Suara Velicia dapat didengar oleh sang suami dan ibunya. Seketika keduanya menoleh ke arah sumber suara.
"Velicia, kamukah itu?" tanya Raymond menyelidik dari tempatnya berdiri. Badan Velicia menegang. Tangan kanannya menutup bibirnya. Akan tetapi, dia sadar jika hanya sia-sia. Suaminya kembali memanggilnya, dan mempertanyakan keberadaannya. Dia memejamkan matanya, dan menyiapkan hatinya. Sedetik kemudian, dia pun keluar dari tempat persembunyiannya. Selangkah demi selangkah kakinya membawanya menghampiri mereka. "Kamu menguping?" tanya wanita paruh baya itu sambil tersenyum miring pada menantunya. Velicia berdiri tepat di hadapannya. Dia menatap tegas pada sang ibu mertua , seolah tidak mempunyai rasa takut sedikit pun padanya. "Bagaimana jika wanita itu tidak bisa memberikan keturunan ketika sudah menikah dengan Raymond? Apa Mama akan mencarikan wanita lain lagi untuk dinikahi Raymond?" tanyanya serius, tanpa kenal rasa takut. "Velicia! Jaga ucapanmu!" bentak Raymond. Sorot matanya mengisyaratkan kemarahannya pada sang istri. Velicia tersenyum miring. Dia menghampiri suaminya, dan berdiri tepat di hadapannya. "Kenapa, Ray? Bukankah kamu juga penasaran dengan hal itu? Aku tahu jika kamu juga sangat ingin menanyakannya, bukan?" tanyanya seolah sedang menantang pria yang berdiri di hadapannya. 'Shit! Beraninya kamu berulah di hadapanku, Velicia!' batinnya mengumpat marah. Anna Hayden, wanita dengan intuisi yang sangat kuat. Dia tersenyum miring melihat perdebatan antara putranya dengan sang istri. Tidak ada kata kalah dalam hidupnya. Hanya ada obsesi untuk mendapatkan semua yang diinginkannya. "Bukannya kamu sedang resah sekarang?" tanyanya sambil tersenyum pada sang menantu. "Kenapa harus resah?" tanya balik Velicia pada mama mertuanya, seolah sedang menantangnya. Wanita paruh baya tersebut mendekatinya. Dia menatap tajam pada menantu yang tidak diinginkannya. "Lihatlah wanita tidak tahu malu ini, Ray. Dia sama sekali tidak merasa bersalah karena tidak bisa memberikan keturunan pada keluarga kita. Apa kamu bisa membawanya untuk diperkenalkan pada orang-orang penting sebagai istrimu?" tanya sang mama pada putranya tanpa menatap ke arahnya. Tatapan matanya masih saja tertuju pada menantunya. 'Tanpa anda ketahui, selama ini aku telah menjadi boneka sempurna di hadapan semua relasi putra anda,' batin Velicia sambil tersenyum miring menatap wanita paruh baya yang berdiri tepat di hadapannya. "Hentikan, Ma!" bentak Raymond dengan frustasi. Seketika wanita paruh baya itu menatap kesal pada putranya. "Berani sekali kamu membentak Mama, Rey!" bentaknya balik pada sang putra. Velicia tersenyum miring melihat sang suami yang sedang menatap kesal padanya. Dia tahu alasan di balik sikap suaminya itu. "Sudahlah, Ma. Ini masih pagi. Jangan membuat mood ku menjadi buruk," ucapnya seraya mendengus kesal. Melihat senyum kemenangan dari sang menantu, membuatnya geram. Saat itu juga dia mengalihkan kemarahannya pada menantu yang tidak pernah diinginkannya. "Pagimu tidak akan pernah buruk jika ada suara anak-anak dalan rumah ini," ujarnya sembari menatap menantunya. Hati Velicia terasa pedih. Hal yang paling sensitif baginya adalah tentang keturunan. Sudah pasti mereka akan