Bukan Ibu Tiri Negeri Dongeng

Bukan Ibu Tiri Negeri Dongeng

last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-22
Oleh:  RicnyTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 Peringkat. 2 Ulasan-ulasan
108Bab
24.9KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Dinikahi seorang pria dingin dan tidak mencintai kita, bagaimana rasanya? Belum lagi aku juga harus menghadapi penolakan dari ketiga anak tiri suamiku yang ternyata sudah terjerat pergaulan bebas dan korban toxic people. Akankah aku mampu membawa keluarga itu pada hidup baru yang penuh dengan cinta? Dan bagaimana akhirnya aku juga sadar bahwa perlahan Mas Nata si lelaki dingin itu sudah menjadikanku manusia yang lebih baik lagi.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1

"Yara tidak mau ada ibu tiri di rumah ini."

Brukk. Seorang anak perempuan berusia enam belas tahun berteriak dan melemparkan plastik bening berisi dessert box yang sengaja aku bawa.

"Astagfirullah." Hatiku mencelos, tapi tak sampai mengusap dada, aku tahu itu akan membuat mereka lebih tidak menyukaiku.

"Ayyara." Mas Nata memekikan suaranya hingga membuat kami semua yang ada di sana terhentak.

"Jangan kurang ajar," imbuhnya lagi dengan mata melebar bahkan nyaris seperti akan keluar dari tempatnya.

Aku menatapi dessert box coklat yang sudah tercecer mengotori lantai rumah. Padahal sudah susah payah aku membuatnya sendiri untuk acara buka puasa bersama Mas Nata dan anak-anaknya, sekarang dessert boxnya harus terbuang sia-sia begitu saja.

"Yara tidak suka ada orang lain di rumah ini," tegas Ayyara, yang tak lain adalah putri pertama dari Mas Nata-calon suamiku.

"Tante Elia ini bukan orang lain, dia akan jadi mama kalian sebentar lagi, tolong kalian pahami maksud, Papa," bentak Mas Nata tak mau kalah, ia memberi banyak tekanan pada setiap ucapannya.

Ayyara meruncing menyorotkan mata serupa intan permatanya pada kedua bola mata Mas Nata yang tengah menatapnya tajam. Gadis cantik dengan rambut sepunggung dan kulit putih itu seolah tidak merasa takut sedikitpun dengan bentakan yang disemburkan papanya. Sementara di sampingnya, Alvin dan Adira tertunduk ciut saat mendengar suara Mas Nata seperti sedang mengaung-ngaung hingga ke udara.

"Sekarang kalian semua duduk," imbuh Mas Nata lagi, memberi perintah.

Alvin dan Adira segera duduk tanpa membantah lagi, mereka terlihat semakin takut dengan kemarahan Mas Nata kali ini. Sementara Ayyara beringsut menarik kursi makan dan membantingkan bobotnya di sana. Suara ujung kaki kursi makan terdengar mendecit beradu dengan marmer rumah karena saking kerasnya hentakan Ayyara saat membanting bobot, jantungku semakin berdetak tak karuan saat itu juga.

Tak lama terdengar suara Adzan maghrib berkumandang, pertanda kita yang menjalakan ibadah puasa harus segera melepas dahaga.

Anak kedua mas Nata berusia 10 tahun, Alvin segera memimpin membacakan do'a sebelum berbuka puasa.

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ

"Telah hilang rasa haus, dan urat-urat telah basah serta pahala telah tetap, insya Allah."

"Aamiin," ucap kami serempak, mengusap wajah.

Aku mengambil segelas air putih yang telah disediakan bibik di meja makan.

Beberapa kudapan takjil sudah berderet di sana, hampir memenuhi setengah dari meja makan. Kulihat Adira si anak bungsu tampak bersemangat mengambil Es kopyor buatan bibik, diikuti Alvin yang usianya 12 tahun di sampingnya, meski dengan gerakan yang lesu perlahan Alvin menyeruput es kopyor di depannya itu, sesekali kami beradu pandang, matanya yang bulat tajam meruncing seolah menolak keberadaanku ada di sini sekarang.

