“Tubuhmu indah sekali, Velicia.”
Sentuhan lembut pada kulit mulus Velicia membuat wanita itu mengeliat pelan. Akan tetapi, sepasang matanya yang sudah tampak tidak fokus dan penuh hasrat itu seakan meminta lebih. Ia menggigit bibirnya, menahan lenguhan itu agar tidak keluar.
“Jangan menahannya.” Pria itu terkekeh pelan. “Aku merindukan suaramu.”
Velicia merasakan ibu jari pria tersebut menyapu bibir bagian bawahnya dengan hati-hati, lalu menciumnya dengan panas, membuat Velicia meloloskan desahan di sela-sela ciuman intens tersebut. Apalagi tangan maskulin pria terus memanjakan Velicia di bawah sana.
Sesuatu yang tidak pernah dia dapatkan dari suaminya.
Velicia terbuai dan hanyut dalam perlakuan hangat sang pria. Tanpa menyadari bahwa keesokan paginya, ia terkejut mendapati Arion Brooks, sang mantan kekasih, berbaring di sebelahnya dalam keadaan tanpa busana.
“Arion!?” batin Velicia, panik. “Apa yang–bagaimana dia bisa ada di sini!?”
**
Malam sebelumnya ….
“Apakah kamu berniat mempermalukanku!?”
Velicia menoleh ke arah suaminya saat pria itu menegurnya. Tubuhnya langsung menegang, karena meskipun teguran itu diucapkan dengan nada rendah, nada bicara Raymond terdengar tajam.
“A-ada apa, Sayang?” kata Velicia hati-hati. Ia mengamit lengan Raymond yang langsung ditepis oleh pria itu.
“Bukankah aku sudah katakan kalau aku akan membawamu menemui orang-orang penting? Kenapa riasanmu pucat begitu?” balas Raymond. “Kamu ingin melihat mereka mengejekku karena istriku yang bodoh ini tidak becus dandan?”
Velicia berkedip beberapa kali, berusaha menyamarkan matanya yang mulai berkaca-kaca karena ucapan tajam suaminya. Ia menggenggam clutch di tangannya kuat-kuat untuk menahan diri.
“Akan aku perbaiki sebentar–”
“Tunggu.” Raymond mencengkeram lengan Velicia untuk menahannya pergi. Pria itu kembali menatap wanita di hadapannya dari bawah hingga ujung kepala, seolah sedang mencari kekurangan darinya. Keningnya berkerut saat melakukan hal itu. “Rapikan rambutmu juga. Berantakan sekali. Dan pakai sesuatu di lehermu. Kalung atau apa. Jangan terlalu polos.”
Velicia hanya mengangguk dan berlalu dari hadapan Raymond untuk membenahi dirinya.
Wanita itu memandang pantulan bayangan dirinya di cermin usai membenahi riasannya, menambahkan warna pada wajahnya, tapi tetap menyesuaikan dengan gaun sewarna wine merah yang membentuk lekuk tubuhnya, lalu membetulkan rambut warna ash brown miliknya seperti yang suaminya perintahkan.
Beruntung kali ini Raymond tidak mengomentari pilihan gaunnya atau tinggi sepatu yang ia kenakan. Biasanya, pria itu akan lebih pemilih dan uring-uringan lagi.
Namun, Velicia harus mengerti. Ini berkaitan dengan karier suaminya. Dan sebagai istri yang kedudukannya lebih rendah, tentunya ia harus mendengarkan apa kata suaminya.
Raymond Davis, seorang manajer HR dari perusahaan Global Nova yang selalu mendapatkan penghargaan sebagai karyawan terbaik setiap tahunnya. Pada momen itu pulalah, selama bertahun-tahun, Raymond memamerkan sang istri. Oleh karena itu, selama ini Velicia selalu berusaha menjadi istri yang sempurna di mata suaminya.
Seperti boneka yang harus selalu tampil menawan. Boneka yang wajib memuaskan hasrat hati sang tuan.
“Vel! Kenapa lama sekali?”
Velicia mendengar suara suaminya yang memanggil dari luar. Secepat yang ia bisa, Velicia mengemas kembali riasannya dan berjalan keluar.
“Maaf sudah membuatmu menunggu,” ucapnya ketika berhadapan dengan Raymond. Pria itu langsung mengamati Velicia dari atas sampai bawah, mengulitinya seperti biasa.