menyudutkannya dengan mengatakan bahwa istri dari Raymond tidak subur, sehingga meskipun sudah jalan lima tahun pernikahan, mereka belum juga mendapatkan keturunan. Raymond melihat kesedihan sang istri. Sejujurnya dia tidak benci pada istrinya. Di mana lagi dia bisa mendapatkan istri yang selalu menurut dan tidak pernah melawan pada suaminya? Hanya Velicia yang bisa melakukannya. Bahkan Sandra, wanita selingkuhannya itu pun tidak mau menurut padanya. "Sudahlah, Ma. Lebih baik Mama pulang saja. Ada urusan penting yang harus ku kerjakan," ujar Raymond sambil berjalan meninggalkan mereka. "Persiapkan dirimu baik-baik untuk bertemu dengan calon istrimu, Ray!" seru wanita paruh baya itu sembari tersenyum mengejek menantunya. Tak ada jawaban yang terdengar dari Raymond. Hanya suara pintu yang tertutup seolah menanggapi seruan mamanya. "Apa dengan menyakitiku Mama akan merasa puas?" tanya Velicia dengan suara bergetar. Matanya berkaca-kaca, menahan kesedihan yang membuat air matanya memaksa keluar. "Tutup mulutmu! Jika saja kamu bisa menjadi wanita sempurna bagi keluarga kami, pasti aku tidak akan terlihat jahat seperti sekarang ini," sentak wanita paruh baya tersebut dengan tatapan penuh kebencian padanya. Lagi-lagi dirinya yang disalahkan tentang keturunan. Sang mertua tidak pernah sedikit pun menyalahkan putra mereka sendiri. Bahkan bagi mereka Raymond seorang putra sempurna yang menjadi kebanggan keluarga Davis. 'Hanya berasal dari keluarga biasa saja membuatku selalu menjadi pihak yang disalahkan. Apa sikap baikku pada mereka selama ini tidak berarti sedikit pun bagi keluarga mereka?' batin Velicia menggerutu. "Bantu suamimu untuk berpenampilan sempurna ketika bertemu calon istrinya. Jangan pernah protes jika tidak bisa memberikan anak untuk suamimu!" ujar sang ibu mertua padanya. Velicia menatap tajam pada wanita paruh baya itu. Kedua matanya yang berkaca-kaca menunjukkan kekecewaan yang sangat besar padanya. "Kenapa? Kamu tidak suka dengan keputusan ini?" tanya sang mertua sembari tersenyum miring. "Pasti kamu takut tersaingi dengannya. Tentu saja. Dia adalah putri dari keluarga Federick yang sekarang menjabat sebagai gubernur di kota ini. Selain cantik, dia juga berprestasi dan mempunyai pekerjaan yang mapan. Bahkan silsilah keluarganya pun tidak dapat kamu saingi," sambungnya dengan angkuh. Kedua tangan Velicia mengepal kuat. Dalam hatinya berjanji akan membalas penghinaan mereka padanya dan juga keluarganya. "Tolong tutup pintunya ketika Mama keluar dari rumah ini. Maaf, saya tidak bisa mengantar Mama sampai depan rumah. Menantu hina mu ini akan bersiap-siap untuk bekerja," ucapnya dengan tegas. Wajah ketusnya itu membuat sang ibu mertua padanya. Anna terhenyak mendengar perkataan sang menantu. Matanya terbelalak, tidak menyangka akan mendapatkan perlawanan dari wanita rendahan yang dijadikannya sebagai menantu. "Lihat saja kelakuanmu itu! Tidak salah jika orang-orang mengatakan kamu berasal dari keluarga rendahan. Wanita kelas atas yang berpendidikan tidak akan pernah bersikap seperti itu pada mertuanya!" serunya menggebu-gebu. Velicia tidak terpengaruh. Dia tetap berjalan ke arah kamarnya tanpa menanggapi seruan sang mertua. Di dalam kamar, dia mencoba