“Makananku sudah habis!” ketus Amarise mendorong kasar overbed table, lalu duduk membelakangi Nic.Pria itu menyeringai puas melihat Amarise menghabiskan makanan, meskipun dengan kekesalan yang terus tertahan. Hal pertama adalah karena dirinya tidak menggubris isi hati Amarise.Dan kedua, Nic mengancam akan membawa Amarise ke rumah sakit jika tidak menuruti permintaannya untuk makan dan minum obat. Amarise tentu menolak karena benci untuk di infus dan terlebih ia hanya sakit biasa.“Kamu ingin makan buah-buahan? Atau ingin langsung minum obat?”“Tidak perlu bersikap baik! Pergilah! Aku bisa minum obat sendiri!” tolak Amarise belum berbalik sama sekali.“Aku tidak bisa pergi begitu saja. Malam ini aku akan tidur di unitmu, memastikan besok pagi suhu tubuhmu sudah menurun,” balas Nic santai seraya mengeluarkan ponsel.Amarise berbalik cepat dengan tatapan sinis. “Ini unit yang sudah kusewa. Aku berhak mempersilakan seseorang masuk, terutama menolaknya jika aku tidak menyukainya.”Nic me
“Apa sekarang kamu berbalik menyerangku?”“Kenapa tidak? Aku memegang kepercayaan Mamamu. Semua bisa aku bongkar jika sewaktu-waktu kamu tidak menuruti permintaanku,” tandas Amarise menarik senyum puas.Sementara ia masih bisa mengirup banyak oksigen, sedangkan napas Nic sudah memburu dengan kedua tangan terkepal. Kilatan amarah sangat jelas dari manik coklat, tapi Amarise tidak peduli.Kedua tangan Nic mengepal kuat dengan rahang mengetat. “Sampai kapan kamu ingin menguji kesabaranku, Amarise Damaswara?”Amarise menepis ketakutan dan rasa nyeri setiap Nic melupakan panggilan khusus untuknya. Ia mendongak sengit dan menjawab, “Aku tidak mungkin bisa membuatmu membalas cintaku selagi perempuan itu masih mengirup udara yang sama dengan kita.”“Jadi, aku akan menggunakan banyak cara agar kamu selalu melihatku, bersamaku dan luluh padaku,” desisnya mengabaikan tatapan menusuk Nic.Pria itu berjalan mendekat penuh intimidasi. Amarise menahan gugup dan wajah yang ingin memucat. Sebaik mungk
Nic bertelanjang dada, membiarkan tubuh bagian bawah hanya ditutupi handuk putih, melilit dari area pinggang. Ia mendengkus kesal seraya mengusap rambut masih setengah basah. Inisiatif Mia berimbas pada dirinya dan membuat kekacauan ruang kerja; bau dan kotor.“Ada apa, Ma?” tanya Nic cukup malas.Ia menyampirkan handuk kecil di leher, berjalan ke area lemari, memilih kaus turtleneck dan celana panjang bahan. Nic ingin segera pulang karena sudah malas mengingat kejadian beberapa waktu lalu. “Hari ini para keponakanmu sudah ada di mansion!”“Biarkan mereka bermain,” cetus Nic santai, menaruh setelan di atas ranjang.“Di mana Amarise? Aku membawa bocah-bocah menggemaskan itu tidak menemui Amarise. Pelayan hanya mengatakan jika kalian berdua pergi bersama.”Nic mengembuskan napas lelah. Sepertinya ia letih menjawab rentetan pertanyaan dan balik bertanya, “Mama sedang menghabiskan waktu bersama Kakak?”Karena suara di seberang sana terkesan banyak beberapa suara dari transportasi, orang-o
Kedua kelopak mata Nic terpejam sejenak. Tangis Amarise mengisi keheningan yang sudah terasa mencekam. Nic terpojokkan untuk tuduhan beberapa menit lalu. Ia disidang, tidak bisa memiliki kesempatan lain untuk membela diri selain mengambil satu keputusan, “Aku akan menikahi Amarise.”Ruang kerja Nic hening sempurna. Kedua tangan pria itu mengepal kuat di sisi tubuh, sudah membalut tubuh atletisnya dengan kemeja putih dan celana hitam bahan.Namun, penampilan acakannya memang sangat mendominasi, membaur tatapan letih Nic. “Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas perbuatanku tadi,” tambahnya.Sontak sorot tajam dan kalimat makian yang diterima Nic berubah menjadi sorot teduh. Kedua bibir wanita yang berdiri di hadapan Nic tertarik perlahan, “Itu baru anakku! Kamu memang harus bertanggungjawab sudah melecehkan anak perempuan keduaku,” tandas Nyonya Isaac.“Ayo, Nak. Tinggalkan sebentar Nic dan Amarise di sini. Mereka butuh bicara dan aku harus membasuh wajahku. Untung saja putra semata way