Pria itu mengangguk. “Bagus.” Ia tampak berkenan dengan penampilan sang istri kali ini. “Ayo.”
Sesampainya mereka di aula sebuah hotel bintang lima yang ada di pusat kota, alunan suara musik klasik langsung menyapa mereka. Velicia mengedarkan pandangannya ke sekeliling aula sekilas, tapi kemudian langsung kembali fokus ke suaminya saat pria itu menarik Velicia agar mendekat ke arahnya.
“Jangan berbuat macam-macam. Ini acara penting, tidak boleh bersikap sembarangan.”
Velicia tersenyum tipis. “Suamiku, aku selalu mendampingi kamu menghadiri acara ini selama tiga tahun.”
“Ya, dan aku tetap harus mengingatkanmu setiap waktu.” Raymond menghela napas. “Bagaimana jadinya jika tadi aku tidak menegurmu? Apakah kamu akan mengecewakanku?”
“Sayang, aku tadi memakai warna yang lebih netral karena–”
“Jangan mengguruiku, Vel,” tukas Raymond. “Lihat, kan? Padahal baru saja kukatakan agar tidak macam-macam. Kalau mau bereksperimen begitu, jangan datang ke acaraku!”
Velicia menggigit bibirnya untuk menahan diri agar tidak menyahuti ucapan sang suami lagi.
“Sudah, bersikap manislah.” Raymond menandaskan ucapannya. “Dan tersenyumlah. Jangan memasang ekspresi begitu.”
Velicia buru-buru menarik ujung bibirnya ke atas, tersenyum.
“Yang akan kamu temui nanti adalah para atasanku. Orang-orang penting. Kalau kamu tidak mau aku ditendang keluar, jangan berulah. Mengerti? Lakukan semua yang mereka perintahkan.”
Velicia mengangguk, sekalipun merasa janggal.
Raymond mengambil tangan sang istri, lalu melingkarkan pada lengannya. Pria itu membawa sang istri untuk menyapa para atasannya.
"Selamat malam. Maaf atas keterlambatan kami," sapa Raymond pada mereka semua.
"Wah, Raymond kembali membawa istrinya yang cantik.”
“Selamat malam juga, Raymond. Tampaknya kami tahu kenapa kamu terlambat,” balas salah satu pria di sana. “Aku juga rela terlambat kalau membawa wanita seindah ini ke pesta.”
“Benar. Pantas saja Raymond jarang lembur ya. Aku juga tidak mau kerja lembur kalau tahu di rumah ada wanita secantik ini.”
Raymond hanya terkekeh menanggapinya. Sementara Velicia tersenyum sopan di hadapan para atasan sang suami, meskipun ada sesuatu yang mengganjal di hatinya saat mendengar semua pujian itu.
Kenapa ucapan si atasan mengatakan seolah-olah Raymond tidak pernah lembur? Bukankah selama beberapa bulan belakangan ini, Raymond selalu bekerja hingga larut?
"Suatu kebanggaan bagi kami bisa bertemu dengan wanita secantik kamu, Velicia.” Salah seorang pria lain di sana berkata. Velicia menoleh ke arahnya dan mengangguk, karena Raymond menyuruhnya untuk tidak terlalu banyak bicara di acara seperti ini. Pria itu kemudian menyodorkan segelas minuman warna merah padanya.“Minumlah ini,"
Velicia mau tidak mau menerima gelas tersebut. “Terima kasih,” ucapnya, tapi tidak kunjung meminumnya.
“Kenapa tidak diminum?” tanya pria yang sama kemudian.
“Ah.” Velicia menunduk menatap minuman di tangannya dan kembali mendongak sedetik kemudian.
Detik itu jantungnya berdebar lebih cepat saat mendapati semua pasang mata itu sedang melihat ke arahnya dengan sorot mata ganji. Seakan … mereka sangat ingin menelanjanginya.
“Ayo diminum.” Pria yang merupakan atasan suaminya itu kembali berkata. “Biar kamu lebih rileks.”
“Mohon maaf, Tuan,” ucap Velicia memberanikan diri. “Saya kurang bisa minum minuman beralkohol.”