untuk mengacuhkan suaminya yang baru saja keluar dari kamar mandi. Brak! Suara keras yang berasal dari pintu utama membuat sepasang suami istri itu menoleh ke arah pintu. "Apa kamu membuat Mama marah?" tanya Raymond pada istrinya. Dia bisa menebak jika mamanya yang menutup pintu rumah barusan dengan amarahnya . "Berapa wanita yang sudah berhubungan denganmu?" tanya Velicia seraya menatap ke arah bagian inti sang suami yang tertutup oleh boxer berwarna hitam.Raymond meninggalkan rumah dengan membawa amarahnya pada sang istri. Dia merasa hina di mata istrinya. Memanglah benar dia telah berselingkuh dan berhubungan badan dengan wanita lain. Akan tetapi, hanya dengan satu wanita saja, tidak lebih.Namun, bagaimanapun dia telah berselingkuh dari istrinya, dan dia menyadari hal itu. Awalnya dia hanya bersenang-senang dengan Sandra, tapi hubungan panas mereka membuat keduanya ketagihan. Sehingga ingin mengulangnya lagi dan lagi. Tanpa sadar mereka berdua saling terikat oleh kebutuhan biologis yang telah mereka lakukan."Shit!" umpatnya ketika mengingat tatapan mata sang istri pada saat bertanya padanya. "Apa mungkin dia mengetahuinya?" gumamnya sembari mengemudi."Tidak. Aku rasa dia tidak mungkin mengetahuinya. Ini semua karena Mama," sambungnya kembali.Beberapa detik kemudian, dia teringat akan sesuatu yang akan dilakukannya ketika bertemu dengan istrinya. Seketika dia mengerem mobilnya."Sial! Bukankah aku harus menanyakan padanya tentang
"Ternyata anda hanya berpura-pura saja, Tuan Alfredo. Pasti anda sangat puas dengan pelayanan dari istriku, Velicia. Berarti semalam Velicia berada di dalam kamar Tuan Alfredo. Seperti dugaanku, kamu sangat bisa diandalkan, Velicia," gumamnya sambil tersenyum melewati koridor menuju ruang pertemuan.Raymond melangkah dengan sangat percaya diri. Dia sangat yakin jika pertemuan itu diadakan untuk peresmian kenaikan jabatannya yang disaksikan oleh seluruh anggota direksi dan juga Presdir perusahaan tersebut. Rasa percaya dirinya yang begitu besar membuat Raymond lupa akan permintaan konyol atasannya. Senyuman Raymond mengembang tanpa henti, hingga membuat sang atasan tersenyum miring melihatnya. Tidak ada kekhawatiran yang terlihat dari wajah seorang Raymond Davis. Bagi keluarga Davis, Raymond sangatlah hebat dan sangat bisa diandalkan. Sehingga membuat Raymond semakin angkuh dan arogan."Karyawan terbaik dan patut menjadi teladan untuk karyawan lainnya di perusahaan ini adalah ...."De
"Kenapa? Sejak kapan kamu penasaran dengan apa yang aku lakukan? Bukankah semalam kamu mempunyai kesibukan sendiri, sehingga tidak mengingatku sama sekali?" tanya balik Velicia sembari tersenyum miring pada pria yang berstatus suaminya dan berdiri di hadapannya.Seketika mata Raymond terbelalak. Sebisa mungkin dia menyembunyikan ekspresi terkejutnya agar sang istri tidak mengetahuinya."Apa maksudmu?" tanyanya dengan sedikit gugup." Apa kamu bersenang-senang tanpa istrimu?" tanya Velicia kembali sambil tersenyum miring.Raymond terkesiap. 'Apa dia mengetahuinya?' tanyanya dalam hati.Velicia mengetahui kegugupan suaminya. Dia pun kembali menyerangnya dengan berbagai macam pertanyaan untuk menyerangnya."Benar begitu, bukan? Kamu sibuk bersenang-senang hingga meninggalkan istrimu bersama para lelaki hidung belang untuk menghibur mereka. Kamu sama sekali tidak ingat pada istrimu. Kamu egois! Kamu hanya mementingkan dirimu sendiri!" Ujarnya menggebu-gebu."Apa buktinya?!" tanya Raymond
