“Istrimu sepertinya gugup, Raymond. Harus lebih santai lagi.”
“Saya sepakat, Tuan.” Raymond menanggapi dengan suaranya yang biasa. Tangannya bergerak membimbing Velicia untuk minum. “Ayolah, Sayang, jangan tegang begitu.”
Velicia menahan emosi yang mulai bergolak dalam dadanya karena paksaan sang suami, apalagi di hadapan para atasan yang sejak tadi menatap Velicia seperti serigala lapar. Apakah Raymond tidak menyadari sorot mata mesum mereka?
Atau … pria itu memang tidak peduli?
Pada akhirnya, di bawah desakan semua orang dan tanpa pembelaan dari sang suami, Velicia menandaskan minumannya.
Para pria di hadapannya bersorak melihat gelas kosong yang berada di tangan istri Raymond. Keriuhan itu membuat Raymond merasa tersanjung, apalagi para petinggi di perusahaan tempatnya bekerja itu terus memujinya yang memiliki istri cantik nan penurut.
Sementara Velicia hanya diam merasakan dadanya seperti terbakar.
"Minuman ini akan saya persembahkan untuk wanita cantik yang paling bersinar di pesta!"
Tiba-tiba salah satu pria di antara mereka kembali berucap sambil memberikan sebuah gelas yang berisi minuman berwarna kuning keemasan pada Velicia.
Sepasang mata wanita itu membelalak.
“Lagi?” batin Velicia. Bukankah satu saja sudah cukup?
Tadi pria berdasi hitam itu yang memberikan minuman berwarna merah, dan sekarang pria berdasi marun ini yang memberikan dia minuman warna lain.
Apa tiga pria lainnya akan memaksaku minum lagi nantinya?
Bagaimana ia bisa bertahan hingga pesta berakhir?
“Oh, tidak diambil?” Pria berdasi marun itu tersenyum miring. Matanya berkilat licik. "Apa ini artinya niat baik saya ditolak?"
"Ah, bukan begitu, Tuan. Velicia hanya sedikit pemalu saja," ujar Raymond sambil merampas gelas di tangan istrinya, dan menggerakkan tangan sang istri untuk menerima gelas yang baru.
Velicia menatap tidak percaya pada suaminya. “Ray, aku tidak–”
Namun, Raymond kembali mengabaikan protes istrinya dan membuat Velicia menghabiskan minuman itu dalam sekali minum.
Sekumpulan para pria itu kembali bersorak, serta tidak henti-hentinya meneriakkan nama Velicia. Menghujani pujian yang bukannya membuat Velicia tersanjung, melainkan jijik.
"Kamu sungguh hebat, Velicia. Kami sangat bangga padamu. Saya persembahkan minuman ini hanya untuk bidadari hebat sepertimu," tutur pria lainnya dengan memberikan segelas minuman berwarna biru padanya.
“Tuan, saya sudah tidak sanggup.”
“Ayolah, satu lagi.”
“Ayolah, Velicia. Kamu terlihat sangat cantik ketika minum.”
Velicia berusaha menolak karena ia merasakan ada yang aneh pada tubuhnya. Sementara itu, Raymond justru tertawa melihat para atasannya sangat antusias.
Pria itu sama sekali tidak peduli pada Velicia yang tersiksa pada tuntutan para atasan tersebut.
Tanpa memikirkan yang lainnya, dia pun kembali memaksa sang istri untuk meminumnya dengan sekali tegukan.
Velicia hampir tidak bisa bernapas. Akan tetapi, dia mampu mengendalikan dirinya setelah mendengar bisikan sang suami di telinganya.
"Minum sampai habis."
"Jangan berhenti sebelum menghabiskan semuanya," sambungnya kemudian.
Setelah menghabiskan semua minuman itu, sorakan kembali terdengar riuh mengalahkan suara musik klasik yang mengalun indah dalam pesta mewah tersebut. Perut Velicia merasa mual, dan ingin memuntahkan seluruh isi dalam perutnya.
"Tahan!" bisik Raymond ketika melihat sang istri akan muntah. "Jangan muntah di sini! Kamu mau membuatku malu!?"
Sekuat tenaga Velicia menahan rasa mualnya. Lima … enam gelas, yang ia tegak begitu saja tadi.