Sementara Ayyara masih belum mau mengambil apa-apa, ia melipatkan kedua tangan di atas meja dan memalingkan pandangannya ke arah kursi yang kosong. Wajahnya tampak dingin penuh dengan ketidaksukaan padaku, sesekali gadis itu juga menatap dan menghujaniku dengan sorot mata yang menyilet hingga ulu hati.

"Batalkan puasamu," titah Mas Nata kesal memberi perintah pada Ayyara.

"Tidak!" semburnya, memukul meja makan dengan kedua telapak tangannya yang lentik dan bersih.

"Ayyara.!" Mas Nata kembali memekikan suaranya, wajahnya dingin dan kaku.

Tanpa bicara lagi akhirnya Ayyara mereguk segelas air putih hingga tandas, kemudian bangkit dan berlari menaiki anak tangga.

Wajar saja Ayyara, Adira dan Alvin bersikap tak suka padaku, Mas Nata dan ibunya anak-anak baru saja resmi bercerai dua bulan lalu, sekarang Mas Nata sudah membawaku ke rumahnya dengan alasan calon mertuaku yang memintanya agar anak-anaknya segera mengenal dan menerimaku sebagai ibu sambung untuk mereka. Sesuatu yang mungkin akan sedikit sulit diterima oleh anak-anak seusia mereka.

"Astagfirullah, sabar sabar." Kali ini aku mengelus dada saat si sulung itu telah pergi dari hadapan kami.

Alvin dan Adira melihat kakaknya marah dan pergi dari meja makan, mereka segera bersiap hendak mengikutinya.

"Duduk," titah Mas Nata cepat membuat gerakan mereka tercekat.

Adira dan Alvin kembali ke posisinya, duduk manis di kursi makan, meski dapat kulihat wajah Alvin sudah menunjukan rasa tidak nyaman dan malas saat itu.

Kami melanjutkan berbuka puasa meski Ayyara sudah pergi dari sana. Tak lama seorang wanita yang aku perkirakan usianya sudah 65 tahun datang menghampiri, disusul seorang wanita cantik berkerudung di belakangnya.

"Omaaa ...." Adira berlari kecil ke arah wanita tua itu dan segera memeluknya dengan erat. Mas Nata segera bangkit dari kursi makan, aku mengikutinya.

"Bu, ini Elia, wanita yang Ibu tunggu-tunggu," ucapnya datar, aku menghela sabar lalu segera mencium punggung tangan yang sudah tampak di dominasi garis keriput di kulitnya itu, dan untunglah disambut baik oleh beliau dengan elusan halus di rambutku.

"Cantiknya ... ternyata kamu lebih cantik aslinya, tak salah Ibu memilihmu," ucapnya pelan dengan senyuman mengembang.

Wanita muda di belakangnya berjalan sedikit mendekatiku, ia tampak meneliti diriku dari bawah hingga atas. Meski rasanya aku sangat risih dengan apa yang ia lakukan padaku tapi tidak ada yang bisa kulakukan selain diam.

Puas menelitiku, wanita cantik itu menarik tangan Mas Nata menjauh dari meja makan. Sementara aku, anak-anak dan calon ibu mertua kembali duduk untuk melanjutkan buka puasa.

"Berapa usiamu, Nak?" tanya calon Ibu mertua ramah.

"Dua puluh sembilan, Bu," jawabku menduduk. Aku merasa sedikit gugup sebab ini pertamakalinya aku datang ke rumah seorang lelaki untuk dikenalkan dengan keluarganya.

"Kamu yakin Mas dia pantas jadi ibu sambung buat anak-anakku?" Suara wanita yang tengah berdiri bersama Mas Nata di dekat partisi ruang makan terdengar di telingaku. Agak jauh, tapi obrolan mereka masih dapat kudengar dengan baik.

"Memangnya kenapa? Dia pantas atau tidak bukan lagi jadi urusanmu," jawab Mas Nata, terdengar ketus.

