Setelah menyantap sebagian bekal makanannya, Satria hendak keluar untuk kembali melihat para pekerjanya yang sedang menaikkan sapi-sapi ke dalam truk untuk dijual ke kota.“Mas Satria mau kemana?” tanya Karina hendak berdiri dari kursi yang di dudukinya.“Kamu disini saja, aku mau lihat pekerja diluar,” sahut Satria sembari melangkah keluar dari ruangan itu.Karina berdecak kesal namun dirinya tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti perintah Satria karena bagaimana pun juga Karina tak mau membuat Satria semakin jengkel padanya dan akan mengusirnya dari peternakan itu.Karina menghela nafas lantaran merasa bosan menunggu Satria selesai bekerja kemudian kedua matanya tertuju pada wadah yang berisi sebagian nasi serta lauk pauk yang diberikan Satria untuknya.“Aaahh, aku lapar… lebih baik aku makan saja!” Karina pun menyantap makanan itu hingga habis.Hampir dua jam Karina menunggu Satria diruangan itu, namun Satria tak kunjung kembali. Karena bosan rasa kantuk pun menghampiri gadis m
Semua pekerja di peternakan itu menyoroti Satria yang sedang menggendong seorang gadis yang telah mengubah status dudanya. Satria menahan rasa malu saat itu, namun berbeda dengan Karina yang justru merasa sangat bahagia bahkan jantungnya berdegup kencang.Perlahan Satria memasukkan Karina ke dalam mobil tuanya yang sering ia gunakan. Ketika hendak menyalakan mesin mobilnya, Satria melirik Karina yang tampak memperhatikan mobilnya dengan raut wajah yang bingung.“Warga di desa ini tidak ada yang mempunyai mobil bagus seperti di orang-orang di kota… jangankan mobil bagus memiliki sepeda ontel saja mereka sudah bersyukur!” ucap Satria sengaja menyindir Karina yang terbiasa hidup mewah bersama orang tuanya di kota.“Aku juga bersyukur…” sahut Karina membuat Satria menoleh padanya.“Bersyukur karena memiliki suami yang tampan seperti Mas Satria!” sambung Karina sembari tersenyum lebar sementara Satria hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas panjang.Satria menjalankan mobi
Sepanjang perjalanan pulang kerumah Satria tampak diam dan hanya fokus menyetir mobil tuanya sementara Karina sedang sibuk berpikir untuk mencari topik agar dirinya bisa ngobrol dan akrab dengan Satria. Tak lama kemudian Karina teringat dengan sikap Sekar yang enggan membalas senyuman darinya.“Mas, cewek pemetik teh tadi siapa namanya?” tanya Karina pada Satria.“Cewek yang mana?” sebenarnya Satria tau siapa yang di tanya Karina saat itu padanya, namun ia pura-pura tidak tau.“Yang menemani si ibu yang sakit tadi!” ucap Karina menjelaskan.Satria diam dan kedua matanya tetap fokus ke depan seolah ingin mengabaikan pertanyaan dari istrinya itu.“Mas?!” tegur Karina sembari menepuk pundak Satria pelan.Satria menoleh sejenak pada Karina yang sedang menanti jawaban darinya.“Perkebunan teh itu memang milik keluargaku, tapi bukan berarti aku mengenal dan tau nama-nama dari setiap pekerja disana!” jawab Satria memilih untuk berbohong pada Karina, namun dirinya merasa penasaran mengapa Kar
“Dari mana kamu?” langkah kaki seorang gadis bernama Karina mendadak berhenti ketika mendengar suara sang ayah yang sedang memergokinya pulang di pagi hari, namun saat itu Karina bungkam dengan wajahnya yang tertunduk karena ketakutan.“Jawab Karin!!!” teriak Herdinan membuat Karina terkejut setengah mati dan rasa takut pun semakin menjadi-jadi.Ratih yang sejak semalam sangat khawatir pada putri bungsunya itu segera turun dari lantai atas setelah mendengar suara teriakan suaminya yang berasa dari arah dapur, begitu pula dengan Livia yang tidak tidur semalaman karena turut mengkhawatirkan adiknya.“Karin, dari mana kamu jam segini baru pulang? Kamu juga tidak pamit saat pergi semalam!” tanya Ratih yang akhirnya dapat bernafas lega setelah melihat putri bungsunya kembali dalam keadaan baik-baik saja.Karina melirik Livia yang berdiri di samping Ratih saat itu, ia berharap sang kakak mau membantunya agar terhindar dari amukan sang ayah, namun sayang Livia pun tak bisa berbuat apa-apa kar