Namun, sepertinya Raymond tidak peduli dengan jumlah minuman keras yang dipaksa masuk ke dalam tubuh Velicia, ataupun kenyataan bahwa saat ini Velicia tengah sekuat tenaga menahan dirinya agar tetap berdiri dan sadar.
Pria itu justru dengan santainya berbincang dengan para atasan dan tertawa pada candaan yang bosnya lemparkan.
“Katanya istrimu tidak kuat minum. Tapi nyatanya sekarang dia masih berdiri tegak begitu.”
“Betul. Istrimu bohong buat jaga imej ya, Ray?”
“Ah, tidak. Memang kadang dia suka merendah. Tapi sebenarnya dia mampu.” Raymond tertawa. “Memang selayaknya istri Raymond Davis.”
Mata Velicia memejam saat merasakan sensasi panas menyebar di perutnya, terus naik ke dada.
“Oh, Sayang. Aku harus menyapa seseorang. Kamu tunggu di sini dan temani Tuan-Tuan ini ya. Aku tidak akan lama.”
Sepasang mata Velecia baru terbuka saat Raymond mengatakan hal itu. Sontak, tangannya menggenggam lengan sang suami.
“Aku ikut,” bisiknya. Kenapa tiba-tiba ia ditinggalkan? Bukankah Raymond ke sini untuk memamerkannya? Sampai Velecia harus menyuguhkan adegan hiburan seperti tadi?
Kenapa Raymond justru menyuruhnya bersama para pria ini?
“Jadilah istri yang baik dan tunggu aku di sini.” Raymond menarik tangannya. Lalu pada para atasannya, ia berkata dengan sopan, “Saya permisi sebentar.”
Velicia menatap punggung suaminya yang berjalan semakin jauh darinya. Bahkan ia tidak melihat ada kekhawatiran sama sekali dari suaminya.
Hatinya sakit sekali. Memang selama ini ia bukan istri yang baik? Bukankah Velicia selalu mendengarkan dan melaksanakan apa kata suaminya?
“Tidak perlu sedih begitu,” ucap salah seorang pria yang merupakan atasan Raymond. Sosok itulah yang pertama kali menyuruhnya tadi. Kenzo namanya. “Bukankah di sini ada banyak pria lain yang bisa menjagamu?”
Sepasang mata Velicia terbelalak. Apalagi saat lengan pria itu melingkari pinggulnya.
Buru-buru Velicia menarik diri. Namun, meski ia sukses melepaskan diri, seorang pria lain sudah menyambutnya. Kali ini pria itu merangkul pundaknya dan menariknya mendekat.
“Tuan-Tuan, mohon jangan seperti ini,” ucap Velicia, akhirnya bersuara. Ia kembali menghindar, menahan diri agar tidak langsung menendang atau menyakiti atasan suaminya itu dengan cara apa pun.
“Oh, memang harusnya bagaimana?” Kenzo kembali berucap sembari mencekal pergelangan tangan Velicia dan menarik gadis itu ke arahnya. “Seperti ini?”
Velicia terkesiap, apalagi saat ia merasakan tangan pria itu menyentuh pantatnya, lalu meremasnya pelan. Belum sempat ia menarik diri, pria itu sudah mendekatkan wajahnya pada leher Velecia, membuatnya bisa mendengar napas Kenzo yang berat.
Tidak … ia tidak boleh diam saja!
Velicia melihat sekeliling, mencari jalan keluar. Akan tetapi yang bisa ia temukan hanyalah tatapan melecehkan dari para atasan suaminya tersebut.
Bahkan suaminya saja tidak kelihatan ada di mana.
“Ray menitipkanmu pada kami. Jangan khawatir, kami akan menjagamu dengan baik.”
Ucapan itu membuat Velecia menggeleng kuat-kuat.
Beruntung untuknya, tiba-tiba, salah seorang asisten menghampiri pria yang tengah merangkulnya dan berbisik, “Tuan, Presdir sudah datang.”
Segera, Velicia menarik diri dan bergumam, “Mohon maaf, saya permisi mau ke toilet.”
Tanpa menunggu respons yang lain, Velicia melepaskan diri dan menjauh dari kerumunan. Untungnya juga, tidak ada yang mencegahnya.
Velicia tidak peduli jika Raymond akan mengutuknya nanti. Ataupun menghukumnya di rumah. Sudah untung Velicia tidak menggigit ataupun menendang orang yang melecehkannya tadi.