Amarise menatap nanar Range Rover hitam keluar pukul sepuluh malam. Nic pergi sendirian dan Amarise menduga jika pria itu mengunjungi klub malam.Sorot mata perempuan itu berubah lebih redup, melihat lagi map berisi berkas yang sudah ditandatangani sore tadi. Nic bergerak sangat cepat dan menepati ucapannya. Perjanjian pernikahan di atas kertas, legal dan disaksikan pihak ketiga yang kuat. “Di antara keuntungan lain yang bisa aku dapatkan, kenapa kamu menempatkan satu syarat yang sulit, Nic?”Sekalipun Nic menolak pernikahan ini. Tapi pria itu sudah membubuhkan banyak keuntungan materi bagi Amarise. Baik selama menjalani pernikahan ataupun jika pria itu sudah muak.Namun, satu hal yang sulit diterima Amarise, “Di sana tertera, jika aku mengusik sekali saja kesenanganmu bersama perempuan simpananmu, maka kamu akan membawaku tinggal jauh dari orangtuamu.”“Seluruh akses, ponsel, surel dan alat komunikasi dijauhkan, termasuk membawaku ke rumah di desa kecil,” tandasnya terkekeh sedih.“D
Jantung Amarise berdegup kuat. Kedua sudut bibirnya masih tertarik, membentuk lengkungan bahagia. Telapak tangan kanan dan kirinya bertumpu memegang bahu Nic, membiarkan pria itu menggowes sepeda di sekitar area mansion.Area luas ini tidak pernah Amarise sisir. Ia hanya lewat saat berada di dalam mobil, bukan dalam momen manis seperti ini. “Kita akan duduk di sana?!” tanya Amarise sedikit menaikkan volume suara.Tatapannya mengarah pada danau buatan, cukup luas dengan warna cantik yang memperlihatkan perbukitan jarak jauh. Matanya berbinar senang mendapati jalur Nic menuju ke sana. “Ya. Di sana tempat yang tepat untuk beristirahat,” balas pria itu.“Aku pikir kamu akan mengajakku bersepeda.”“Menurutmu ini bukan bersepeda?” tanya balik Nic datar, masih dengan menggowes.Bibir Amarise mengerucut. “Dua sepeda. Bukan satu untuk berdua,” jelasnya setengah kesal.Nic mengedik sekilas. “Aku hanya memiliki satu sepeda. Tidak berniat mengoleksi, kecuali untuk mobil dan motor.”Amarise mencib
“Kenapa kamu mengijinkan Nic untuk menyelesaikan pekerjaannya hari ini? Dia juga sudah memberitahumu untuk lembur. Calon suami macam apa, hingga membiarkan calon istrinya mengurus persiapan sendiri?!”“Pekerjaan Nic memang sedang banyak, Sayang. Aku sudah menawarinya untuk mengalihkan tugas itu pada asisten pribadiku yang juga sering saling membantu dengan putra kita,” jelas Tuan Isaac.“Lalu, kenapa kamu biarkan saja jika masih ada pilihan lain?”“Ma,” sela Amarise lirih.Ia tertunduk takut mendapati calon ibu mertua berdebat dengan suaminya. Amarise sejak awal ditemani Nyonya Isaac untuk mencoba gaun pernikahan yang telah jadi. Momen ini sangat dinantikan Nyonya Isaac agar kehadiran Nic bisa melengkapi atmosfer romantis seperti pasangan calon pengantin lain.“Sebentar, Amarise. Semalam Nic sudah menyanggupi permintaanku, lalu beberapa waktu lalu aku menunggunya sambil menemanimu memakai gaun. Aku pikir dia akan datang terlambat, tapi justru suamiku yang datang dan memberi kabar ini.
Amarise merasakan gugup di antara momen sakral sejak ia memasuki gereja. Para tamu undangan terbatas dan tanpa media, tidak mengurangi rasa sedih dan bahagia Amarise. Seharusnya di antara kenalan keluarga Isaac, ada perwakilan dari pihak Amarise. Tapi orangtua pun tidak ada dan membuat dirinya teramat sedih. Ia sudah berusaha meredam air mata sedari awal. Namun, air mata Amarise luluh saat di antara ia dan Nic mengucapkan janji suci. Ia menangis, tidak terbesit jika ini adalah pernikahan sandiwara dengan intonasi dan kalimat Nic yang teramat menyentuh. “Aku akan selalu menjagamu,” bisik Nic mengakhiri ciuman pasangan suami istri, lalu mengusap lembut kedua pipi Amarise yang basah oleh air mata. Sorot mata dan kalimat lembut itu seolah meminta Amarise menggali lebih jauh. Ia merasa jika ucapan itu bukanlah kalimat yang dilakukan atas dasar sandiwara. Perasaan haru melingkupi Amarise dan berharap ia tidak salah mengartikan ucapan Nic tadi. Keluarga besar Nic melanjutkan pesta di hal