pria itu meraih dagu Amarise.Ia memaksa lembut Amarise untuk meninggalkan pekerjaan yang sudah selesai tersebut. Sorot teduh Amarise berbanding gusar dengan tatapan menelisik Nic. “Katakan sesuatu agar aku bisa memastikan kamu tidak marah padaku,” pinta Nic me
Selama lima jam Nic berkutat di dalam ruang kerja. Ia merasa kesepian dan memilih bekerja karena satu rencana tiba-tiba saja masuk dalam pikirannya. Nic akan melakukan jadwal penerbangan bersama Amarise mengunjungi Disneyland di negara lain.Ia ingin mengabulkan impian lain Amarise dan menjadikannya sebagai kejutan. Perempuan itu tidak mengetahui rencana ini.Beberapa kali ia juga menghubungi Amarise dan meminta perempuan itu mengirim foto area yang didatangi.Rishi: Apa aku harus memberikan foto saat di toilet perempuan juga?Nic menyeringai kecil melihat satu pesan masuk dengan jarak setengah jam mereka melanjutkan kesibukan masing-masing.Nic: Itu pengecualian.Baru saja Nic akan meletakkan ponsel. Satu pesan masuk itu membuatnya kembali membuka fitur komunikasi tersebut. Sepersekian detik Nic terpaku, merasakan dadanya berdesir dan miliknya bereaksi di bawah sana.Ia menahan napas ketika jemari tangannya menggulir pose lain yang baru dikirim Amarise.Rishi: Bagaimana lingerie hita
“Mengkhianati Rishi?”“Jangan berpura-pura tidak menyadari kesalahan kamu, Nic! Aku tidak pernah menyangka kamu sudah membuat kontrak pernikahan dengan Amarise!”“Pernikahan adalah hal sakral dan suci! Apa yang ada dipikiranmu hingga menodainya, ha?! Dalam hal ini, tetaplah pihak perempuan yang paling dirugikan!” bentak Nyonya Isaac semakin menangis kuat.Dada wanita itu bergemuruh saat pesan terakhir Amarise ditinggalkan dengan sangat cepat—mengubah atmosfer manis antara Ibu mertua dan menantu hancur. Semua hancur karena tindakan berengsek putra semata wayangnya.Nic terkesiap, merasakan tubuhnya menegang dan merasa mati rasa pada setiap bagian tubuh saat pukulan bertubi-tubi menghujam bahu juga dada bidangnya. “Perempuan mana yang membuat kamu lebih memilih dia dibandingkan istri sahmu?! Amarise tetaplah jauh lebih sempurna dibandingkan perempuan itu! Aku yakin! Dan aku memastikan kamu akan menyesal dengan pilihan bodohmu!”Dunia Nic berputar terlalu cepat. Runut manis sedari pagi h
“Yeay! Kakakku paling hebat!” kedua tangan Alona bertepuk semangat. Ia begitu berseri, bangga dan takjub dengan sosok pria tinggi bertubuh atletis dalam balutan jas formal baru saja menyampaikan pidato perdananya sebagai CEO baru, resmi menggantikan seorang Nicholas Isaac yang sudah pensiun. Lelaki itu berhasil membimbing putranya sedari masa remaja dan kuliah. Nic menempatkan putra semata wayangnya di posisi menengah, salah satu anak cabang perusahaan agar putra kandungnya bisa mulai mengemban pekerjaan. Dan hasilnya, sungguh luar biasa. River Isaac, mampu melakukan semuanya di usia matangnya, tiga puluh tahun. “Kakakmu semakin tampan saja. Bagaimana cara mendaftar menjadi kekasihnya? Atau jika perlu, beri aku tips ampuh agar bisa menjadi kakak iparmu, Lona.” Alona memutar bola mata dengan pandangan kesal. “Tidak! Sampai kapan pun kamu tetap menjadi sahabatku, bukan kakak ipar perempuanku!” ketusnya membuat Amarise yang mendengar percakapan tertawa kecil. Alona adalah perpaduan