“Manis sekali,” puji pria yang sama. Lalu pada Raymond, pria itu menambahkan, “Apakah kamu melarangnya minum, Raymond?”
“Tidak, Tuan.” Raymond langsung menyangkal. Ia menoleh pada Velicia dan tersenyum. “Sayang, kamu dapat sambutan hangat dari pria-pria terhormat ini,” ucapnya. “Bukankah tidak sopan kalau kamu tidak menanggapinya?”
Pria itu mengangkat gelas di tangan Velicia mendekati bibir wanita itu.
“Ray, tapi aku–”
“Minum,” desis Raymond, hampir tidak menggerakkan bibirnya. Mengancam Velicia dengan sorot matanya, membuat wanita itu langsung tegang. “Jangan menyulitkanku.”
“Istrimu sepertinya gugup, Raymond. Harus lebih santai lagi.”“Saya sepakat, Tuan.” Raymond menanggapi dengan suaranya yang biasa. Tangannya bergerak membimbing Velicia untuk minum. “Ayolah, Sayang, jangan tegang begitu.”Velicia menahan emosi yang mulai bergolak dalam dadanya karena paksaan sang suami, apalagi di hadapan para atasan yang sejak tadi menatap Velicia seperti serigala lapar. Apakah Raymond tidak menyadari sorot mata mesum mereka?Atau … pria itu memang tidak peduli?Pada akhirnya, di bawah desakan semua orang dan tanpa pembelaan dari sang suami, Velicia menandaskan minumannya.Para pria di hadapannya bersorak melihat gelas kosong yang berada di tangan istri Raymond. Keriuhan itu membuat Raymond merasa tersanjung, apalagi para petinggi di perusahaan tempatnya bekerja itu terus memujinya yang memiliki istri cantik nan penurut.Sementara Velicia hanya diam merasakan dadanya seperti terbakar."Minuman ini akan saya persembahkan untuk wanita cantik yang paling bersinar di pe
“Aaahh … Sandra. Tubuhmu nikmat sekali….”Velicia menguatkan dirinya untuk melihat ke arah sumber suara–ke sebuah ruang kecil di dekat tangga darurat. Ia bisa melihat pintunya sedikit terbuka.Di sana, Velicia melihat suaminya tengah melakukan adegan tidak senonoh dengan seorang wanita asing–wanita yang tidak pernah Velicia temui sebelumnya.Jadi, sementara Velicia dilecehkan di dalam sana, Raymond justru … berselingkuh di belakangnya?“Hebat sekali,” desah si wanita yang dipanggil Sandra tadi. “Istrimu pasti puas memiliki suami sepertimu, Ray.”Raymond mendengus. “Kenapa bawa-bawa dia di sini?”“Ah, maaf.” Sandra tertawa kecil. “Bagimu, dia hanya boneka yang bisa dipamerkan saja ya?”“Mmh. Ya.” Raymond kembali menciumi leher Sandra. “Wanita sok polos seperti dirinya hanya bagus untuk dipajang.”Velicia mengepalkan kedua tangannya, sementara tubuhnya bergetar. Hatinya merasakan sakit yang luar biasa dan dadanya terasa sesak, hingga membuat air matanya keluar dengan sendirinya. Ia tah
Raymond berdecak. Jika Velicia memang melihatnya, maka– “Sayang, kenapa di sini? Kamu mencariku?” Raymond menoleh saat mendengar suara itu. Detik berikutnya, seorang wanita memeluk tubuh Raymond dari belakang. Aroma parfum wanita itu sangat memabukkan. “Kamu sudah merindukanku?” Perlahan Raymond berbalik dan dirinya langsung disambut senyuman manis Sandra. Wanita itu masih belum melepaskan pelukannya saat berkata, “Kamu benar-benar menyukaiku rupanya. Tidak bisa lepas dariku, hm?” Seketika amarah Raymond lenyap. Peduli setan dengan istrinya yang kabur. Raymond benar-benar tidak bisa menolak pesona wanita di hadapannya ini. Langsung saja, ia melupakan Velicia. *** “Tubuhmu indah sekali, Velicia.” Sentuhan lembut pada kulit mulus Velicia membuat wanita itu mengeliat pelan. Akan tetapi, sepasang matanya yang sudah tampak tidak fokus dan penuh hasrat itu seakan meminta lebih. Ia menggigit bibirnya, menahan lenguhan itu agar tidak keluar. “Jangan menahannya.” Pria itu terkekeh p