Kedua tangan Velicia mencengkeram erat kain penutup ranjang yang sedang didudukinya. 'Manusia biadab! Aku pastikan kamu akan mendapatkan hukuman dari semua perbuatanmu padaku!' batinnya menggerutu."Tunggu apalagi?! Cepat ganti baju lusuh mu itu dengan gaun mahal yang aku belikan!" Perintah Raymond dengan suara meninggi.Velicia tidak bergerak. Dia mencoba memberontak dengan tidak melakukan perintah suaminya. Akan tetapi, hal itu justru memicu kemarahan sang suami. Raymond kembali meraih pergelangan tangan wanita lemah itu dan menariknya."Kamu benar-benar menguji kesabaranku, Velicia!" bentaknya sambil menyeret sang istri ke arah lemari.Tidak ada perlawanan dari Velicia. Wanita lemah yang kini mulai bangkit itu hanya diam seperti sebelumnya. Dia menunggu waktu yang tepat untuk menghancurkan sang suami ketika mulai lengah dan tidak berdaya."Aku beri waktu sepuluh menit untuk mengganti pakaianmu dan berdandanlah secantik mungkin, seperti malam kemarin, hingga bisa membuat semua oran
'Cukup!' teriak Velicia dalam hati. Dia berlalu pergi tanpa mengatakan apa pun pada suaminya. Air matanya menetes begitu saja mengiringi langkahnya yang membawa rasa malu dan juga sakit hatinya.Tiba-tiba tangan Velicia ditarik oleh seseorang dari arah belakang. Sepertinya orang tersebut berniat untuk menghentikannya. Kaki Velicia pun berhenti melangkah, tapi dalam hatinya dia tidak akan kembali meskipun sang suami mengancam untuk menghabisinya."Berhenti!" Suara itu sangat dikenalnya. Benar dugaannya. Pemilik suara tersebut adalah Raymond Davis, suaminya. "Jalankan sesuai rencana. Bagaimanapun caranya kamu harus bisa membuat Tuan Alfredo memihak ku, agar menaikkan jabatanku seperti janjinya," sambungnya lirih di samping telinga sang istri.Velicia menghempaskan tangan suaminya, berusaha untuk lepas darinya. Cukup sudah dia mempermalukan dirinya selama ini di hadapan rekan kerja dan atasan suaminya. Sekarang dia mendengar sendiri dari bibir pria botak berperut buncit itu. Harga diri
"A-apa?!" Velicia terhenyak. Tinggal bersama sang mantan? Tidak pernah terbersit sedikit pun di benaknya. Andai saja kondisinya tidak seperti sekarang, mungkin dia akan menyetujuinya tanpa banyak pertimbangan. Kenapa tidak pada saat perjodohan dengan Raymond saja dia kabur dan tinggal bersama dengan Arion, daripada hidup tersiksa dan menanggung beban perasaan, pikiran serta emosional seperti saat ini? Pikiran inilah yang terbersit saat ini di benak Velicia."Maksudku kamu bisa tinggal di apartemenku. Aku tinggal di tempat lain," ucap Arion gugup meralat perkataannya."Meskipun aku menginginkan kita bisa hidup bersama," sambungnya lirih.Velicia menundukkan kepalanya menyembunyikan rona merah yang menghiasi pipinya. Jauh dalam lubuk hatinya menginginkan hal yang sama. Tiba-tiba saja dia teringat akan sesuatu. Seketika dia menghadap ke arah si pengemudi mobil tersebut."Bagaimana dengan istrimu? Apa kalian tidak tinggal di apartemen?" tanyanya penasaran.Arion menggelengkan kepalanya.
