“Aaahh … Sandra. Tubuhmu nikmat sekali….”
Velicia menguatkan dirinya untuk melihat ke arah sumber suara–ke sebuah ruang kecil di dekat tangga darurat. Ia bisa melihat pintunya sedikit terbuka. Di sana, Velicia melihat suaminya tengah melakukan adegan tidak senonoh dengan seorang wanita asing–wanita yang tidak pernah Velicia temui sebelumnya. Jadi, sementara Velicia dilecehkan di dalam sana, Raymond justru … berselingkuh di belakangnya? “Hebat sekali,” desah si wanita yang dipanggil Sandra tadi. “Istrimu pasti puas memiliki suami sepertimu, Ray.” Raymond mendengus. “Kenapa bawa-bawa dia di sini?” “Ah, maaf.” Sandra tertawa kecil. “Bagimu, dia hanya boneka yang bisa dipamerkan saja ya?” “Mmh. Ya.” Raymond kembali menciumi leher Sandra. “Wanita sok polos seperti dirinya hanya bagus untuk dipajang.” Velicia mengepalkan kedua tangannya, sementara tubuhnya bergetar. Hatinya merasakan sakit yang luar biasa dan dadanya terasa sesak, hingga membuat air matanya keluar dengan sendirinya. Ia tahu ia hanya dinikahi karena tuntutan keluarga dan pemuas ego saja. Namun, ia pikir, setelah beberapa tahun menikah, Raymond akan memiliki sedikit perasaan padanya. Atau paling tidak bertanggung jawab atas Velicia. Karena toh Velicia selalu berusaha keras memenuhi semua tuntutan Raymond dan menjadi istri yang baik. Perbuatan pria itu malam ini sungguh menyakiti hatinya. Ia tidak mau lagi. Ia menolak menjadi boneka Raymond. Usai mengumpulkan tenaganya, perlahan Velicia melangkah pergi. Meninggalkan sepasang manusia laknat yang kini kembali mengeluarkan suara desahan yang membuat air mata Velicia mengalir kembali. Tidak hanya sedih dan terhina, ia juga merasa marah! “Ugh, panas–” Velicia merasa tubuhnya seperti terbakar. Apakah ini karena emosi dalam dirinya? Kenapa … rasanya aneh sekali– “Velicia?” Tubuh Velicia menegang saat mendengar panggilan itu. Sontak, ia berbalik ke arah sumber suara. Khawatir jika itu adalah salah satu atasan suaminya. Ia harus memfokuskan pandangannya beberapa kali karena rasa sakit di kepalanya makin menjadi. “Kamu–” Sepasang mata Velicia membelalak saat mengenali pria itu. Sepasang mata hazel itu tidak akan pernah bisa ia lupakan. “Arion?” Pria itu tersenyum miring. “Rupanya kamu masih mengingat namaku,” komentarnya. Mana mungkin ia bisa lupa? Arion Brooks. Sosok itu adalah mantan kekasihnya–seorang pria yang harus Velicia patahkan hatinya karena ia harus menikah dengan Raymond akibat perjanjian dua keluarga mereka. Bagaimana pria itu bisa ada di sini? Jantung Velicia berdebar lebih cepat sementara napasnya mulai berat dan peluh mulai menetes dari pelipisnya akibat rasa panas yang menelingkupi tubuhnya. Ada yang aneh dalam tubuh Velicia, tapi ia tidak tahu apa. Sekalipun ia minum alkohol, seharusnya tubuhnya tidak bereaksi seperti ini. Kecuali …. “... Hei, kamu baik-baik saja?” Kini, suara Arion tampak khawatir. Pria itu langsung menangkap tubuh Velicia yang meluruh di hadapannya sebelum wanita itu jatuh ke lantai sembari memegangi dadanya. “Arion,” desah Velicia, membuat sepasang mata hazel Arion membelalak karena desahan sensual Velicia diikuti dengan gerakan wanita itu yang menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher si pria. “Arion, tolong aku.” “Vel, apa yang–” Sebelum sempat menyelesaikan kalimatnya, Arion tiba-tiba memahami sesuatu. Suaranya yang rendah terdengar berbahaya saat mengubah pertanyaannya menjadi, “Siapa yang melakukan ini?” Velicia menggeleng, tidak sanggup menjawab lantaran tengah menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Tanpa bisa ditahan, wanita itu mengerang pelan. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Arion mengangkat tubuh Velicia dan menggendongnya ke kamarnya yang ada di hotel tersebut. Sepanjang jalan ke sana, Velicia tampak tidak nyaman. Bahkan wanita itu mulai terisak dan meracau. Hingga pada akhirnya ketika Arion membaringkan Velicia di tempat tidurnya, wanita itu langsung menarik Arion ikut bersamanya. Dan mencium pria itu. *** "Kenapa penampilanmu berantakan seperti itu, Raymond?” Pria yang ditanyai itu menoleh ke arah si penanya, salah seorang atasan yang tadi bersama sang istri. “Ah.” Raymond tersenyum kikuk, sembari berusaha merapikan pakaiannya. “Kamu ini. Tampilanmu seperti orang yang habis melakukan sesuatu saja," imbuh atasannya lagi. Senyumannya penuh arti. “Apakah kamu baru saja ‘berbuat’ dengan istrimu yang cantik itu?” Pertanyaan itu membuat Raymond mengerutkan kening dan melihat sekeliling. Baru kemudian ia menyadari bahwa Velicia tidak ada di sana. "Sedang mencari sesuatu, Ray?" Kenzo bertanya. Meskipun jabatannya satu tingkat di atas Ray, usianya sama dengan Raymond. “Maaf. Istriku tidak di sini?” tanya Raymond. “Tadi dia bilang sih mau ke toilet, lalu dia tidak kembali lagi. Kupikir dia sekalian menyusulmu,” balas Kenzo ringan. Sama sekali tidak ada rasa bersalah dalam suaranya. “Kupikir kamu bertemu dengannya. Karena sekarang penampilanmu,” Ia melihat penampilan Raymond yang masih cukup berantakan, “tampak ‘panas’.” Seorang pria lain terkekeh. “Apakah kamu melakukannya di toilet?” godanya, membuat Raymond makin bingung. “Ya sudah, tidak apa-apa lah, meski istrimu tidak sopan. Kumaafkan. Sepertinya memang dia sangat mencintai suaminya.” “Di toilet ya,” gumamnya kemudian, tidak terlalu mengomentari komentar yang ditujukan padanya. “Kalau begitu permisi.” Tanpa disadari oleh Raymond, para atasannya menatap kepergiannya dengan seringai tipis, tampak seperti baru mendapatkan hiburan menarik. Terutama Kenzo. Karena pria tersebutlah yang memberikan minuman yang sudah dicampur obat kepada Velicia. Jika ia tidak salah hitung, seharusnya saat ini obatnya sudah mulai bereaksi. Kenzo bahkan tadi sempat pergi untuk mencari keberadaan istri Raymond tersebut. Namun, sayangnya Kenzo tidak berhasil menemukannya. Yah, sekalipun Velicia berakhir melakukan perbuatan itu dengan orang lain, itu tidak masalah. Yang jelas, nantinya itu akan membuat martabat dan rasa percaya diri Raymond yang setinggi langit itu jatuh, sesuai yang Kenzo harapkan. Sementara itu, Raymond berusaha mencari Velicia ke sekeliling ballroom terlebih dahulu sembari menghubungi nomor ponsel sang istri. Awalnya, ia tampak bingung, tapi lama kelamaan ia tampak kesal lantaran Velicia tak kunjung menjawab panggilan teleponnya. “Sial, di mana wanita itu?” gumam Raymond pada dirinya sendiri. Akhirnya ia keluar dan menuju arah toilet. Dalam hati Raymond, ia akan memberi pelajaran pada istrinya karena tidak mendengarkan perintahnya. Namun, sekarang yang penting ia harus menemukan Velicia terlebih dahulu. Fokus Raymond tiba-tiba jatuh pada kalung yang ada di dekat kakinya. Ia mengenali kalung itu karena tadi ia sempat melihatnya bertengger di leher sang istri. Apakah tadi Velicia di sini? Namun … tempat ini tidak jauh letaknya dari ruang peralatan tempat Raymond berhubungan dengan Sandra tadi. Mungkinkah … perempuan itu tadi melihatnya?Raymond berdecak. Jika Velicia memang