"Mama?!" Kedua mata Velicia terbelalak melihat ibu mertuanya yang sedang berdiri di depan pintu rumahnya. Wanita paruh baya itu melihat penampilan menantunya dari atas hingga bawah. Berantakan! Nilai yang diberikan sang mertua padanya. "Minggir!" ujarnya sembari menyingkirkan sang menantu dari hadapannya. Dia berjalan masuk tanpa dipersilahkan oleh si pemilik rumah. Anna Hayden, istri dari Alexander Davis merupakan seorang ibu rumah tangga tanpa karir yang mempunyai mimpi besar untuk keluarganya. Ambisinya untuk menjadi salah satu wanita kelas atas yang dihormati di kota tersebut membuatnya menghalalkan berbagai macam cara. Seperti saat ini, dia ingin menikahkan Raymond yang sudah beristrikan Velicia dengan putri dari salah satu pejabat tinggi di kota tersebut. Wanita berambut hitam sebahu itu menelisik tiap ruangan. Tidak ada pujian yang keluar dari bibirnya, melainkan celaan yang ditujukan pada sang menantu."Tidak kusangka Raymond telah menikahi wanita pemalas sepertimu," tutur
Suara Velicia dapat didengar oleh sang suami dan ibunya. Seketika keduanya menoleh ke arah sumber suara. "Velicia, kamukah itu?" tanya Raymond menyelidik dari tempatnya berdiri.Badan Velicia menegang. Tangan kanannya menutup bibirnya. Akan tetapi, dia sadar jika hanya sia-sia. Suaminya kembali memanggilnya, dan mempertanyakan keberadaannya. Dia memejamkan matanya, dan menyiapkan hatinya. Sedetik kemudian, dia pun keluar dari tempat persembunyiannya. Selangkah demi selangkah kakinya membawanya menghampiri mereka. "Kamu menguping?" tanya wanita paruh baya itu sambil tersenyum miring pada menantunya.Velicia berdiri tepat di hadapannya. Dia menatap tegas pada sang ibu mertua , seolah tidak mempunyai rasa takut sedikit pun padanya. "Bagaimana jika wanita itu tidak bisa memberikan keturunan ketika sudah menikah dengan Raymond? Apa Mama akan mencarikan wanita lain lagi untuk dinikahi Raymond?" tanyanya serius, tanpa kenal rasa takut."Velicia! Jaga ucapanmu!" bentak Raymond. Sorot mata
Raymond meninggalkan rumah dengan membawa amarahnya pada sang istri. Dia merasa hina di mata istrinya. Memanglah benar dia telah berselingkuh dan berhubungan badan dengan wanita lain. Akan tetapi, hanya dengan satu wanita saja, tidak lebih.Namun, bagaimanapun dia telah berselingkuh dari istrinya, dan dia menyadari hal itu. Awalnya dia hanya bersenang-senang dengan Sandra, tapi hubungan panas mereka membuat keduanya ketagihan. Sehingga ingin mengulangnya lagi dan lagi. Tanpa sadar mereka berdua saling terikat oleh kebutuhan biologis yang telah mereka lakukan."Shit!" umpatnya ketika mengingat tatapan mata sang istri pada saat bertanya padanya. "Apa mungkin dia mengetahuinya?" gumamnya sembari mengemudi."Tidak. Aku rasa dia tidak mungkin mengetahuinya. Ini semua karena Mama," sambungnya kembali.Beberapa detik kemudian, dia teringat akan sesuatu yang akan dilakukannya ketika bertemu dengan istrinya. Seketika dia mengerem mobilnya."Sial! Bukankah aku harus menanyakan padanya tentang
"Ternyata anda hanya berpura-pura saja, Tuan Alfredo. Pasti anda sangat puas dengan pelayanan dari istriku, Velicia. Berarti semalam Velicia berada di dalam kamar Tuan Alfredo. Seperti dugaanku, kamu sangat bisa diandalkan, Velicia," gumamnya sambil tersenyum melewati koridor menuju ruang pertemuan.Raymond melangkah dengan sangat percaya diri. Dia sangat yakin jika pertemuan itu diadakan untuk peresmian kenaikan jabatannya yang disaksikan oleh seluruh anggota direksi dan juga Presdir perusahaan tersebut. Rasa percaya dirinya yang begitu besar membuat Raymond lupa akan permintaan konyol atasannya. Senyuman Raymond mengembang tanpa henti, hingga membuat sang atasan tersenyum miring melihatnya. Tidak ada kekhawatiran yang terlihat dari wajah seorang Raymond Davis. Bagi keluarga Davis, Raymond sangatlah hebat dan sangat bisa diandalkan. Sehingga membuat Raymond semakin angkuh dan arogan."Karyawan terbaik dan patut menjadi teladan untuk karyawan lainnya di perusahaan ini adalah ...."De