"Tuan Alfredo yang buncit itu?" tanya sandra menyelidik.Raymond menganggukkan kepalanya menanggapi pertanyaan dari kekasihnya yang telah dimintai tolong olehnya."Pria botak yang sedang berbicara dengan Papa di restoran hotel ini?" tanyanya kembali.Lagi-lagi Raymond menganggukkan kepalanya. Wajahnya terlihat sedih. Sorot matanya memperlihatkan kekecewaannya pada seseorang yang namanya sedang mereka bahas."Kenapa kamu diam saja diperlakukan seperti itu?!" tanya sandra dengan meninggikan suaranya."Bagaimana lagi, aku hanya seorang bawahan. Sedangkan dia adalah atasanku. Jadi sudah sewajarnya dia memanfaatkan aku. Dia juga berhak tidak menepati janjinya untuk menaikkan jabatanku. Pasti dia berpikiran seperti itu," ujar Raymond seolah telah menjadi korban semena-mena dari atasannya.Sandra termakan oleh semua ucapan kekasihnya. Dia menjadi geram pada sosok Tuan Alfredo yang telah membodohi Raymond sebagai bawahannya. "Lihat saja, aku akan membuat si botak berperut buncit itu meminta
Raymond terhenyak. 'Apa dia mengetahuinya?' tanyanya dalam hati."Kamu ... apa yang kamu ketahui?" Tanyanya dengan tatapan menyelidik.Velicia semakin mengetahui nilai dirinya di mata sang suami. Bahkan dirinya tidak berharga sama sekali ketika tidak dapat dimanfaatkan oleh suaminya."Jadi kamu tidak keberatan jika wanitamu ditiduri oleh pria lain?" tanya Velicia sambil tersenyum miring.'Jadi dia sudah tahu. Bagaimana bisa dia tahu? Apa aku harus mempertanyakannya?' batin Raymond bertanya-tanya.Velicia terkekeh melihat ekspresi bingung wajah suaminya yang berusaha disembunyikannya. "Kamu pasti biertanya-tanya, dari mana aku mengetahuinya," ucapnya setelah menghentikan tawanya.Amarah Raymond kembali tersulut. Kedua tangannya mengepal kuat untuk menahannya. Dia sangat lelah, sehingga tidak ingin menggunakan tenaganya saat ini."Dia putri dari keluarga kaya raya. Tidak seperti kamu yang hanya bisa membantu dengan tubuhmu," ujar Raymond sembari tersenyum miring melihat tubuh sang istr
Seketika Raymond dan mamanya menoleh ke arah Velicia. Ibu dan anak tersebut menatap bingung padanya.'Apa dia tidak memperkenalkan diri pada Tania?' batin Anna.'Berarti Velicia tidak mengatakan siapa dirinya pada Tania,' batin Raymond."Kenapa semuanya diam? Apa ada yang salah dengan pertanyaanku?" tanya Tania seraya melihat Raymond dan mamanya secara bergantian.Anna tersenyum kikuk pada wanita yang akan dijodohkan dengan putranya. Raymond pun demikian. Dia melihat ke arah sang ibu tanpa berani menjawabnya. Sedangkan Velicia, dia tersenyum miring mengetahui bahwa sang suami takut salah menjawab. Dia sangat tahu betul jika suaminya takut pada mamanya."Bukankah kalian sudah berkenalan?" tanya wanita paruh baya itu sembari memaksakan senyumnya."Kalian tenang saja, aku tidak memperkenalkan diriku padanya. Bahkan aku tidak mengatakan sepatah kata pun padanya," tutur Velicia dengan memperlihatkan wajah datarnya.Kemudian dia meninggalkan ruangan tersebut untuk menenangkan hatinya. Bagai
Sontak saja Velicia mengalihkan pandangannya pada pintu kamar mandi. Tubuhnya menegang melihat sang suami yang masih dalam keadaan polos dan basah di sekujur tubuh, serta kepalanya yang penuh busa hingga menutupi kedua matanya. Namun, detik berikutnya dia bernafas lega setelah menyadari bahwa kedua mata suaminya terpejam. Secepat kilat dia meletakkan kembali ponsel milik suaminya ke tempat semula."Cepat buka pintunya! Gendang telingaku bisa pecah mendengarnya!' seru Raymond yang masih berdiri di tempat tersebut dengan mata yang terpejam.Velicia berjalan santai ke arah pintu kamarnya sembari menertawakan suaminya dalam hati.'Sekarang kamu baru bisa merasakan apa yang aku rasakan,' batinnya sambil tersenyum miring.Setelah mendengar suara pintu kamar yang ditutup oleh istrinya, Raymond kembali masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh busa yang ada di kepalanya. Tadinya dia ingin berlama-lama mengguyur kepalanya dengan air yang keluar dari shower untuk mengenyahkan Velicia dari isi