"Aku kurang yakin, Mas. Dia kelihatan tidak selevel denganku, tentu ini akan jadi urusanku Mas, karena dia yang akan menjaga anak-anakku nantinya," lontarnya, sedikit memberi rasa sesak di dadaku.

Wanita yang sekarang kuyakini ia adalah mantan istri Mas Nata tampaknya tidak setuju dengan keputusan Mas Nata memilihku sebagai ibu sambung untuk anak-anaknya. Ia terus mencoba meyakinkan Mas Nata agar pria itu mencari calon istri yang lain saja.

Kemudian aku mendengar banyak sekali perdebatan di antara mereka untuk mempertahankan pemikirannya masing-masing. Sementara aku tak banyak bicara meski rasanya omongan wanita itu berkali-kali menusuk ke ulu hati.

"Apa-apaan mereka itu."

Calon ibu mertua bangkit dari kursinya dan segera menghampiri mereka saat perdebatan di antara Mas Nata dan mantan istrinya itu sudah terdengar tak biasa.

"Nata! Niami! Kapan kalian akan berhenti bertengkar? Ibu pikir setelah kalian bercerai kalian akan menyadari dan banyak mengevaluasi diri masing-masing, tapi nyatanya semua itu sama saja, tak berguna!" sentak beliau, meski usianya sudah tua, calon ibu mertua masih dapat bicara dengan tegas dan lantang hingga membuat Mas Nata dan mantan istrinya itu berhenti berdebat.

Di meja makan, aku melihat anak-anak tertunduk sedih, wajah mereka mendadak lesu dan tidak bersemangat. Segera aku mengajak mereka ke belakang untuk berwudhu dan menunggu Mas Nata di mushola rumah.

"Kita wudhu sekarang aja yuk, tunggu Papa kalian di musholla saja." Pelan aku bicara, berharap mereka mau mengikutiku.

Tapi tanpa bicara, Alvin beringsut pergi dengan wajah dingin. Sementara Adira berjalan pelan bersamaku ke kamar mandi yang letaknya di bawah tangga untuk berwudhu.

Menunggu sekitar 5 menit di musholla rumah, Mas Nata, calon ibu mertua dan mantan istrinya itu datang, kami segera melaksanakan shalat maghrib berjamaah.

"Ya Allah, Adira tak mau Mama sama Papa berpisah, tolong satukan Mama dan Papa lagi ya Allah, jangan buat Papa dan Mama bertengkar lagi," pinta si bungsu dalam do'anya.

Tidak ada yang salah, tapi keinginanya itu cukup membuat nyaliku ciut. Aku menarik napas panjang kemudian memejamkan mata dalam do'aku.

"Ya Allah, jika aku wanita yang baik untuk mereka maka kuatkanlah diri dan bahuku, berikan aku kesabaran yang tiada batas dan keikhlasan hati untuk menerima mereka semua. Tetapi jika ternyata aku bukanlah wanita yang baik bagi mereka, maka bukalah jalan agar aku dan Mas Nata tidak bersatu dalam hubungan yang lebih jauh lagi, amiin."