“Kamu pikir aku tidak tahu apa yang terjadi selama ini di antara kamu bersama River?”“Bibi-mu ini tahu segalanya, Ivory,” desis wanita itu menyeringai layaknya iblis.“Sikap binalmu, hasrat yang menggebu-gebu kamu salurkan pada pria muda yang dulu lebih memilih mengisi pikirannya dengan banyak pelajaran. Dan sekarang? Kamu mengubah pria itu lebih berani bertindak.”Ruangan sempit itu bergema saat suara tawa mengejek sangat memekakan dan risih di telinga Ivory. Gadis cantik bertubuh semampai itu mengepalkan kedua tangan. Embusan napasnya terkesan memburu seraya mengetatkan rahang.Sekalipun ruangan cukup temaram. Ivory sudah lebih dari cukup untuk tidak menelisik wajah menjengkelkan Bibi kandungnya. Wanita jalang ini tidak lebih baik dari kelakuan nakal Ivory sejak kecil.“Dua bulan lalu adalah perayaan pesta ulang tahunmu ketujuh belas. Keluarga Isaac memberikan perayaan sederhana, kekeluargaan yang hangat. Tapi saat malam hari, mereka semua tidak tahu jika kamu sedang berbagi peluh
Alona Isaac. Siswi paling cantik menjadi incaran banyak siswa di sekolah menengah pertamanya. Hanya saja, gadis itu terlalu angkuh dan memiliki selera sendiri dalam memilih pria mana yang ingin ia balas perasaannya.Lebih tepatnya, sejauh mana mereka bisa membahagiakan masa muda Alona.“Lona. Apa kamu mendengar berita terbaru?”“Berita apa?” tanya Alona melepas headset dan melirik malas teman dekatnya.Gadis berambut sebahu itu mendekat dan berbisik dengan raut sedih, “Kita akan mulai kehilangan pria paling tampan dan populer di tahun terakhir sekolah ini.”Alona mendelik bingung. “Siapa?”“Astaga! Siapa lagi jika bukan pria yang selalu menjadi pusat perhatian di sekolah kita.”“Satu angkatan dan satu kelas,” desisnya hampir melotot karena respons Alona terkesan acuh tak acuh.Teman dekat Alona menggerakkan dagu, memberikan atensi pada satu pria yang duduk tenang dan berekspresi dingin di sudut depan kelas. Pria itu tidak sedang berniat mengisi jam istirahat ke kantin atau seperti bia
“Sudah tidak ada lagi sekretaris dan anak buahmu! Jadi tidak perlu bersikap manis padaku di depan mereka!” ketus Amarise menurunkan kasar lengan Nic di pinggang Amarise.Wanita itu sangat kesal mendapati sikap posesif Nic yang terlihat dibuat-buat. Hati Amarise merasa diremas, sakit dan sesak. Air mata Ibu dari tiga anak itu hampir saja tumpah, membuat Nic terpaku di depan lift.Baru saja lelaki itu ingin menuntun istrinya masuk terlebih dulu. “Rishi? Kenapa menangis?”“Dasar lelaki berengsek!” umpat Amarise sedikit menjauh.Tiba-tiba saja suasana hatinya memburuk. Nic sudah hampir satu minggu tidak bisa menjemput Amarise di lobi perusahaan. Awalnya ia merasa bingung dan takut. Karena Nic tidak pernah menolak permintaan manja Amarise.Bahkan, terkadang lelaki itu berinisiatif sendiri menjemputnya, memperlihatkan kemesraan lewat gandengan tangan atau pelukan di pinggang Amarise. Lelaki itu ingin sekali memperkenalkan Amarise berulang kali di depan para pegawai perusahaan.Tapi hari ini
“Menurutmu, bagaimana dengan Margareth? Dia cantik, cerdas dan terlihat dewasa dari segi pemikiran dan tata krama. Di masa depan dia sangat pantas bersanding dengan River.”Kalimat antusias dan tatapan penuh harap lewat binar-binar di mata Amarise, membuat tenggorokan Ivory serat. Ia menelan makanan susah payah, secara alamiah penasaran dan menoleh ke arah River.Pria yang duduk di sampingnya ikut menoleh. Alhasil, Ivory lebih dulu membuang pandangan.Ada perasaan tidak suka saat Amarise membanggakan gadis lain untuk River. Apalagi mempersiapkan pasangan hidup untuk pria tampan itu.“Margareth? Dia yang minggu lalu datang kan, Ma?” tanya Alona.“Iya, Sayang. Kamu bersama Margareth juga terlihat akrab,” lanjutnya merasa ada di situasi melihat sosok Elena di diri Margareth.Gadis satu angkatan dan satu kesal dengan River. Tidak sedikit teman di kelasnya berharap pasangan cerdas, sama-sama rupawan itu segera menjalin kasih.“Rishi. Jika kamu meminta sebuah perjodohan untuk anak-anak kita