Tepat pada saat itu, terdengar suara dering telpon yang berasal dari dalam tas yang dipangku oleh Velicia. Dengan segera Velicia mengambil ponselnya agar tidak menambah kekesalan sang mantan.Dengan terpaksa dia menerima panggilan telpon tersebut setelah melihat nama yang tertera pada layar ponselnya. 'Pulang sekarang juga! Jika tidak, orang tuamu lah yang akan menerima akibatnya!'"Putar balik sekarang juga!" ujarnya tanpa berpikir panjang.Arion melihat kepanikan Velicia. Dia segera menghentikan mobilnya di tepi jalan." Ada apa? Siapa yang menelponmu?" tanya Arion penasaran."Tolong antarkan aku kembali ke rumah sekarang juga," jawabnya dengan panik.Arion mengerutkan dahinya. Dia menatap curiga pada wanita masa lalunya itu."Kenapa? Apa dia yang menelponmu? Apa dia mengancammu?" tanyanya bertubi-tubi."Cepat antarkan aku pulang sekarang juga, sebelum dia kembali menelponku. Aku hanya tidak ingin dia mengganggu ketenangan orang tuaku," jawab Velicia dengan tatapan memohon padanya
Raymond terhenyak. 'Apa dia mengetahuinya?' tanyanya dalam hati."Kamu ... apa yang kamu ketahui?" Tanyanya dengan tatapan menyelidik.Velicia semakin mengetahui nilai dirinya di mata sang suami. Bahkan dirinya tidak berharga sama sekali ketika tidak dapat dimanfaatkan oleh suaminya."Jadi kamu tidak keberatan jika wanitamu ditiduri oleh pria lain?" tanya Velicia sambil tersenyum miring.'Jadi dia sudah tahu. Bagaimana bisa dia tahu? Apa aku harus mempertanyakannya?' batin Raymond bertanya-tanya.Velicia terkekeh melihat ekspresi bingung wajah suaminya yang berusaha disembunyikannya. "Kamu pasti biertanya-tanya, dari mana aku mengetahuinya," ucapnya setelah menghentikan tawanya.Amarah Raymond kembali tersulut. Kedua tangannya mengepal kuat untuk menahannya. Dia sangat lelah, sehingga tidak ingin menggunakan tenaganya saat ini."Dia putri dari keluarga kaya raya. Tidak seperti kamu yang hanya bisa membantu dengan tubuhmu," ujar Raymond sembari tersenyum miring melihat tubuh sang istr
"Tuan Alfredo yang buncit itu?" tanya sandra menyelidik.Raymond menganggukkan kepalanya menanggapi pertanyaan dari kekasihnya yang telah dimintai tolong olehnya."Pria botak yang sedang berbicara dengan Papa di restoran hotel ini?" tanyanya kembali.Lagi-lagi Raymond menganggukkan kepalanya. Wajahnya terlihat sedih. Sorot matanya memperlihatkan kekecewaannya pada seseorang yang namanya sedang mereka bahas."Kenapa kamu diam saja diperlakukan seperti itu?!" tanya sandra dengan meninggikan suaranya."Bagaimana lagi, aku hanya seorang bawahan. Sedangkan dia adalah atasanku. Jadi sudah sewajarnya dia memanfaatkan aku. Dia juga berhak tidak menepati janjinya untuk menaikkan jabatanku. Pasti dia berpikiran seperti itu," ujar Raymond seolah telah menjadi korban semena-mena dari atasannya.Sandra termakan oleh semua ucapan kekasihnya. Dia menjadi geram pada sosok Tuan Alfredo yang telah membodohi Raymond sebagai bawahannya. "Lihat saja, aku akan membuat si botak berperut buncit itu meminta
"A-apa?!" Velicia terhenyak. Tinggal bersama sang mantan? Tidak pernah terbersit sedikit pun di benaknya. Andai saja kondisinya tidak seperti sekarang, mungkin dia akan menyetujuinya tanpa banyak pertimbangan. Kenapa tidak pada saat perjodohan dengan Raymond saja dia kabur dan tinggal bersama dengan Arion, daripada hidup tersiksa dan menanggung beban perasaan, pikiran serta emosional seperti saat ini? Pikiran inilah yang terbersit saat ini di benak Velicia."Maksudku kamu bisa tinggal di apartemenku. Aku tinggal di tempat lain," ucap Arion gugup meralat perkataannya."Meskipun aku menginginkan kita bisa hidup bersama," sambungnya lirih.Velicia menundukkan kepalanya menyembunyikan rona merah yang menghiasi pipinya. Jauh dalam lubuk hatinya menginginkan hal yang sama. Tiba-tiba saja dia teringat akan sesuatu. Seketika dia menghadap ke arah si pengemudi mobil tersebut."Bagaimana dengan istrimu? Apa kalian tidak tinggal di apartemen?" tanyanya penasaran.Arion menggelengkan kepalanya.