melihatnya, maka– “Sayang, kenapa di sini? Kamu mencariku?” Raymond menoleh saat mendengar suara itu. Detik berikutnya, seorang wanita memeluk tubuh Raymond dari belakang. Aroma parfum wanita itu sangat memabukkan. “Kamu sudah merindukanku?” Perlahan Raymond berbalik dan dirinya langsung disambut senyuman manis Sandra. Wanita itu masih belum melepaskan pelukannya saat berkata, “Kamu benar-benar menyukaiku rupanya. Tidak bisa lepas dariku, hm?” Seketika amarah Raymond lenyap. Peduli setan dengan istrinya yang kabur. Raymond benar-benar tidak bisa menolak pesona wanita di hadapannya ini. Langsung saja, ia melupakan Velicia. *** “Tubuhmu indah sekali, Velicia.” Sentuhan lembut pada kulit mulus Velicia membuat wanita itu mengeliat pelan. Akan tetapi, sepasang matanya yang sudah tampak tidak fokus dan penuh hasrat itu seakan meminta lebih. Ia menggigit bibirnya, menahan lenguhan itu agar tidak keluar. “Jangan menahannya.” Pria itu terkekeh p
"Mama?!" Kedua mata Velicia terbelalak melihat ibu mertuanya yang sedang berdiri di depan pintu rumahnya. Wanita paruh baya itu melihat penampilan menantunya dari atas hingga bawah. Berantakan! Nilai yang diberikan sang mertua padanya. "Minggir!" ujarnya sembari menyingkirkan sang menantu dari hadapannya. Dia berjalan masuk tanpa dipersilahkan oleh si pemilik rumah. Anna Hayden, istri dari Alexander Davis merupakan seorang ibu rumah tangga tanpa karir yang mempunyai mimpi besar untuk keluarganya. Ambisinya untuk menjadi salah satu wanita kelas atas yang dihormati di kota tersebut membuatnya menghalalkan berbagai macam cara. Seperti saat ini, dia ingin menikahkan Raymond yang sudah beristrikan Velicia dengan putri dari salah satu pejabat tinggi di kota tersebut. Wanita berambut hitam sebahu itu menelisik tiap ruangan. Tidak ada pujian yang keluar dari bibirnya, melainkan celaan yang ditujukan pada sang menantu."Tidak kusangka Raymond telah menikahi wanita pemalas sepertimu," tutur
Suara Velicia dapat didengar oleh sang suami dan ibunya. Seketika keduanya menoleh ke arah sumber suara. "Velicia, kamukah itu?" tanya Raymond menyelidik dari tempatnya berdiri.Badan Velicia menegang. Tangan kanannya menutup bibirnya. Akan tetapi, dia sadar jika hanya sia-sia. Suaminya kembali memanggilnya, dan mempertanyakan keberadaannya. Dia memejamkan matanya, dan menyiapkan hatinya. Sedetik kemudian, dia pun keluar dari tempat persembunyiannya. Selangkah demi selangkah kakinya membawanya menghampiri mereka. "Kamu menguping?" tanya wanita paruh baya itu sambil tersenyum miring pada menantunya.Velicia berdiri tepat di hadapannya. Dia menatap tegas pada sang ibu mertua , seolah tidak mempunyai rasa takut sedikit pun padanya. "Bagaimana jika wanita itu tidak bisa memberikan keturunan ketika sudah menikah dengan Raymond? Apa Mama akan mencarikan wanita lain lagi untuk dinikahi Raymond?" tanyanya serius, tanpa kenal rasa takut."Velicia! Jaga ucapanmu!" bentak Raymond. Sorot mata
Raymond meninggalkan rumah dengan membawa amarahnya pada sang istri. Dia merasa hina di mata istrinya. Memanglah benar dia telah berselingkuh dan berhubungan badan dengan wanita lain. Akan tetapi, hanya dengan satu wanita saja, tidak lebih.Namun, bagaimanapun dia telah berselingkuh dari istrinya, dan dia menyadari hal itu. Awalnya dia hanya bersenang-senang dengan Sandra, tapi hubungan panas mereka membuat keduanya ketagihan. Sehingga ingin mengulangnya lagi dan lagi. Tanpa sadar mereka berdua saling terikat oleh kebutuhan biologis yang telah mereka lakukan."Shit!" umpatnya ketika mengingat tatapan mata sang istri pada saat bertanya padanya. "Apa mungkin dia mengetahuinya?" gumamnya sembari mengemudi."Tidak. Aku rasa dia tidak mungkin mengetahuinya. Ini semua karena Mama," sambungnya kembali.Beberapa detik kemudian, dia teringat akan sesuatu yang akan dilakukannya ketika bertemu dengan istrinya. Seketika dia mengerem mobilnya."Sial! Bukankah aku harus menanyakan padanya tentang
