Hasrat Terpendam Keponakan Tuan CEO

Hasrat Terpendam Keponakan Tuan CEO

last updateTerakhir Diperbarui : 2024-04-01
Oleh:  JasAlice  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
83Bab
3.2KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Amarise tidak menduga, jika melupakan kepedihan ditinggal mati orangtua dibalut rangkaian liburan di atas Paradise Cruise membawa petaka. Ia jatuh kali kedua saat melihat pengkhianatan sang kekasih bersama sahabat Amarise. Mereka tidak hanya berdua, melainkan mengajak anak kandung yang berusia sekitar dua tahun. Ia yang sudah tidak memiliki siapa pun, lalu rasa sakit hati mendalam. Memutuskan menghabiskan satu malam dengan pria asing di atas kapal—dengan meminta imbalan agar dirinya bisa pergi jauh dari orang-orang yang sudah berkhianat. Namun, ia justru dengan mudah mendapatkan uang berkali lipat dan dipermudah melarikan diri ke Amerika. Dan Amarise tidak sadar, jika ia akan berakhir lagi berhadapan dengan Nicholas Isaac. Pria penyelamat yang ternyata memberikan kesakitan saat Amarise mulai jatuh cinta dengan pria berstatus; Paman angkatnya.

Lihat lebih banyak

Bab terbaru

Pratinjau Gratis

1. Bayar Aku, Nikmati Tubuhku

“Papa! Lain kali liburan sama Mama dan adik bayi naik kapal besar lagi, ya?!”Kedua tangan Amarise gemetar dengan seulas senyum perih. Rasanya kedua lutut nyaris lunglai mendengar seruan manis dan mata berbinar dari manik hitam anak kecil yang duduk di antara pasangan muda berstatus suami istri.Tangan mungil itu mengulang lagi permintaannya seraya mengusap perut dari perempuan berbadan dua tersebut. Amarise tertawa hambar. “Ternyata aku sudah ditipu sahabat dan kekasihku. Bahkan, mereka sudah memiliki satu anak laki-laki dan calon anggota baru lagi.”Dada Amarise terasa sesak dikhianati seperti ini saat ia juga sedang dilanda musibah. “Ayo, Nak! Tutup matamu sebentar. Papa ingin memberikan sesuatu pada Mamamu!”“Hahaha ... siap, Papa!”Perasaan Amarise hancur berkeping-keping melihat dua orang saling memagut mesra. Dua orang yang selalu ada di sisi Amarise, terlihat tulus dan selalu bersikap wajar saat Amarise mempertemukan mereka. “Berengsek,” desisnya mengepalkan tangan.Ingatan it

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
83 Bab

1. Bayar Aku, Nikmati Tubuhku

“Papa! Lain kali liburan sama Mama dan adik bayi naik kapal besar lagi, ya?!”Kedua tangan Amarise gemetar dengan seulas senyum perih. Rasanya kedua lutut nyaris lunglai mendengar seruan manis dan mata berbinar dari manik hitam anak kecil yang duduk di antara pasangan muda berstatus suami istri.Tangan mungil itu mengulang lagi permintaannya seraya mengusap perut dari perempuan berbadan dua tersebut. Amarise tertawa hambar. “Ternyata aku sudah ditipu sahabat dan kekasihku. Bahkan, mereka sudah memiliki satu anak laki-laki dan calon anggota baru lagi.”Dada Amarise terasa sesak dikhianati seperti ini saat ia juga sedang dilanda musibah. “Ayo, Nak! Tutup matamu sebentar. Papa ingin memberikan sesuatu pada Mamamu!”“Hahaha ... siap, Papa!”Perasaan Amarise hancur berkeping-keping melihat dua orang saling memagut mesra. Dua orang yang selalu ada di sisi Amarise, terlihat tulus dan selalu bersikap wajar saat Amarise mempertemukan mereka. “Berengsek,” desisnya mengepalkan tangan.Ingatan it
Baca selengkapnya