Mengingatnya membuat tubuh Velicia bergetar dan ingin menangis. Hatinya sakit–lebih sesak lagi saat tidak mengetahui Raymond tidak ada di mana-mana.
Velicia memutuskan untuk keluar dari aula dan menyusuri lorong yang lebih sepi.
Lalu tiba-tiba Velicia merasakan tubuhnya limbung dan ia harus bersandar pada dinding koridor agar tidak jatuh.
Detik itulah, Velicia mendengarnya.
“Raymond–Sayang, ah! Lebih cepat lagi–”
Seketika tubuh Velicia membeku. Hawa dingin merambati tengkuknya.
“Tidak,” gumam wanita itu. Yang dimaksud pasti bukan suaminya. Suaminya mustahil melakukan hal itu ketika Velicia sudah memberikan semuanya. “Tidak mungkin–”
“Aaahh … Sandra. Tubuhmu nikmat sekali….”
Tubuh Velicia nyaris meluruh ke lantai. Itu suara suaminya ….
“Aaahh … Sandra. Tubuhmu nikmat sekali….”Velicia menguatkan dirinya untuk melihat ke arah sumber suara–ke sebuah ruang kecil di dekat tangga darurat. Ia bisa melihat pintunya sedikit terbuka.Di sana, Velicia melihat suaminya tengah melakukan adegan tidak senonoh dengan seorang wanita asing–wanita yang tidak pernah Velicia temui sebelumnya.Jadi, sementara Velicia dilecehkan di dalam sana, Raymond justru … berselingkuh di belakangnya?“Hebat sekali,” desah si wanita yang dipanggil Sandra tadi. “Istrimu pasti puas memiliki suami sepertimu, Ray.”Raymond mendengus. “Kenapa bawa-bawa dia di sini?”“Ah, maaf.” Sandra tertawa kecil. “Bagimu, dia hanya boneka yang bisa dipamerkan saja ya?”“Mmh. Ya.” Raymond kembali menciumi leher Sandra. “Wanita sok polos seperti dirinya hanya bagus untuk dipajang.”Velicia mengepalkan kedua tangannya, sementara tubuhnya bergetar. Hatinya merasakan sakit yang luar biasa dan dadanya terasa sesak, hingga membuat air matanya keluar dengan sendirinya. Ia tah
Raymond berdecak. Jika Velicia memang melihatnya, maka– “Sayang, kenapa di sini? Kamu mencariku?” Raymond menoleh saat mendengar suara itu. Detik berikutnya, seorang wanita memeluk tubuh Raymond dari belakang. Aroma parfum wanita itu sangat memabukkan. “Kamu sudah merindukanku?” Perlahan Raymond berbalik dan dirinya langsung disambut senyuman manis Sandra. Wanita itu masih belum melepaskan pelukannya saat berkata, “Kamu benar-benar menyukaiku rupanya. Tidak bisa lepas dariku, hm?” Seketika amarah Raymond lenyap. Peduli setan dengan istrinya yang kabur. Raymond benar-benar tidak bisa menolak pesona wanita di hadapannya ini. Langsung saja, ia melupakan Velicia. *** “Tubuhmu indah sekali, Velicia.” Sentuhan lembut pada kulit mulus Velicia membuat wanita itu mengeliat pelan. Akan tetapi, sepasang matanya yang sudah tampak tidak fokus dan penuh hasrat itu seakan meminta lebih. Ia menggigit bibirnya, menahan lenguhan itu agar tidak keluar. “Jangan menahannya.” Pria itu terkekeh p
"Mama?!" Kedua mata Velicia terbelalak melihat ibu mertuanya yang sedang berdiri di depan pintu rumahnya. Wanita paruh baya itu melihat penampilan menantunya dari atas hingga bawah. Berantakan! Nilai yang diberikan sang mertua padanya. "Minggir!" ujarnya sembari menyingkirkan sang menantu dari hadapannya. Dia berjalan masuk tanpa dipersilahkan oleh si pemilik rumah. Anna Hayden, istri dari Alexander Davis merupakan seorang ibu rumah tangga tanpa karir yang mempunyai mimpi besar untuk keluarganya. Ambisinya untuk menjadi salah satu wanita kelas atas yang dihormati di kota tersebut membuatnya menghalalkan berbagai macam cara. Seperti saat ini, dia ingin menikahkan Raymond yang sudah beristrikan Velicia dengan putri dari salah satu pejabat tinggi di kota tersebut. Wanita berambut hitam sebahu itu menelisik tiap ruangan. Tidak ada pujian yang keluar dari bibirnya, melainkan celaan yang ditujukan pada sang menantu."Tidak kusangka Raymond telah menikahi wanita pemalas sepertimu," tutur