"Kenapa? Sejak kapan kamu penasaran dengan apa yang aku lakukan? Bukankah semalam kamu mempunyai kesibukan sendiri, sehingga tidak mengingatku sama sekali?" tanya balik Velicia sembari tersenyum miring pada pria yang berstatus suaminya dan berdiri di hadapannya.Seketika mata Raymond terbelalak. Sebisa mungkin dia menyembunyikan ekspresi terkejutnya agar sang istri tidak mengetahuinya."Apa maksudmu?" tanyanya dengan sedikit gugup." Apa kamu bersenang-senang tanpa istrimu?" tanya Velicia kembali sambil tersenyum miring.Raymond terkesiap. 'Apa dia mengetahuinya?' tanyanya dalam hati.Velicia mengetahui kegugupan suaminya. Dia pun kembali menyerangnya dengan berbagai macam pertanyaan untuk menyerangnya."Benar begitu, bukan? Kamu sibuk bersenang-senang hingga meninggalkan istrimu bersama para lelaki hidung belang untuk menghibur mereka. Kamu sama sekali tidak ingat pada istrimu. Kamu egois! Kamu hanya mementingkan dirimu sendiri!" Ujarnya menggebu-gebu."Apa buktinya?!" tanya Raymond
Seketika Raymond dan mamanya menoleh ke arah Velicia. Ibu dan anak tersebut menatap bingung padanya.'Apa dia tidak memperkenalkan diri pada Tania?' batin Anna.'Berarti Velicia tidak mengatakan siapa dirinya pada Tania,' batin Raymond."Kenapa semuanya diam? Apa ada yang salah dengan pertanyaanku?" tanya Tania seraya melihat Raymond dan mamanya secara bergantian.Anna tersenyum kikuk pada wanita yang akan dijodohkan dengan putranya. Raymond pun demikian. Dia melihat ke arah sang ibu tanpa berani menjawabnya. Sedangkan Velicia, dia tersenyum miring mengetahui bahwa sang suami takut salah menjawab. Dia sangat tahu betul jika suaminya takut pada mamanya."Bukankah kalian sudah berkenalan?" tanya wanita paruh baya itu sembari memaksakan senyumnya."Kalian tenang saja, aku tidak memperkenalkan diriku padanya. Bahkan aku tidak mengatakan sepatah kata pun padanya," tutur Velicia dengan memperlihatkan wajah datarnya.Kemudian dia meninggalkan ruangan tersebut untuk menenangkan hatinya. Bagai
Sontak saja Velicia mengalihkan pandangannya pada pintu kamar mandi. Tubuhnya menegang melihat sang suami yang masih dalam keadaan polos dan basah di sekujur tubuh, serta kepalanya yang penuh busa hingga menutupi kedua matanya. Namun, detik berikutnya dia bernafas lega setelah menyadari bahwa kedua mata suaminya terpejam. Secepat kilat dia meletakkan kembali ponsel milik suaminya ke tempat semula."Cepat buka pintunya! Gendang telingaku bisa pecah mendengarnya!' seru Raymond yang masih berdiri di tempat tersebut dengan mata yang terpejam.Velicia berjalan santai ke arah pintu kamarnya sembari menertawakan suaminya dalam hati.'Sekarang kamu baru bisa merasakan apa yang aku rasakan,' batinnya sambil tersenyum miring.Setelah mendengar suara pintu kamar yang ditutup oleh istrinya, Raymond kembali masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh busa yang ada di kepalanya. Tadinya dia ingin berlama-lama mengguyur kepalanya dengan air yang keluar dari shower untuk mengenyahkan Velicia dari isi