2. Pesona Nicholas Isaac

“P-pamanku bekerja di perusahaan sebesar ini?”Amarise menelan saliva berulang kali dengan pandangan mengerjap. Baru tiba di area lobi perusahaan ternama di negara yang baru ia singgahi setelah usia tiga tahun memutuskan hidup di Indonesia, ia dibuat terkesima tempat bekerja pamannya. “Sejak kapan Mama memiliki adik angkat? Atau sebenarnya Mama memiliki adik tiri, Om?”Perempuan itu mendapati lelaki seusia orangtuanya tertawa kecil. “Adik angkat, bukan adik tiri atau kerap kita dengar sebagai saudara sambung. Mamamu anak tunggal dan itu tidak akan pernah berubah,” jelasnya.“Tapi Mama tidak pernah menceritakan tentang hal ini. Tiba-tiba, Om menjemputku di dermaga terakhir, lalu membawa terbang ke Amerika dengan menjelaskan pernyataan ringkas selama perjalanan.” Ia mengeluh seraya memijat pelipis.Dirinya sangat syok mengetahui hal yang diberitahu setelah belum genap satu minggu orangtua Amarise meninggal dalam kecelakaan menuju perkebunan. Tempat satu-satunya aset paling utama yang di
Baca selengkapnya

3. Ajakan Sensual

Amarise menyisir luas kamar yang sepuluh kali lipat lebih besar dibandingkan kamar kecilnya. Ia memang berada di stratas sosial menengah saja. Kebutuhan tercukupi selama bersama orangtua. Hanya saja, pendapatan terbesar dari perkebunan tidak menentukan selamanya akan stabil dengan hasil panen juga kebutuhan lain.“Bagaimana aku menjalani hari di mansion megah ini?” Ia menggigit bibir bawah.Amarise merasa sekujur tubuhnya menggigil, meskipun belum ada tanda pergantian musim. “Bahkan, aku sudah lancang tidak menghadiri makan malam untuk kali pertama,” lanjutnya merasa frustrasi.Ia belum terbiasa dengan satu anggota keluarga baru yang tidak memiliki hubungan darah, tapi memperlakukan Amarise seperti ini. “Demi Tuhan. Dia pria dewasa yang sangat memesona. Hanya disentuh dan dipeluk, pikiran dan tubuhku mulai bergejolak,” keluh Amarise memukul pelan kepala berulang kali.“Aku merasa sudah gila,” desis perempuan berkulit putih yang mengenakan setelan piama.Suara erangan Amarise mengisi k
Baca selengkapnya

4. Lebih Agresif

“Kamu sangat cantik sekali, Nak. Perpaduan darah Ayahmu yang berasal dari Indonesia lebih mendominasi. Senyummu juga sangat manis.”Amarise tersipu. Ia tidak sanggup jika terlalu lama dipuji terus menerus oleh Nyonya Isaac. Kunjungan mereka hadir di hari ketiga Amarise menjalani kehidupan barunya di mansion Nic.“Bagaimana jika kamu menjadi calon menantuku?” Nyonya Isaac mengerling penuh binaran.Kepala wanita itu teralihkan pada putranya yang duduk di seberang meja makan sendiri. Sedangkan kursi utama diisi sang suami, sesekali memerhatikan interaksi sang istri yang nyaris tidak lepas membahas tentang Amarise.“Nic, Amarise lebih pantas menjadi calon istri dibandingkan keponakanmu, Sayang,” tambah wanita itu menyeringai bahagia, mengabaikan tatapan kaku Amarise.Ia dibuat tidak berkutik oleh pertanyaan berujung permintaan tersebut.Nic tertawa kecil seraya menggeleng lemah. “Aku sudah berjanji menjadi wali asuh baru untuk Rishi, Ma,” jelasnya menarik atensi Nyonya Isaac.“Rishi? Buka
Baca selengkapnya