Suara Velicia dapat didengar oleh sang suami dan ibunya. Seketika keduanya menoleh ke arah sumber suara. "Velicia, kamukah itu?" tanya Raymond menyelidik dari tempatnya berdiri.Badan Velicia menegang. Tangan kanannya menutup bibirnya. Akan tetapi, dia sadar jika hanya sia-sia. Suaminya kembali memanggilnya, dan mempertanyakan keberadaannya. Dia memejamkan matanya, dan menyiapkan hatinya. Sedetik kemudian, dia pun keluar dari tempat persembunyiannya. Selangkah demi selangkah kakinya membawanya menghampiri mereka. "Kamu menguping?" tanya wanita paruh baya itu sambil tersenyum miring pada menantunya.Velicia berdiri tepat di hadapannya. Dia menatap tegas pada sang ibu mertua , seolah tidak mempunyai rasa takut sedikit pun padanya. "Bagaimana jika wanita itu tidak bisa memberikan keturunan ketika sudah menikah dengan Raymond? Apa Mama akan mencarikan wanita lain lagi untuk dinikahi Raymond?" tanyanya serius, tanpa kenal rasa takut."Velicia! Jaga ucapanmu!" bentak Raymond. Sorot mata
Raymond meninggalkan rumah dengan membawa amarahnya pada sang istri. Dia merasa hina di mata istrinya. Memanglah benar dia telah berselingkuh dan berhubungan badan dengan wanita lain. Akan tetapi, hanya dengan satu wanita saja, tidak lebih.Namun, bagaimanapun dia telah berselingkuh dari istrinya, dan dia menyadari hal itu. Awalnya dia hanya bersenang-senang dengan Sandra, tapi hubungan panas mereka membuat keduanya ketagihan. Sehingga ingin mengulangnya lagi dan lagi. Tanpa sadar mereka berdua saling terikat oleh kebutuhan biologis yang telah mereka lakukan."Shit!" umpatnya ketika mengingat tatapan mata sang istri pada saat bertanya padanya. "Apa mungkin dia mengetahuinya?" gumamnya sembari mengemudi."Tidak. Aku rasa dia tidak mungkin mengetahuinya. Ini semua karena Mama," sambungnya kembali.Beberapa detik kemudian, dia teringat akan sesuatu yang akan dilakukannya ketika bertemu dengan istrinya. Seketika dia mengerem mobilnya."Sial! Bukankah aku harus menanyakan padanya tentang
"Ternyata anda hanya berpura-pura saja, Tuan Alfredo. Pasti anda sangat puas dengan pelayanan dari istriku, Velicia. Berarti semalam Velicia berada di dalam kamar Tuan Alfredo. Seperti dugaanku, kamu sangat bisa diandalkan, Velicia," gumamnya sambil tersenyum melewati koridor menuju ruang pertemuan.Raymond melangkah dengan sangat percaya diri. Dia sangat yakin jika pertemuan itu diadakan untuk peresmian kenaikan jabatannya yang disaksikan oleh seluruh anggota direksi dan juga Presdir perusahaan tersebut. Rasa percaya dirinya yang begitu besar membuat Raymond lupa akan permintaan konyol atasannya. Senyuman Raymond mengembang tanpa henti, hingga membuat sang atasan tersenyum miring melihatnya. Tidak ada kekhawatiran yang terlihat dari wajah seorang Raymond Davis. Bagi keluarga Davis, Raymond sangatlah hebat dan sangat bisa diandalkan. Sehingga membuat Raymond semakin angkuh dan arogan."Karyawan terbaik dan patut menjadi teladan untuk karyawan lainnya di perusahaan ini adalah ...."De
"Kenapa? Sejak kapan kamu penasaran dengan apa yang aku lakukan? Bukankah semalam kamu mempunyai kesibukan sendiri, sehingga tidak mengingatku sama sekali?" tanya balik Velicia sembari tersenyum miring pada pria yang berstatus suaminya dan berdiri di hadapannya.Seketika mata Raymond terbelalak. Sebisa mungkin dia menyembunyikan ekspresi terkejutnya agar sang istri tidak mengetahuinya."Apa maksudmu?" tanyanya dengan sedikit gugup." Apa kamu bersenang-senang tanpa istrimu?" tanya Velicia kembali sambil tersenyum miring.Raymond terkesiap. 'Apa dia mengetahuinya?' tanyanya dalam hati.Velicia mengetahui kegugupan suaminya. Dia pun kembali menyerangnya dengan berbagai macam pertanyaan untuk menyerangnya."Benar begitu, bukan? Kamu sibuk bersenang-senang hingga meninggalkan istrimu bersama para lelaki hidung belang untuk menghibur mereka. Kamu sama sekali tidak ingat pada istrimu. Kamu egois! Kamu hanya mementingkan dirimu sendiri!" Ujarnya menggebu-gebu."Apa buktinya?!" tanya Raymond