“Papa ... Mama ....” “River tidak mau main bersama adik perempuannya!” “Oh, sial!” umpat Nic baru saja mengerang sebagai pembuka. Ia hampir saja menghentakkan tubuh setelah melesak masuk diimpit kenikmatan yang ditawarkan Amarise. “Hei, jangan mengumpati anak perempuanmu,” tegur Amarise tajam, meskipun berakhir dengan tawa bahagia. Ia bahagia melihat rasa frustrasi di wajah Nic dan milik pria itu yang membutuhkan tempat ternyamannya. Dengan gesit Amarise meraih kaus dan celana pendek Nic, berbanding terbalik dengan kemalasan Nic duduk menatap dirinya datar. “Kenapa? Kamu ingin melampiaskan kekesalanmu padaku?” “Tidak,” balasnya bergerak malas memakai kaus dan celana pendek. Amarise terkekeh melihat Nic jalah tertatih, merasa dunia panasnya hilang digantikan pusing yang mulai mendera. Pintu terbuka dan menampilkan wajah cantik nan mungil Amarise versi kecil. Darah Asia lebih kuat karena gen keluarga Amarise dari pihak Ayahnya memiliki duplikat indah. “Papa,” suara Alona dibuat s
Nic merasakan kehangatan di dadanya melihat Amarise membantu menyandarkan punggung Nic di kepala ranjang. Dengan perlahan kedua tungkai Nic di angkat, disejajarkan di atas ranjang, lalu menyelimuti sebatas pinggang. “Maaf atas kesalahanku.” “Kamu salah karena tidak percaya cintaku yang hadir untukmu,” sahut Amarise hampir ketus. Tapi melihat keadaan Nic tidak bisa diajak bercanda atau sekadar memukul gemas suaminya. Hanya embusan napas berat yang terdengar berat bagi Amarise. “Aku harus memberi pelajaran pada jalang itu,” tandas Amarise menggebu. Kilatan kebencian sangat terlihat jelas di manik coklat Amarise. “Nyawa dibalas nyawa, Nic.” “Aku dan River hampir kehilangan dirimu. Lalu, air mata Mama dan Papa sangat membuatku semakin terpuruk.” “Mungkin mereka bisa membuatku tegar dengan perkataan meyakinkan. Tapi di sisi lain, mereka hanya ingin membuatku tenang dan tidak berakhir semakin menyedihkan.” Jason memberitahu kecelakaan yang membuat mobil Nic hampir ringsek. Tubuh suamin
“Kita kencan naik motor?!” “Hmm ... ya, naik motor. Apa kamu tidak suka?” Nic mengusap tengkuknya salah tingkah. Pria itu merasa pandangan Amarise terlalu membuat Nic berpikiran buruk. Seharusnya pria itu bisa memberikan kesan kencan manis untuk kali pertama setelah jatuh cinta dengan menaiki mobil. “Jika memilih antara sepeda dan motor, aku lebih suka sepeda. Kesan manis dan penuh cumbuan hari itu di tepi danau lebih membekas. Masih mendebarkan hingga sekarang.” pipi putih dan mulus Amarise bersemu merah. Keraguan Nic perlahan memudar dengan menarik senyum, ikut tertawa geli saat Amarise mendekat. Perempuan itu memeluk manja Nic yang sudah berpenampilan tampan—lebih muda—saat memakai pakaian kasual. “Ini bukan kencan pertamamu bersama seorang perempuan,” cibir Amarise tanpa mengurai pelukan. Nic tertawa seraya mengecup ujung hidung mancung istrinya. “Tapi ini kali pertama aku merasakan cinta yang lebih besar pada perempuan. Dan ini kali pertama setelah lebih dari sepuluh tahun
“Amarise. Hari ini River belum diberikan ASI.” “Stok ASI masih ada, kan, Ma? Biar pengasuh River yang menyiapkannya. Aku masih harus mencari keberadaan Nic,” balas Amarise tanpa menoleh ke arah Nyonya Isaac datang ke kamar sambil menggendong River yang masih tidur.Sebentar lagi jadwal anak lelaki itu untuk bangun dan menerima ASI dari Amarise. Tapi hampir tiga hari Amarise mengabaikan perannya, beralih mengonfirmasi pesawat yang diterbangi Nic dengan awak pesawat juga penumpang lain.Mata wanita itu berkaca-kaca melihat menantunya baru saja menelepon seseorang, kesekian kali hanya untuk memastikan mimpi buruk Amarise tidak nyata.“Amarise … Anak laki-lakiku sudah ….”“Tolong jangan katakan kalimat mengerikan itu lagi, Ma!” pekik Amarise tanpa sadar.Ia sendiri tersentak kaget. Tubuh Amarise gemetar, mengatupkan rapat bibir menahan desakan untuk menangis. “Maaf,” lirihnya tidak berani menatap Nyonya Isaac.“Aku tidak peduli tentang berita apa pun, Ma. Aku masih percaya Nic hanya memb