Di dalam kamarnya Karina gemetar ketakutan karena mendengar suara ayahnya yang sangat marah dengannya sampai dirinya pun tersentak kaget ketika mendengar suara pintu terbuka lantaran mengira bahwa yang masuk ke dalam kamar adalah ayahnya, namun ternyata Livia.Livia kembali mengunci pintu kamar itu, lalu menghampiri Karina yang duduk di tepi ranjang. Saat itu wajah Karina memang tampak pucat setelah muntah-muntah.“Karin, apa benar kamu hamil dengan Robi?” tanya Livia pada adiknya itu.Karina bungkam dan tak berani membalas tatapan mata kakaknya.“Jawab Kakak, Karin!” seru Livia memaksa.“Iya!” sahut Karina kemudian memalingkan wajahnya dari tatapan sang kakak.“Astaga, Karin….” Livia pun terduduk lemas mendengar pengakuan dari Karina barusan yang membuatnya benar-benar kecewa.Karina merebahkan tubuhnya diatas ranjang, lalu menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.“Kakak keluar saja, aku ingin sendiri!” ucap Karina mengusir Livia keluar dari kamarnya.Sebenarnya Livia merasa
Karina yang sudah sampai di sekolah tampak menunggu kedatangan Robi di pintu gerbang sekolah dengan perasaan yang sangat gelisah, dirinya merasa begitu yakin bahwa Robi marah kepadanya karena ia tidak bisa menepati janjinya untuk melihat balapan motor yang dilakukan Robi semalam.“Robi pasti marah karena aku tidak datang untuk melihat balapan motornya semalam…” gumam Karina mondar-mandir saat menunggu kedatangan Robi di depan gerbang sekolah.“Ck, ini semua gara-gara kakak karena menghalangiku pergi semalam… dia juga mengurungku di dalam kamar, untung saja tadi pagi aku dengar si mbak lagi beberes diruangan dekat dengan kamarku, jadi aku bisa keluar lebih pagi untuk pergi ke sekolah sekalian menghindar menggunakan testpack yang kakak berikan semalam!” Karina terus bergumam sendirian disana.Ketika bel masuk sekolah sudah berbunyi Karina tak kunjung melihat kedatangan Robi disana, kegelisahannya pun semakin mencuat.“Apa mungkin dia bolos sekolah lagi?” tanya Karina dalam hatinya sembar
Karina hendak masuk ke dalam kamarnya, namun tiba-tiba ia mendengar suara jeritan salah satu pembantu dirumahnya, ia pun kembali untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di lantai bawah.“Ibu!!!” Karina memekik kaget saat melihat tubuh ibunya tergeletak di lantai.Semua orang panik dengan kondisi Ratih yang tak sadarkan diri secara tiba-tiba, lalu dengan waktu yang bersamaan Herdinan baru saja pulang dari kantor untuk makan siang. Mendengar kondisi Ratih, ia segera pergi melihatnya di kamar.“Apa ini?” Herdinan tak sengaja melihat sesuatu yang masih berada di dalam genggaman Ratih.Betapa terkejutnya Herdinan ketika melihat testpack itu, lalu dengan cepat ia menoleh pada Karina.“Kurang ajar!!!” teriak Herdinan membuat semua orang terkejut begitupula dengan Karina.Pllaaakk!!!Telapak tangan Herdinan kembali mendarat di wajah Karina dan kali ini cukup keras sehingga meninggalkan bekas merah.“Ini pasti punyamu, kan!!!” teriak Herdinan lagi sembari melemparkan testpack itu pada Karina y
Karina pulang dengan mata sembab serta perasaannya yang begitu hancur setelah memergoki kekasihnya yang telah selingkuh darinya. Ratih dan Livia tentu saja bertanya kepada Karina, namun ia hanya diam saja dan memilih untuk mengunci dirinya di dalam kamar.“Kupikir Robi mencintaiku, tapi ternyata dia selingkuh!” Karina ngedumel sendirian setelah menyadari bahwa lelaki yang selama ini ia bela mati-matian ternyata tega mengkhianati dirinya.Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu terdengar dari luar.“Karin, ini Ibu!” ucap Ratih dengan suaranya yang lembut.Karina membuka pintu kamarnya untuk Ratih, kedua matanya yang masih sembab tak bisa ia sembunyikan dari ibunya tersebut.“Besok pagi kita pergi untuk mengunjungi seseorang,” ucap Ratih pada Karina.“Mengunjungi siapa?” tanya Karina pada Ratih yang tampak sedikit bingung untuk menjawabnya.“Kamu akan menikah disana!” suara Herdinan membuat Ratih dan Karina menoleh kearah pintu.“Hah? Nikah?” Karina masih belum mengerti hal yang diucapkan sa