Tepat pada saat itu, terdengar suara dering telpon yang berasal dari dalam tas yang dipangku oleh Velicia. Dengan segera Velicia mengambil ponselnya agar tidak menambah kekesalan sang mantan.Dengan terpaksa dia menerima panggilan telpon tersebut setelah melihat nama yang tertera pada layar ponselnya. 'Pulang sekarang juga! Jika tidak, orang tuamu lah yang akan menerima akibatnya!'"Putar balik sekarang juga!" ujarnya tanpa berpikir panjang.Arion melihat kepanikan Velicia. Dia segera menghentikan mobilnya di tepi jalan." Ada apa? Siapa yang menelponmu?" tanya Arion penasaran."Tolong antarkan aku kembali ke rumah sekarang juga," jawabnya dengan panik.Arion mengerutkan dahinya. Dia menatap curiga pada wanita masa lalunya itu."Kenapa? Apa dia yang menelponmu? Apa dia mengancammu?" tanyanya bertubi-tubi."Cepat antarkan aku pulang sekarang juga, sebelum dia kembali menelponku. Aku hanya tidak ingin dia mengganggu ketenangan orang tuaku," jawab Velicia dengan tatapan memohon padanya
Raymond terhenyak. 'Apa dia mengetahuinya?' tanyanya dalam hati."Kamu ... apa yang kamu ketahui?" Tanyanya dengan tatapan menyelidik.Velicia semakin mengetahui nilai dirinya di mata sang suami. Bahkan dirinya tidak berharga sama sekali ketika tidak dapat dimanfaatkan oleh suaminya."Jadi kamu tidak keberatan jika wanitamu ditiduri oleh pria lain?" tanya Velicia sambil tersenyum miring.'Jadi dia sudah tahu. Bagaimana bisa dia tahu? Apa aku harus mempertanyakannya?' batin Raymond bertanya-tanya.Velicia terkekeh melihat ekspresi bingung wajah suaminya yang berusaha disembunyikannya. "Kamu pasti biertanya-tanya, dari mana aku mengetahuinya," ucapnya setelah menghentikan tawanya.Amarah Raymond kembali tersulut. Kedua tangannya mengepal kuat untuk menahannya. Dia sangat lelah, sehingga tidak ingin menggunakan tenaganya saat ini."Dia putri dari keluarga kaya raya. Tidak seperti kamu yang hanya bisa membantu dengan tubuhmu," ujar Raymond sembari tersenyum miring melihat tubuh sang istr
"Tuan Alfredo yang buncit itu?" tanya sandra menyelidik.Raymond menganggukkan kepalanya menanggapi pertanyaan dari kekasihnya yang telah dimintai tolong olehnya."Pria botak yang sedang berbicara dengan Papa di restoran hotel ini?" tanyanya kembali.Lagi-lagi Raymond menganggukkan kepalanya. Wajahnya terlihat sedih. Sorot matanya memperlihatkan kekecewaannya pada seseorang yang namanya sedang mereka bahas."Kenapa kamu diam saja diperlakukan seperti itu?!" tanya sandra dengan meninggikan suaranya."Bagaimana lagi, aku hanya seorang bawahan. Sedangkan dia adalah atasanku. Jadi sudah sewajarnya dia memanfaatkan aku. Dia juga berhak tidak menepati janjinya untuk menaikkan jabatanku. Pasti dia berpikiran seperti itu," ujar Raymond seolah telah menjadi korban semena-mena dari atasannya.Sandra termakan oleh semua ucapan kekasihnya. Dia menjadi geram pada sosok Tuan Alfredo yang telah membodohi Raymond sebagai bawahannya. "Lihat saja, aku akan membuat si botak berperut buncit itu meminta
"A-apa?!" Velicia terhenyak. Tinggal bersama sang mantan? Tidak pernah terbersit sedikit pun di benaknya. Andai saja kondisinya tidak seperti sekarang, mungkin dia akan menyetujuinya tanpa banyak pertimbangan. Kenapa tidak pada saat perjodohan dengan Raymond saja dia kabur dan tinggal bersama dengan Arion, daripada hidup tersiksa dan menanggung beban perasaan, pikiran serta emosional seperti saat ini? Pikiran inilah yang terbersit saat ini di benak Velicia."Maksudku kamu bisa tinggal di apartemenku. Aku tinggal di tempat lain," ucap Arion gugup meralat perkataannya."Meskipun aku menginginkan kita bisa hidup bersama," sambungnya lirih.Velicia menundukkan kepalanya menyembunyikan rona merah yang menghiasi pipinya. Jauh dalam lubuk hatinya menginginkan hal yang sama. Tiba-tiba saja dia teringat akan sesuatu. Seketika dia menghadap ke arah si pengemudi mobil tersebut."Bagaimana dengan istrimu? Apa kalian tidak tinggal di apartemen?" tanyanya penasaran.Arion menggelengkan kepalanya.