Kedua tangan Velicia mencengkeram erat kain penutup ranjang yang sedang didudukinya. 'Manusia biadab! Aku pastikan kamu akan mendapatkan hukuman dari semua perbuatanmu padaku!' batinnya menggerutu."Tunggu apalagi?! Cepat ganti baju lusuh mu itu dengan gaun mahal yang aku belikan!" Perintah Raymond dengan suara meninggi.Velicia tidak bergerak. Dia mencoba memberontak dengan tidak melakukan perintah suaminya. Akan tetapi, hal itu justru memicu kemarahan sang suami. Raymond kembali meraih pergelangan tangan wanita lemah itu dan menariknya."Kamu benar-benar menguji kesabaranku, Velicia!" bentaknya sambil menyeret sang istri ke arah lemari.Tidak ada perlawanan dari Velicia. Wanita lemah yang kini mulai bangkit itu hanya diam seperti sebelumnya. Dia menunggu waktu yang tepat untuk menghancurkan sang suami ketika mulai lengah dan tidak berdaya."Aku beri waktu sepuluh menit untuk mengganti pakaianmu dan berdandanlah secantik mungkin, seperti malam kemarin, hingga bisa membuat semua oran
Seketika Raymond dan mamanya menoleh ke arah Velicia. Ibu dan anak tersebut menatap bingung padanya.'Apa dia tidak memperkenalkan diri pada Tania?' batin Anna.'Berarti Velicia tidak mengatakan siapa dirinya pada Tania,' batin Raymond."Kenapa semuanya diam? Apa ada yang salah dengan pertanyaanku?" tanya Tania seraya melihat Raymond dan mamanya secara bergantian.Anna tersenyum kikuk pada wanita yang akan dijodohkan dengan putranya. Raymond pun demikian. Dia melihat ke arah sang ibu tanpa berani menjawabnya. Sedangkan Velicia, dia tersenyum miring mengetahui bahwa sang suami takut salah menjawab. Dia sangat tahu betul jika suaminya takut pada mamanya."Bukankah kalian sudah berkenalan?" tanya wanita paruh baya itu sembari memaksakan senyumnya."Kalian tenang saja, aku tidak memperkenalkan diriku padanya. Bahkan aku tidak mengatakan sepatah kata pun padanya," tutur Velicia dengan memperlihatkan wajah datarnya.Kemudian dia meninggalkan ruangan tersebut untuk menenangkan hatinya. Bagai
Sontak saja Velicia mengalihkan pandangannya pada pintu kamar mandi. Tubuhnya menegang melihat sang suami yang masih dalam keadaan polos dan basah di sekujur tubuh, serta kepalanya yang penuh busa hingga menutupi kedua matanya. Namun, detik berikutnya dia bernafas lega setelah menyadari bahwa kedua mata suaminya terpejam. Secepat kilat dia meletakkan kembali ponsel milik suaminya ke tempat semula."Cepat buka pintunya! Gendang telingaku bisa pecah mendengarnya!' seru Raymond yang masih berdiri di tempat tersebut dengan mata yang terpejam.Velicia berjalan santai ke arah pintu kamarnya sembari menertawakan suaminya dalam hati.'Sekarang kamu baru bisa merasakan apa yang aku rasakan,' batinnya sambil tersenyum miring.Setelah mendengar suara pintu kamar yang ditutup oleh istrinya, Raymond kembali masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh busa yang ada di kepalanya. Tadinya dia ingin berlama-lama mengguyur kepalanya dengan air yang keluar dari shower untuk mengenyahkan Velicia dari isi