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Persada Mulia
penasaran siapa hana sebnrnya blm dijelasin mdh2an ada lanjutannya lg, suka cerita ini thor
2023-05-23 11:40:16
0
user avatar
Suparli Parli
Awalnya melirik,judulnya menarik setelah dibaca ternyata ceritanya asik...
2023-02-24 12:25:05
0
108 Bab
Bab 1
"Yara tidak mau ada ibu tiri di rumah ini."Brukk. Seorang anak perempuan berusia enam belas tahun berteriak dan melemparkan plastik bening berisi dessert box yang sengaja aku bawa."Astagfirullah." Hatiku mencelos, tapi tak sampai mengusap dada, aku tahu itu akan membuat mereka lebih tidak menyukaiku."Ayyara." Mas Nata memekikan suaranya hingga membuat kami semua yang ada di sana terhentak."Jangan kurang ajar," imbuhnya lagi dengan mata melebar bahkan nyaris seperti akan keluar dari tempatnya.Aku menatapi dessert box coklat yang sudah tercecer mengotori lantai rumah. Padahal sudah susah payah aku membuatnya sendiri untuk acara buka puasa bersama Mas Nata dan anak-anaknya, sekarang dessert boxnya harus terbuang sia-sia begitu saja."Yara tidak suka ada orang lain di rumah ini," tegas Ayyara, yang tak lain adalah putri pertama dari Mas Nata-calon suamiku."Tante Elia ini bukan orang lain, dia akan jadi mama kalian sebentar lagi, tolong kalian pahami maksud, Papa," bentak Mas Nata ta
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-01-30
Baca selengkapnya
Bab 2
Selesai salat maghrib Mas Nata mengajaku kembali menemui mantan istrinya di meja makan. Sementara anak-anak naik ke atas bersama calon ibu mertua."Niami Auristela Allisya Lesham," ucapnya, seraya mengulurkan tangan sehalus sutra padaku. Aku menarik napas panjang, kemudian menyambut uluran tangannya. "Elia." ucapku pendek."Hanya itu?" Niami menarik satu sudut bibirnya ke atas hingga terlihat senyuman sinis di wajahnya yang cantik nan bersih itu."Balgis Elia Bafaqih," ucapku lagi, menambahkan."Ch." Niami mendecih lau menjebikan bibirnya sedikit, kemudian melipat kembali dua tangannya di dada, ia lantas mengitariku dengan tatapan menyelidik.Mas Nata, lelaki dingin yang hari ini membawaku ke rumahnya memilih duduk di kursi makan dan membiarkan kami bicara berdua di sana."Kamu akan jadi ibu sambung anak-anakku, tolong pastikan penampilanmu setara dengan mereka," lontarnya membuat nyaliku semakin menciut.Aku meneliti penampilanku sendiri, rasanya tidak ada yang salah dengan apa yang
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-01-30
Baca selengkapnya
Bab 3
Entah mengapa wanita itu masih saja berhubungan layaknya keluarga dengan Mas Nata, bukannya tak boleh tapi melihat tingkahnya yang seperti itu aku takut Niami justru membuat hatiku semakin goyah dan bimbang."Ayo, Nyonya," ajak Bibik. Aku mengerjapkan mata dan buru-buru menutup pintu.Bibik mengajakku ke kamar tamu, ia menyuruhku untuk beristirahat di sana.Kutatapi kamar luas yang didominasi cat dinding berwarna putih dan list gold, ada beberapa furniture kayu dan ornamen jati yang disimpan di kamar ini, membuatnya terkesan sangat mewah kalau hanya untuk ukuran kamar tamu.Apa seberuntung itukah aku? Pantas saja ibu bilang aku tak boleh menolaknya, tapi meski begitu aku tahu alasan ibuku menerima pinangan Mas Nata bukan semata-semata hanya soal hartanya yang berlimpah, melainkan karena aku memang sudah waktunya berumah tangga. Teman-teman seusiaku bahkan sudah ada yang punya anak 2 atau bahkan 3."Nyonya, saya permisi ke dapur ya." "Iya Bi, terimakasih."Bibik kembali ke dapur untu
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-01-30
Baca selengkapnya
Bab 4