"Ternyata anda hanya berpura-pura saja, Tuan Alfredo. Pasti anda sangat puas dengan pelayanan dari istriku, Velicia. Berarti semalam Velicia berada di dalam kamar Tuan Alfredo. Seperti dugaanku, kamu sangat bisa diandalkan, Velicia," gumamnya sambil tersenyum melewati koridor menuju ruang pertemuan.Raymond melangkah dengan sangat percaya diri. Dia sangat yakin jika pertemuan itu diadakan untuk peresmian kenaikan jabatannya yang disaksikan oleh seluruh anggota direksi dan juga Presdir perusahaan tersebut. Rasa percaya dirinya yang begitu besar membuat Raymond lupa akan permintaan konyol atasannya. Senyuman Raymond mengembang tanpa henti, hingga membuat sang atasan tersenyum miring melihatnya. Tidak ada kekhawatiran yang terlihat dari wajah seorang Raymond Davis. Bagi keluarga Davis, Raymond sangatlah hebat dan sangat bisa diandalkan. Sehingga membuat Raymond semakin angkuh dan arogan."Karyawan terbaik dan patut menjadi teladan untuk karyawan lainnya di perusahaan ini adalah ...."De
"Kenapa? Sejak kapan kamu penasaran dengan apa yang aku lakukan? Bukankah semalam kamu mempunyai kesibukan sendiri, sehingga tidak mengingatku sama sekali?" tanya balik Velicia sembari tersenyum miring pada pria yang berstatus suaminya dan berdiri di hadapannya.Seketika mata Raymond terbelalak. Sebisa mungkin dia menyembunyikan ekspresi terkejutnya agar sang istri tidak mengetahuinya."Apa maksudmu?" tanyanya dengan sedikit gugup." Apa kamu bersenang-senang tanpa istrimu?" tanya Velicia kembali sambil tersenyum miring.Raymond terkesiap. 'Apa dia mengetahuinya?' tanyanya dalam hati.Velicia mengetahui kegugupan suaminya. Dia pun kembali menyerangnya dengan berbagai macam pertanyaan untuk menyerangnya."Benar begitu, bukan? Kamu sibuk bersenang-senang hingga meninggalkan istrimu bersama para lelaki hidung belang untuk menghibur mereka. Kamu sama sekali tidak ingat pada istrimu. Kamu egois! Kamu hanya mementingkan dirimu sendiri!" Ujarnya menggebu-gebu."Apa buktinya?!" tanya Raymond
Kedua tangan Velicia mencengkeram erat kain penutup ranjang yang sedang didudukinya. 'Manusia biadab! Aku pastikan kamu akan mendapatkan hukuman dari semua perbuatanmu padaku!' batinnya menggerutu."Tunggu apalagi?! Cepat ganti baju lusuh mu itu dengan gaun mahal yang aku belikan!" Perintah Raymond dengan suara meninggi.Velicia tidak bergerak. Dia mencoba memberontak dengan tidak melakukan perintah suaminya. Akan tetapi, hal itu justru memicu kemarahan sang suami. Raymond kembali meraih pergelangan tangan wanita lemah itu dan menariknya."Kamu benar-benar menguji kesabaranku, Velicia!" bentaknya sambil menyeret sang istri ke arah lemari.Tidak ada perlawanan dari Velicia. Wanita lemah yang kini mulai bangkit itu hanya diam seperti sebelumnya. Dia menunggu waktu yang tepat untuk menghancurkan sang suami ketika mulai lengah dan tidak berdaya."Aku beri waktu sepuluh menit untuk mengganti pakaianmu dan berdandanlah secantik mungkin, seperti malam kemarin, hingga bisa membuat semua oran