Tepat pada saat itu, terdengar suara dering telpon yang berasal dari dalam tas yang dipangku oleh Velicia. Dengan segera Velicia mengambil ponselnya agar tidak menambah kekesalan sang mantan.Dengan terpaksa dia menerima panggilan telpon tersebut setelah melihat nama yang tertera pada layar ponselnya. 'Pulang sekarang juga! Jika tidak, orang tuamu lah yang akan menerima akibatnya!'"Putar balik sekarang juga!" ujarnya tanpa berpikir panjang.Arion melihat kepanikan Velicia. Dia segera menghentikan mobilnya di tepi jalan." Ada apa? Siapa yang menelponmu?" tanya Arion penasaran."Tolong antarkan aku kembali ke rumah sekarang juga," jawabnya dengan panik.Arion mengerutkan dahinya. Dia menatap curiga pada wanita masa lalunya itu."Kenapa? Apa dia yang menelponmu? Apa dia mengancammu?" tanyanya bertubi-tubi."Cepat antarkan aku pulang sekarang juga, sebelum dia kembali menelponku. Aku hanya tidak ingin dia mengganggu ketenangan orang tuaku," jawab Velicia dengan tatapan memohon padanya
Raymond terhenyak. 'Apa dia mengetahuinya?' tanyanya dalam hati."Kamu ... apa yang kamu ketahui?" Tanyanya dengan tatapan menyelidik.Velicia semakin mengetahui nilai dirinya di mata sang suami. Bahkan dirinya tidak berharga sama sekali ketika tidak dapat dimanfaatkan oleh suaminya."Jadi kamu tidak keberatan jika wanitamu ditiduri oleh pria lain?" tanya Velicia sambil tersenyum miring.'Jadi dia sudah tahu. Bagaimana bisa dia tahu? Apa aku harus mempertanyakannya?' batin Raymond bertanya-tanya.Velicia terkekeh melihat ekspresi bingung wajah suaminya yang berusaha disembunyikannya. "Kamu pasti biertanya-tanya, dari mana aku mengetahuinya," ucapnya setelah menghentikan tawanya.Amarah Raymond kembali tersulut. Kedua tangannya mengepal kuat untuk menahannya. Dia sangat lelah, sehingga tidak ingin menggunakan tenaganya saat ini."Dia putri dari keluarga kaya raya. Tidak seperti kamu yang hanya bisa membantu dengan tubuhmu," ujar Raymond sembari tersenyum miring melihat tubuh sang istr
"Tuan Alfredo yang buncit itu?" tanya sandra menyelidik.Raymond menganggukkan kepalanya menanggapi pertanyaan dari kekasihnya yang telah dimintai tolong olehnya."Pria botak yang sedang berbicara dengan Papa di restoran hotel ini?" tanyanya kembali.Lagi-lagi Raymond menganggukkan kepalanya. Wajahnya terlihat sedih. Sorot matanya memperlihatkan kekecewaannya pada seseorang yang namanya sedang mereka bahas."Kenapa kamu diam saja diperlakukan seperti itu?!" tanya sandra dengan meninggikan suaranya."Bagaimana lagi, aku hanya seorang bawahan. Sedangkan dia adalah atasanku. Jadi sudah sewajarnya dia memanfaatkan aku. Dia juga berhak tidak menepati janjinya untuk menaikkan jabatanku. Pasti dia berpikiran seperti itu," ujar Raymond seolah telah menjadi korban semena-mena dari atasannya.Sandra termakan oleh semua ucapan kekasihnya. Dia menjadi geram pada sosok Tuan Alfredo yang telah membodohi Raymond sebagai bawahannya. "Lihat saja, aku akan membuat si botak berperut buncit itu meminta
"A-apa?!" Velicia terhenyak. Tinggal bersama sang mantan? Tidak pernah terbersit sedikit pun di benaknya. Andai saja kondisinya tidak seperti sekarang, mungkin dia akan menyetujuinya tanpa banyak pertimbangan. Kenapa tidak pada saat perjodohan dengan Raymond saja dia kabur dan tinggal bersama dengan Arion, daripada hidup tersiksa dan menanggung beban perasaan, pikiran serta emosional seperti saat ini? Pikiran inilah yang terbersit saat ini di benak Velicia."Maksudku kamu bisa tinggal di apartemenku. Aku tinggal di tempat lain," ucap Arion gugup meralat perkataannya."Meskipun aku menginginkan kita bisa hidup bersama," sambungnya lirih.Velicia menundukkan kepalanya menyembunyikan rona merah yang menghiasi pipinya. Jauh dalam lubuk hatinya menginginkan hal yang sama. Tiba-tiba saja dia teringat akan sesuatu. Seketika dia menghadap ke arah si pengemudi mobil tersebut."Bagaimana dengan istrimu? Apa kalian tidak tinggal di apartemen?" tanyanya penasaran.Arion menggelengkan kepalanya.