5. Menutup Rahasia

“Nic?”Buncahan rindu Nic tidak terelakkan lagi bersitatap dengan manik coklat yang memandangnya terkesiap. Sebelum rentetan pertanyaan menginterupsi kerinduannya. Nic memagut lebih dulu bibir yang sudah menjadi candunya.Perlahan, bibir yang terasa kaku dalam pagutan Nic, berangsur membalas. Mereka meluapkan hasrat yang seolah tertunda sejak dua minggu lalu.“Aku sangat merindukanmu, Nolia,” bisik Nic meraih tubuh ramping itu semakin tidak berjarak.Ia tutup asal pintu apartemen, lalu membawa perempuan cantik itu semakin masuk ke ruang tengah tanpa melepaskan ciuman berhasrat di antara mereka.Kedua tangan Nic terlepas dari tengkuk dan menangkup sisi paras memesona itu. Ia ganti taruh salah satu tangan di pinggang, lalu tangan satu lagi menyusup di bawah tungkai. Nic membopong perempuan itu tanpa menjaga jarak ciuman sekadar satu senti.“Apa ini?” bisik manis terdengar menggelitik di telinga Nic.Ia baru saja menaruh tubuh Nolia di atas pangkuan bersama ciuman yang mulai kehabisan ok
Baca selengkapnya

6. Jangan Tinggalkan Aku

Kedua tangan Amarise terlipat di dada dengan sorot tajam ke arah pria yang baru turun dari SUV hitam miliknya. “Kamu menipuku? Ini hampir larut malam dari perjanjian terakhir yang kita sepakati di pesan tadi. Apalagi aku merasa kesal karena ponselmu tidak aktif. Kamu benar-benar membuatku marah sekaligus khawatir,” ucap Amarise bersitatap dengan Nic di pintu utama yang menjulang tinggi.“Kamu sangat mencemaskanku, hm?” bibir Nic mengulas senyum jahil.Ia dengan mesra menarik pinggang Amarise, lalu membubuhkan satu kecupan singkat di kening. “Maafkan aku. Daya ponselku habis dan aku harus menyelesaikan banyak pekerjaan.”Amarise berusaha mengendalikan dirinya mendapati suara lembut dari permintaan maaf Nic. Bahkan, pelukan dan ciuman mesra itu harus ia artikan sebagai bentuk rasa saya pada keponakan. “Janji tidak akan mengulanginya?”Jari kelingking Amarise terulur dengan menampilkan sorot penuh harap dibalik bibir yang mencebik menahan kesal. Sisi hatinya sangat luruh melihat paras ta
Baca selengkapnya

7. Obsesi Amarise

“Jika Papamu tidak memiliki urusan pekerjaan yang mendesak. Aku akan terus membuatmu beralih menikahi Rishi-mu, Nic,” cetus Nyonya Isaac mengerling jahil.Nic mengambil napas perlahan sebelum mengembuskannya dengan memberikan senyum kecil. “Mama hanya membuang waktu. Rishi keponakan manisku dan itu tidak akan pernah berubah,” balas Nic.Amarise tersenyum kikuk, membiarkan Nic merangkul pinggangnya setelah melontarkan kalimat sederhana. Sayangnya, gejolak patah hati sedang dirasakan secara perlahan.“Amarise cantik, berusia dua puluh satu tahun dan tampak bisa mengimbangimu. Kamu benar-benar menolak perempuan seperti Amarise, Nic.”Nyonya Isaac mengerucutkan bibirnya, selalu mendapati penolakan yang sama dari Nic. Apa pun yang sudah ia sugesti, tetap nihil. Hasilnya tidak akan pernah memuaskan wanita itu.“Ma, kita harus berangkat sekarang. Sebentar lagi pesawat tujuan kita akan lepas landas.”Wanita itu mengangguk pasrah mendengar sahutan sang suami, membuat Nic langsung tersenyum bah
Baca selengkapnya