'Cukup!' teriak Velicia dalam hati. Dia berlalu pergi tanpa mengatakan apa pun pada suaminya. Air matanya menetes begitu saja mengiringi langkahnya yang membawa rasa malu dan juga sakit hatinya.Tiba-tiba tangan Velicia ditarik oleh seseorang dari arah belakang. Sepertinya orang tersebut berniat untuk menghentikannya. Kaki Velicia pun berhenti melangkah, tapi dalam hatinya dia tidak akan kembali meskipun sang suami mengancam untuk menghabisinya."Berhenti!" Suara itu sangat dikenalnya. Benar dugaannya. Pemilik suara tersebut adalah Raymond Davis, suaminya. "Jalankan sesuai rencana. Bagaimanapun caranya kamu harus bisa membuat Tuan Alfredo memihak ku, agar menaikkan jabatanku seperti janjinya," sambungnya lirih di samping telinga sang istri.Velicia menghempaskan tangan suaminya, berusaha untuk lepas darinya. Cukup sudah dia mempermalukan dirinya selama ini di hadapan rekan kerja dan atasan suaminya. Sekarang dia mendengar sendiri dari bibir pria botak berperut buncit itu. Harga diri
Seketika Raymond dan mamanya menoleh ke arah Velicia. Ibu dan anak tersebut menatap bingung padanya.'Apa dia tidak memperkenalkan diri pada Tania?' batin Anna.'Berarti Velicia tidak mengatakan siapa dirinya pada Tania,' batin Raymond."Kenapa semuanya diam? Apa ada yang salah dengan pertanyaanku?" tanya Tania seraya melihat Raymond dan mamanya secara bergantian.Anna tersenyum kikuk pada wanita yang akan dijodohkan dengan putranya. Raymond pun demikian. Dia melihat ke arah sang ibu tanpa berani menjawabnya. Sedangkan Velicia, dia tersenyum miring mengetahui bahwa sang suami takut salah menjawab. Dia sangat tahu betul jika suaminya takut pada mamanya."Bukankah kalian sudah berkenalan?" tanya wanita paruh baya itu sembari memaksakan senyumnya."Kalian tenang saja, aku tidak memperkenalkan diriku padanya. Bahkan aku tidak mengatakan sepatah kata pun padanya," tutur Velicia dengan memperlihatkan wajah datarnya.Kemudian dia meninggalkan ruangan tersebut untuk menenangkan hatinya. Bagai
Sontak saja Velicia mengalihkan pandangannya pada pintu kamar mandi. Tubuhnya menegang melihat sang suami yang masih dalam keadaan polos dan basah di sekujur tubuh, serta kepalanya yang penuh busa hingga menutupi kedua matanya. Namun, detik berikutnya dia bernafas lega setelah menyadari bahwa kedua mata suaminya terpejam. Secepat kilat dia meletakkan kembali ponsel milik suaminya ke tempat semula."Cepat buka pintunya! Gendang telingaku bisa pecah mendengarnya!' seru Raymond yang masih berdiri di tempat tersebut dengan mata yang terpejam.Velicia berjalan santai ke arah pintu kamarnya sembari menertawakan suaminya dalam hati.'Sekarang kamu baru bisa merasakan apa yang aku rasakan,' batinnya sambil tersenyum miring.Setelah mendengar suara pintu kamar yang ditutup oleh istrinya, Raymond kembali masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh busa yang ada di kepalanya. Tadinya dia ingin berlama-lama mengguyur kepalanya dengan air yang keluar dari shower untuk mengenyahkan Velicia dari isi
Tepat pada saat itu, terdengar suara dering telpon yang berasal dari dalam tas yang dipangku oleh Velicia. Dengan segera Velicia mengambil ponselnya agar tidak menambah kekesalan sang mantan.Dengan terpaksa dia menerima panggilan telpon tersebut setelah melihat nama yang tertera pada layar ponselnya. 'Pulang sekarang juga! Jika tidak, orang tuamu lah yang akan menerima akibatnya!'"Putar balik sekarang juga!" ujarnya tanpa berpikir panjang.Arion melihat kepanikan Velicia. Dia segera menghentikan mobilnya di tepi jalan." Ada apa? Siapa yang menelponmu?" tanya Arion penasaran."Tolong antarkan aku kembali ke rumah sekarang juga," jawabnya dengan panik.Arion mengerutkan dahinya. Dia menatap curiga pada wanita masa lalunya itu."Kenapa? Apa dia yang menelponmu? Apa dia mengancammu?" tanyanya bertubi-tubi."Cepat antarkan aku pulang sekarang juga, sebelum dia kembali menelponku. Aku hanya tidak ingin dia mengganggu ketenangan orang tuaku," jawab Velicia dengan tatapan memohon padanya