Aku melihat mata Niami mengerling, ia juga tampak menelan salivanya lalu menjatuhkan sendok dan garpu yang tengah ia pegang lantas mereguk segelas air hingga tersisa setengahnya saja.Melihat itu aku memilih menunduk menatap makanan yang ada di depanku lamat-lamat, aku merasa tidak enak hati sebab calon ibu mertua sudah memujiku di depan Niami. Aku tidak tahu seberapa besar kesalahan Niami di mata Mas Nata dan ibunya hingga mereka berdua bersikukuh ingin segera aku menggantikan posisi Niami di rumah ini."Ibu nyindir aku?" tanya Niami kemudian. Ia menatap tak suka pada calon ibu mertuaku."Memang kenyataannya seperti itu 'kan?" ketus calon Ibu mertua.Dreett.Niami bangkit dari kursinya, lalu pergi ke luar dengan wajah yang sudah merah padam."Mamaaa!" teriak Adira, si bungsu lantas berlari mengejar Niami."Sudah di sini saja, kalau Adira ikut Mama nanti Papa dan Omamu ngamuk-ngamuk," kata Niami."Tapi Adira mau ikut sama Mama, bawa Adira pergi, Adira mohon, Ma," rengeknya di bawah k
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-01-30
Baca selengkapnya
Bab 5
"Bu, bagaimana kalau Elia lihat Mas Nata dulu?" Aku meminta izin.Calon ibu mertua mengangguk. Sedikit ragu, namun kupaksakan kaki melangkah ke sana.Aku hanya berani berjalan sampai di bibir pintu, dari sana aku sudah dapat mendengar dan melihat sendiri Mas Nata sedang memarahi bahkan nyaris sedang memaki-maki anak lelakinya itu habis-habisan. Aku menarik napas berat, entah mengapa Mas Nata harus melakukan hal itu? Padahal semuanya bisa dibicarakan baik-baik. Apakah ini perangai calon suamiku yang sebenarnya? Hatiku jadi makin ciut dan takut, pasalnya aku tidak pernah membayangkan akan punya seorang suami dengan watak yang keras seperti itu.Aku mengusap dadaku, segumpal daging di dalamnya tengah berdetak hebat tak beraturan. "Avin!!"Aku terperanjat mendengar Mas Nata berteriak sambil melayangkan tangan kanannya ke atas, sejurus dengan itu kakiku refleks berlari ke arahnya dan menahan tangan itu agar tidak mendarat di pipi Alvin."Apa-apaan ini, Mas? Tidak perlu seperti ini pada a
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-01-30
Baca selengkapnya
Bab 6
Ayyara menyipitkankan matanya saat mendengarku bertanya, tatapannya tidak berubah sejak tadi sore aku datang ke rumah ini. Masih menampakan kebencian dan ketidaksukaan padaku."Bukan urusanmu," decitnya. Gadis itu lantas menaiki anak tangga dan pergi ke kamarnya. Astagfirullah, aku mengelus dada, mencoba terus sabar memahaminya. "Non Yara memang sering pulang pagi, Nyah." Bibik berbisik di telingaku. Aku tertegun mendengarnya."Yang bener, Bik?" tanyaku tak percaya.Bibik menempelkan jari telunjuknya di depan bibir, "sssttt, jangan bilang-bilang sama orang rumah, Nyah," bisik Bibik."Memangnya kenapa?" tanyaku heran."Non Yara mengancam Bibik seperti itu, kalau informasi ini sampai di telinga Tuan Nata dan Nyonya Amara, Non Yara akan memecat, Bibik," jawab Bibik serius.Aku menarik napas panjang, jadi selama ini Ayyara sering pulang pagi dan Mas Nata tidak tahu? Ya ampun, entah apa yang sudah dilakukan gadis itu di luar sana."Sejak kapan Ayyara sperti itu, Bik?" tanyaku lagi."Seja
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-16
Baca selengkapnya
Bab 7
Tak lama bibik datang membawa air es dan larutan air garam, segera kubawa Adira ke toliet untuk berkumur, setelah itu aku mengompres pipinya yang bengkak dengan air es. Sekitar 5 menit mengompres Adira mulai sedikit tenang, ia tak begitu histeris seperti tadi."Besok kita periksa ke dokter gigi ya sayang." Cepat Adira menggeleng, wajahnya tampak ketakutan, entah karena takut dengan dokter gigi atau karena ia takut pergi denganku."Pergi ya Nak. Mumpung ada Tante Elia yang antar," bujuk calon Ibu mertua.Untunglah, setelah dibujuk oleh beliau akhirnya Adira setuju akan pergi ke dokter gigi."Terimkasih ya, Nak. Kalau tidak ada kamu entah Adira bagaimana, sakit giginya sudah lama tapi Ibu tidak bisa membawanya ke dokter, jangankan pergi ke dokter jalan ke depan rumah saja rasanya kadang tidak kuat, maklum sudah tua," ujar calon Ibu mertua. Aku mengulum senyum sungkan, "tidak apa-apa Bu, ini memang akan jadi tugas Elia 'kan?""Oh ya Bu, memangnya Mas Nata tidak tahu soal ini?" imbuhku