'Cukup!' teriak Velicia dalam hati. Dia berlalu pergi tanpa mengatakan apa pun pada suaminya. Air matanya menetes begitu saja mengiringi langkahnya yang membawa rasa malu dan juga sakit hatinya.Tiba-tiba tangan Velicia ditarik oleh seseorang dari arah belakang. Sepertinya orang tersebut berniat untuk menghentikannya. Kaki Velicia pun berhenti melangkah, tapi dalam hatinya dia tidak akan kembali meskipun sang suami mengancam untuk menghabisinya."Berhenti!" Suara itu sangat dikenalnya. Benar dugaannya. Pemilik suara tersebut adalah Raymond Davis, suaminya. "Jalankan sesuai rencana. Bagaimanapun caranya kamu harus bisa membuat Tuan Alfredo memihak ku, agar menaikkan jabatanku seperti janjinya," sambungnya lirih di samping telinga sang istri.Velicia menghempaskan tangan suaminya, berusaha untuk lepas darinya. Cukup sudah dia mempermalukan dirinya selama ini di hadapan rekan kerja dan atasan suaminya. Sekarang dia mendengar sendiri dari bibir pria botak berperut buncit itu. Harga diri
Kedua tangan Velicia mencengkeram erat kain penutup ranjang yang sedang didudukinya. 'Manusia biadab! Aku pastikan kamu akan mendapatkan hukuman dari semua perbuatanmu padaku!' batinnya menggerutu."Tunggu apalagi?! Cepat ganti baju lusuh mu itu dengan gaun mahal yang aku belikan!" Perintah Raymond dengan suara meninggi.Velicia tidak bergerak. Dia mencoba memberontak dengan tidak melakukan perintah suaminya. Akan tetapi, hal itu justru memicu kemarahan sang suami. Raymond kembali meraih pergelangan tangan wanita lemah itu dan menariknya."Kamu benar-benar menguji kesabaranku, Velicia!" bentaknya sambil menyeret sang istri ke arah lemari.Tidak ada perlawanan dari Velicia. Wanita lemah yang kini mulai bangkit itu hanya diam seperti sebelumnya. Dia menunggu waktu yang tepat untuk menghancurkan sang suami ketika mulai lengah dan tidak berdaya."Aku beri waktu sepuluh menit untuk mengganti pakaianmu dan berdandanlah secantik mungkin, seperti malam kemarin, hingga bisa membuat semua oran
"Kenapa? Sejak kapan kamu penasaran dengan apa yang aku lakukan? Bukankah semalam kamu mempunyai kesibukan sendiri, sehingga tidak mengingatku sama sekali?" tanya balik Velicia sembari tersenyum miring pada pria yang berstatus suaminya dan berdiri di hadapannya.Seketika mata Raymond terbelalak. Sebisa mungkin dia menyembunyikan ekspresi terkejutnya agar sang istri tidak mengetahuinya."Apa maksudmu?" tanyanya dengan sedikit gugup." Apa kamu bersenang-senang tanpa istrimu?" tanya Velicia kembali sambil tersenyum miring.Raymond terkesiap. 'Apa dia mengetahuinya?' tanyanya dalam hati.Velicia mengetahui kegugupan suaminya. Dia pun kembali menyerangnya dengan berbagai macam pertanyaan untuk menyerangnya."Benar begitu, bukan? Kamu sibuk bersenang-senang hingga meninggalkan istrimu bersama para lelaki hidung belang untuk menghibur mereka. Kamu sama sekali tidak ingat pada istrimu. Kamu egois! Kamu hanya mementingkan dirimu sendiri!" Ujarnya menggebu-gebu."Apa buktinya?!" tanya Raymond