Raymond terhenyak. 'Apa dia mengetahuinya?' tanyanya dalam hati."Kamu ... apa yang kamu ketahui?" Tanyanya dengan tatapan menyelidik.Velicia semakin mengetahui nilai dirinya di mata sang suami. Bahkan dirinya tidak berharga sama sekali ketika tidak dapat dimanfaatkan oleh suaminya."Jadi kamu tidak keberatan jika wanitamu ditiduri oleh pria lain?" tanya Velicia sambil tersenyum miring.'Jadi dia sudah tahu. Bagaimana bisa dia tahu? Apa aku harus mempertanyakannya?' batin Raymond bertanya-tanya.Velicia terkekeh melihat ekspresi bingung wajah suaminya yang berusaha disembunyikannya. "Kamu pasti biertanya-tanya, dari mana aku mengetahuinya," ucapnya setelah menghentikan tawanya.Amarah Raymond kembali tersulut. Kedua tangannya mengepal kuat untuk menahannya. Dia sangat lelah, sehingga tidak ingin menggunakan tenaganya saat ini."Dia putri dari keluarga kaya raya. Tidak seperti kamu yang hanya bisa membantu dengan tubuhmu," ujar Raymond sembari tersenyum miring melihat tubuh sang istr
"Tuan Alfredo yang buncit itu?" tanya sandra menyelidik.Raymond menganggukkan kepalanya menanggapi pertanyaan dari kekasihnya yang telah dimintai tolong olehnya."Pria botak yang sedang berbicara dengan Papa di restoran hotel ini?" tanyanya kembali.Lagi-lagi Raymond menganggukkan kepalanya. Wajahnya terlihat sedih. Sorot matanya memperlihatkan kekecewaannya pada seseorang yang namanya sedang mereka bahas."Kenapa kamu diam saja diperlakukan seperti itu?!" tanya sandra dengan meninggikan suaranya."Bagaimana lagi, aku hanya seorang bawahan. Sedangkan dia adalah atasanku. Jadi sudah sewajarnya dia memanfaatkan aku. Dia juga berhak tidak menepati janjinya untuk menaikkan jabatanku. Pasti dia berpikiran seperti itu," ujar Raymond seolah telah menjadi korban semena-mena dari atasannya.Sandra termakan oleh semua ucapan kekasihnya. Dia menjadi geram pada sosok Tuan Alfredo yang telah membodohi Raymond sebagai bawahannya. "Lihat saja, aku akan membuat si botak berperut buncit itu meminta
"A-apa?!" Velicia terhenyak. Tinggal bersama sang mantan? Tidak pernah terbersit sedikit pun di benaknya. Andai saja kondisinya tidak seperti sekarang, mungkin dia akan menyetujuinya tanpa banyak pertimbangan. Kenapa tidak pada saat perjodohan dengan Raymond saja dia kabur dan tinggal bersama dengan Arion, daripada hidup tersiksa dan menanggung beban perasaan, pikiran serta emosional seperti saat ini? Pikiran inilah yang terbersit saat ini di benak Velicia."Maksudku kamu bisa tinggal di apartemenku. Aku tinggal di tempat lain," ucap Arion gugup meralat perkataannya."Meskipun aku menginginkan kita bisa hidup bersama," sambungnya lirih.Velicia menundukkan kepalanya menyembunyikan rona merah yang menghiasi pipinya. Jauh dalam lubuk hatinya menginginkan hal yang sama. Tiba-tiba saja dia teringat akan sesuatu. Seketika dia menghadap ke arah si pengemudi mobil tersebut."Bagaimana dengan istrimu? Apa kalian tidak tinggal di apartemen?" tanyanya penasaran.Arion menggelengkan kepalanya.