'Cukup!' teriak Velicia dalam hati. Dia berlalu pergi tanpa mengatakan apa pun pada suaminya. Air matanya menetes begitu saja mengiringi langkahnya yang membawa rasa malu dan juga sakit hatinya.Tiba-tiba tangan Velicia ditarik oleh seseorang dari arah belakang. Sepertinya orang tersebut berniat untuk menghentikannya. Kaki Velicia pun berhenti melangkah, tapi dalam hatinya dia tidak akan kembali meskipun sang suami mengancam untuk menghabisinya."Berhenti!" Suara itu sangat dikenalnya. Benar dugaannya. Pemilik suara tersebut adalah Raymond Davis, suaminya. "Jalankan sesuai rencana. Bagaimanapun caranya kamu harus bisa membuat Tuan Alfredo memihak ku, agar menaikkan jabatanku seperti janjinya," sambungnya lirih di samping telinga sang istri.Velicia menghempaskan tangan suaminya, berusaha untuk lepas darinya. Cukup sudah dia mempermalukan dirinya selama ini di hadapan rekan kerja dan atasan suaminya. Sekarang dia mendengar sendiri dari bibir pria botak berperut buncit itu. Harga diri
Kedua tangan Velicia mencengkeram erat kain penutup ranjang yang sedang didudukinya. 'Manusia biadab! Aku pastikan kamu akan mendapatkan hukuman dari semua perbuatanmu padaku!' batinnya menggerutu."Tunggu apalagi?! Cepat ganti baju lusuh mu itu dengan gaun mahal yang aku belikan!" Perintah Raymond dengan suara meninggi.Velicia tidak bergerak. Dia mencoba memberontak dengan tidak melakukan perintah suaminya. Akan tetapi, hal itu justru memicu kemarahan sang suami. Raymond kembali meraih pergelangan tangan wanita lemah itu dan menariknya."Kamu benar-benar menguji kesabaranku, Velicia!" bentaknya sambil menyeret sang istri ke arah lemari.Tidak ada perlawanan dari Velicia. Wanita lemah yang kini mulai bangkit itu hanya diam seperti sebelumnya. Dia menunggu waktu yang tepat untuk menghancurkan sang suami ketika mulai lengah dan tidak berdaya."Aku beri waktu sepuluh menit untuk mengganti pakaianmu dan berdandanlah secantik mungkin, seperti malam kemarin, hingga bisa membuat semua oran
"Kenapa? Sejak kapan kamu penasaran dengan apa yang aku lakukan? Bukankah semalam kamu mempunyai kesibukan sendiri, sehingga tidak mengingatku sama sekali?" tanya balik Velicia sembari tersenyum miring pada pria yang berstatus suaminya dan berdiri di hadapannya.Seketika mata Raymond terbelalak. Sebisa mungkin dia menyembunyikan ekspresi terkejutnya agar sang istri tidak mengetahuinya."Apa maksudmu?" tanyanya dengan sedikit gugup." Apa kamu bersenang-senang tanpa istrimu?" tanya Velicia kembali sambil tersenyum miring.Raymond terkesiap. 'Apa dia mengetahuinya?' tanyanya dalam hati.Velicia mengetahui kegugupan suaminya. Dia pun kembali menyerangnya dengan berbagai macam pertanyaan untuk menyerangnya."Benar begitu, bukan? Kamu sibuk bersenang-senang hingga meninggalkan istrimu bersama para lelaki hidung belang untuk menghibur mereka. Kamu sama sekali tidak ingat pada istrimu. Kamu egois! Kamu hanya mementingkan dirimu sendiri!" Ujarnya menggebu-gebu."Apa buktinya?!" tanya Raymond