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-16
Baca selengkapnya
Bab 8
Sampai di depan pintu ruangan itu kulihat dengan baik-baik Ayyara sudah tidak ada lagi di sana. Sebelum pergi untunglah aku ingat aku harus melihat papan informasi yang dipasang di atas pintu ruang tersebut. Dan aku terhenyak, mendadak dadaku juga berdetak tak beraturan saat kulihat dengan jelas ternyata ruangan tempat dimana Ayyara tadi bicara dengan seorang dokter adalah poli 'KANDUNGAN'. Sedang apa Ayyara di poli kandungan?Apa di sekolahnya ada pemeriksaan yang mengharuskan dia pergi ke sini? Atau apa jangan-jangan, Ayyara ...? Astagfirullah. Aku menutup mulut dengan tangan, bukannya mau berpikir negatif, tapi gadis itu bisa saja berbuat yang tidak-tidak tanpa diketahui siapapun, lebih-lebih kondisi rumahnya sedang tidak baik-baik saja."Ada yang bisa saya bantu, Bu?" Pertanyaan seorang dokter membuatku mengerjap, dokter dari poli kandungan ternyata sudah berdiri tepat di bibir pintu ruangan itu.Kulihat papan namanya adalah dokter Fauzan, dokter itu tampak masih muda sekali,
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-16
Baca selengkapnya
Bab 9
Gara-gara Adira bicara soal Alvin, aku jadi teringat anak itu. Hampir saja perhatianku teralih semua pada Ayyara, padahal Alvin juga entah kemana sekarang. Kata Bu Nurma, Alvin tidak datang sekolah sudah seminggu lebih, alasannya sakit, padahal dari rumah dia berangkat setiap hari. Tidak aneh lagi, sudah pasti ada masalah juga pada anak itu.Ya Allah ... aku refleks memijit pelipis, terasa berat sekali rasanya tugasku nanti saat menjadi ibu tirinya anak-anak Mas Nata.Jujur sebenernya makin ke sini aku makin ragu, apa mungkin aku sanggup menjadi bagian dari mereka?Arghhh. Andai bukan karena ibuku, aku mungkin sudah kabur sekarang, mengurusi dan masuk di dalam keluarga yang berantakan tentu tidak akan mudah, apalagi aku tak punya pengalaman apapun sebelumnya. Tapi sisi lain aku juga kasihan sama anak-anak Mas Nata, mereka masih muda tapi kehidupan mereka sudah hancur berantakan.-Aku turun dari taksi setelah kami sampai di rumah. Meski tanganku masih sakit aku terpaksa harus mengge
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-16
Baca selengkapnya
Bab 10
Setelah mencoba semua baju pemberian Niami aku kembali pergi ke dapur untuk melihat bibik apakah bibik sudah datang atau belum."Bibik sudah pulang?" tanyaku sumringah saat melihat bibik tengah sibuk memberskan sayuran dari keranjang belanjanya."Iya Nyonya, saya baru pulang dari pasar, ada perlu sama saya, Nyonya?" tanya bibik balik, ia menyambutku dengan ramah."Bik, bisa antar saya pergi ke tukang urut? Tangan saya sepertinya tetap harus diurut supaya tidak bengkak begini." "Bisa Nyah, hayu pergi sekarang saja mumpung baru dzuhur." "Saya pamit dulu ke ibu mertua ya, Bik." Buru-buru aku menaiki anak tangga untuk menemui calon ibu mertua di kamarnya. Dan saat melewati kamar Mas Nata, kulihat Niami sedang tertidur pulas di sana, astagfirullah padahal mereka sudah cerai mengapa Niami masih saja berani tidur di kamar Mas Nata? Tentu saja aku sedikit kurang setuju, walau bagaimanapun Mas Nata adalah calon suamiku, sudah seharusnya mantan istrinya itu sekarang tidak lagi bersikap seper
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-16
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status