'Cukup!' teriak Velicia dalam hati. Dia berlalu pergi tanpa mengatakan apa pun pada suaminya. Air matanya menetes begitu saja mengiringi langkahnya yang membawa rasa malu dan juga sakit hatinya.Tiba-tiba tangan Velicia ditarik oleh seseorang dari arah belakang. Sepertinya orang tersebut berniat untuk menghentikannya. Kaki Velicia pun berhenti melangkah, tapi dalam hatinya dia tidak akan kembali meskipun sang suami mengancam untuk menghabisinya."Berhenti!" Suara itu sangat dikenalnya. Benar dugaannya. Pemilik suara tersebut adalah Raymond Davis, suaminya. "Jalankan sesuai rencana. Bagaimanapun caranya kamu harus bisa membuat Tuan Alfredo memihak ku, agar menaikkan jabatanku seperti janjinya," sambungnya lirih di samping telinga sang istri.Velicia menghempaskan tangan suaminya, berusaha untuk lepas darinya. Cukup sudah dia mempermalukan dirinya selama ini di hadapan rekan kerja dan atasan suaminya. Sekarang dia mendengar sendiri dari bibir pria botak berperut buncit itu. Harga diri
Kedua tangan Velicia mencengkeram erat kain penutup ranjang yang sedang didudukinya. 'Manusia biadab! Aku pastikan kamu akan mendapatkan hukuman dari semua perbuatanmu padaku!' batinnya menggerutu."Tunggu apalagi?! Cepat ganti baju lusuh mu itu dengan gaun mahal yang aku belikan!" Perintah Raymond dengan suara meninggi.Velicia tidak bergerak. Dia mencoba memberontak dengan tidak melakukan perintah suaminya. Akan tetapi, hal itu justru memicu kemarahan sang suami. Raymond kembali meraih pergelangan tangan wanita lemah itu dan menariknya."Kamu benar-benar menguji kesabaranku, Velicia!" bentaknya sambil menyeret sang istri ke arah lemari.Tidak ada perlawanan dari Velicia. Wanita lemah yang kini mulai bangkit itu hanya diam seperti sebelumnya. Dia menunggu waktu yang tepat untuk menghancurkan sang suami ketika mulai lengah dan tidak berdaya."Aku beri waktu sepuluh menit untuk mengganti pakaianmu dan berdandanlah secantik mungkin, seperti malam kemarin, hingga bisa membuat semua oran
"Kenapa? Sejak kapan kamu penasaran dengan apa yang aku lakukan? Bukankah semalam kamu mempunyai kesibukan sendiri, sehingga tidak mengingatku sama sekali?" tanya balik Velicia sembari tersenyum miring pada pria yang berstatus suaminya dan berdiri di hadapannya.Seketika mata Raymond terbelalak. Sebisa mungkin dia menyembunyikan ekspresi terkejutnya agar sang istri tidak mengetahuinya."Apa maksudmu?" tanyanya dengan sedikit gugup." Apa kamu bersenang-senang tanpa istrimu?" tanya Velicia kembali sambil tersenyum miring.Raymond terkesiap. 'Apa dia mengetahuinya?' tanyanya dalam hati.Velicia mengetahui kegugupan suaminya. Dia pun kembali menyerangnya dengan berbagai macam pertanyaan untuk menyerangnya."Benar begitu, bukan? Kamu sibuk bersenang-senang hingga meninggalkan istrimu bersama para lelaki hidung belang untuk menghibur mereka. Kamu sama sekali tidak ingat pada istrimu. Kamu egois! Kamu hanya mementingkan dirimu sendiri!" Ujarnya menggebu-gebu."Apa buktinya?!" tanya Raymond