'Cukup!' teriak Velicia dalam hati. Dia berlalu pergi tanpa mengatakan apa pun pada suaminya. Air matanya menetes begitu saja mengiringi langkahnya yang membawa rasa malu dan juga sakit hatinya.Tiba-tiba tangan Velicia ditarik oleh seseorang dari arah belakang. Sepertinya orang tersebut berniat untuk menghentikannya. Kaki Velicia pun berhenti melangkah, tapi dalam hatinya dia tidak akan kembali meskipun sang suami mengancam untuk menghabisinya."Berhenti!" Suara itu sangat dikenalnya. Benar dugaannya. Pemilik suara tersebut adalah Raymond Davis, suaminya. "Jalankan sesuai rencana. Bagaimanapun caranya kamu harus bisa membuat Tuan Alfredo memihak ku, agar menaikkan jabatanku seperti janjinya," sambungnya lirih di samping telinga sang istri.Velicia menghempaskan tangan suaminya, berusaha untuk lepas darinya. Cukup sudah dia mempermalukan dirinya selama ini di hadapan rekan kerja dan atasan suaminya. Sekarang dia mendengar sendiri dari bibir pria botak berperut buncit itu. Harga diri
Kedua tangan Velicia mencengkeram erat kain penutup ranjang yang sedang didudukinya. 'Manusia biadab! Aku pastikan kamu akan mendapatkan hukuman dari semua perbuatanmu padaku!' batinnya menggerutu."Tunggu apalagi?! Cepat ganti baju lusuh mu itu dengan gaun mahal yang aku belikan!" Perintah Raymond dengan suara meninggi.Velicia tidak bergerak. Dia mencoba memberontak dengan tidak melakukan perintah suaminya. Akan tetapi, hal itu justru memicu kemarahan sang suami. Raymond kembali meraih pergelangan tangan wanita lemah itu dan menariknya."Kamu benar-benar menguji kesabaranku, Velicia!" bentaknya sambil menyeret sang istri ke arah lemari.Tidak ada perlawanan dari Velicia. Wanita lemah yang kini mulai bangkit itu hanya diam seperti sebelumnya. Dia menunggu waktu yang tepat untuk menghancurkan sang suami ketika mulai lengah dan tidak berdaya."Aku beri waktu sepuluh menit untuk mengganti pakaianmu dan berdandanlah secantik mungkin, seperti malam kemarin, hingga bisa membuat semua oran
"Kenapa? Sejak kapan kamu penasaran dengan apa yang aku lakukan? Bukankah semalam kamu mempunyai kesibukan sendiri, sehingga tidak mengingatku sama sekali?" tanya balik Velicia sembari tersenyum miring pada pria yang berstatus suaminya dan berdiri di hadapannya.Seketika mata Raymond terbelalak. Sebisa mungkin dia menyembunyikan ekspresi terkejutnya agar sang istri tidak mengetahuinya."Apa maksudmu?" tanyanya dengan sedikit gugup." Apa kamu bersenang-senang tanpa istrimu?" tanya Velicia kembali sambil tersenyum miring.Raymond terkesiap. 'Apa dia mengetahuinya?' tanyanya dalam hati.Velicia mengetahui kegugupan suaminya. Dia pun kembali menyerangnya dengan berbagai macam pertanyaan untuk menyerangnya."Benar begitu, bukan? Kamu sibuk bersenang-senang hingga meninggalkan istrimu bersama para lelaki hidung belang untuk menghibur mereka. Kamu sama sekali tidak ingat pada istrimu. Kamu egois! Kamu hanya mementingkan dirimu sendiri!" Ujarnya menggebu-gebu."Apa buktinya?!" tanya Raymond