8. Pesan dari Ponsel Pribadi

“Maaf, Nona. Tapi Anda tidak bisa masuk karena Tuan Isaac sedang mengobrol dengan tamunya.”Senyum Amarise memudar setelah terfokus pada kotak makan siang. Ia melemparkan tatapan memicing, curiga. Sebenarnya tidak ada yang salah dari sekretaris Nic. Mengingat penampilan formal teramat sopan dan segera berstatus istri pria lain. “Kenapa? Apa sepenting itu hingga aku dilarang masuk?”“Dua anak buah Nic yang kutemui di lobi, mereka mengatakan Nic baru saja menyelesaikan rapat dan aku memiliki hak istimewa atas permintaan Tuan-mu,” lanjut Amarise tidak sadar sudah berucap sinis.Ia tidak menyukai ada orang lain, memiliki jabatan rendah daripada Nic yang mengatur dirinya sesuka hati. Karena sedari awal Nic membebaskan Amarise melakukan apa pun sejak hampir satu bulan ini.Raut tegas dan kaku itu sedikit mengendur dengan tawa kecil, lalu membungkuk sejenak. “Maafkan sikapku yang terkesan lancang, Nona. Hanya saja, aku takut Anda lebih salah paham.”Tubuh Amarise mendadak gusar mendengar pe
Baca selengkapnya

9. Aku Telanjur Menyayangimu

“Kamu ingin pergi ke mana lagi? Kenapa sering kali meninggalkan aku sendirian? Bisakah aku ikut denganmu juga, Nic?”Belum selesai perasaan cemburu Amarise mereda sejak tadi siang. Malam ini pria itu tampak membereskan beberapa pakaian ke dalam koper. Jika Amarise tidak datang tepat waktu melihat anak buah Nic membawa kabar jadwal penerbangan paling pagi besok, mungkin Amarise tidak akan tahu apa saja yang dilakukan pria itu sekarang.“Ini perjalanan bisnis, Rishi. Aku sudah berjanji akan membawa kamu berkeliling beberapa negara, tapi jika kamu meminta sekarang, maka ini bukanlah waktu yang tepat,” jelas Nic mengulum senyum.Ia mendekati Amarise, lalu meraih pinggang ramping dan menjatuhkan satu kecupan di pipi kanan. “Jangan menunjukkan kesedihanmu. Aku akan ikut sedih.”Tangan Amarise sedikit meremas pergelangan tangan Nic yang masih bertengger di pinggangnya. Tatapan perempuan itu lekat memandang Nic. “Kamu tidak sedang berbohong, kan? Aku takut kamu pergi untuk menemui Nyonya Cage
Baca selengkapnya

10. Merasakan ‘Milikmu’

Nic menumpukan kedua lutut di lantai seraya menatap hangat anak lelaki berusia empat tahun, tidak sama sekali merespons baik paper bag dan ekspresi Nic. “Apa kamu tidak berpikir mengenai Mamaku yang mengurusku sendirian selama di rumah sakit Singapura?” “Di mana peranmu sebagai Papa kandungku? Aku sedang jatuh sakit dan tidak sekalipun kamu bertanya kabarku,” lanjut anak lelaki yang mewarisi manik coklat dari sang Ibu. Setidaknya Nic cukup bersyukur saat mata itu tidak berwarna biru dan bisa membuat anak lelaki cerdas ini mengetahui kekurangan dari keluarga kecilnya. Hanya saja, Nic tidak bisa mengubah ciptaan Tuhan saat wajah dan sifat anak di hadapannya menurun sangat banyak dari Ayah kandungnya. Ia mendengkus dalam hati, membenci pria yang merupakan kakak sepupunya sendiri. “Sayang ... Aku sudah menceritakan tentang Papamu. Seharusnya kamu mengerti keadaannya yang benar-benar sedang sibuk. Jaga sikapmu pada Papa Nicholas!” tegas perempuan cantik datang dari arah dapur, memerhati
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status