Karina pulang dengan mata sembab serta perasaannya yang begitu hancur setelah memergoki kekasihnya yang telah selingkuh darinya. Ratih dan Livia tentu saja bertanya kepada Karina, namun ia hanya diam saja dan memilih untuk mengunci dirinya di dalam kamar.
“Kupikir Robi mencintaiku, tapi ternyata dia selingkuh!” Karina ngedumel sendirian setelah menyadari bahwa lelaki yang selama ini ia bela mati-matian ternyata tega mengkhianati dirinya.
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pintu terdengar dari luar.
“Karin, ini Ibu!” ucap Ratih dengan suaranya yang lembut.
Karina membuka pintu kamarnya untuk Ratih, kedua matanya yang masih sembab tak bisa ia sembunyikan dari ibunya tersebut.
“Besok pagi kita pergi untuk mengunjungi seseorang,” ucap Ratih pada Karina.
“Mengunjungi siapa?” tanya Karina pada Ratih yang tampak sedikit bingung untuk menjawabnya.
“Kamu akan menikah disana!” suara Herdinan membuat Ratih dan Karina menoleh kearah pintu.
“Hah? Nikah?” Karina masih belum mengerti hal yang diucapkan sang ayah barusan.
“Karin, bayi yang ada di dalam rahimmu ini butuh status dan kami sudah menentukan laki-laki yang akan menjadi ayah untuk bayimu!” ucap Ratih menjelaskan pada Karina.
Karina menyentuh perutnya yang rata dan teringat dengan rencana konyolnya hanya demi seorang lelaki brengsek seperti Robi.
“Asal kamu tau saja sampai matipun Ayah tidak akan pernah merestui hubunganmu dengan laki-laki urakan itu!” seru Herdinan sebelum beranjak pergi dari sana.
“Huh, aku juga tidak mau berhubungan lagi dengan si brengsek itu!” Karina menggerutu kesal di dalam hatinya.
Ratih kemudian menurunkan semua pakaian yang ada di dalam lemari Karina, lalu ia masukkan ke dalam sebuah koper besar. Melihat semua pakaiannya tak tersisa lagi di dalam lemari Karina pun bergumam sembari menatap koper tersebut.
“Sepertinya aku benar-benar akan di tendang dari rumah ini!”
“Betul sekali!” sahut Livia yang tiba-tiba muncul dari balik tubuh adiknya itu.
Livia pun membalikkan tubuh Karina untuk berhadapan dengannya kemudian memastikan bahwa di dalam itu hanya ada mereka berdua setelah Ratih pergi.
“Katakan yang sebenarnya kalau kamu tidak hamil!” Livia menatap Karina dengan tajam.
“Memang aku tidak hamil!” jawab Karina santai.
Plleettaakk!!!
Livia geram dan memukul kepala Karina dengan sandal yang dikenakannya.
“Aduh, sakit tau!” pekik Karina meringis kesakitan dan mengusap kepalanya.
“Jadi kenapa kamu muntah-muntah waktu itu?” tanya Livia pada Karina.
“Masuk angin kali!” jawab Karina masih dengan raut wajahnya yang santai, namun berhasil membuat Livia dongkol setengah mati padanya.
“Aku akan bilang pada ayah dan ibu!” Livia hendak pergi menemui Herdinan dan Ratih, namun Karina mencegahnya.
“Kalau kakak melakukannya, aku tidak akan mau bicara lagi dengan kakak!” Karina mengancam Livia.
“Apalagi rencanamu?” tanya Livia kesal.
“Aku mengaku hamil supaya ayah merestui hubunganku dengan Robi, tapi sekarang aku tidak menginginkannya lagi karena…” Karina menghentikan kalimatnya.
“Karena Robi terbukti sebagai cowok brengsek?!” celetuk Livia dengan dengan tebakannya yang benar. Karina pun mengangguk dengan wajahnya yang tampak sedih dan kecewa.
“Sudahlah hentikan drama ini, Karin! Apa kamu tidak kasihan pada ayah dan ibu?” sambung Livia lagi.
“Kak, aku ingin melihat wajah lelaki yang ingin dijodohkan denganku!” ucap Karina sembari menyeringai lebar.
“Kepalanya botak dan dia sudah tua!” celetuk Livia asal bicara.
“Tidak mungkin!” sahut Karina tidak percaya begitu saja dengan ocehan sang kakak.
“Aku dengar dari ibu katanya pria itu seorang duda kaya dan memiliki seorang anak perempuan… usianya juga terpaut jauh denganmu, mungkin usianya sekitar 30 tahunan!” Livia menyampaikan apa yang ia dengar dari Ratih mengenai sosok lelaki yang akan dinikahan dengan Karina.
“Tua banget, nnjjiiirr… mana duda lagi!” Karina kaget mendengar usianya yang terpaut cukup jauh dengan sang duda.
“Kamu nikah sama bapak-bapak, hihihi…” Livia meledek adiknya sambil terkekeh.
Karina merebahkan tubuhnya diatas ranjang sambil menghela nafas panjang.
“Aku butuh liburan, jadi kita pergi saja besok ke desa itu!” gumam Karina membuat Livia terkejut.
“Ayah dan ibu membawamu kesana untuk menikah, bukan liburan!” seru Livia sembari mengguncang-guncang tubuh Karina.
“Sesampainya disana aku akan mengaku kalau aku sebenarnya tidak hamil, dengan begitu ayah dan ibu pasti akan membatalkan pernikahan, lalu kita akan liburan di desa itu selama beberapa hari!” ucap Karina dengan semua kalimat yang keluar begitu saja dari mulutnya.
“Dasar!” Livia hanya bisa bergeleng kepala melihat tingkah adiknya tersebut.
Keesokan harinya Herdinan benar-benar membawa keluarganya pergi ke sebuah pedesaan dimana dirinya akan menikahkan Karina dengan seorang duda kaya pemilik kebun teh dan juga peternakan sapi disana. Selama perjalanan Livia bungkam perihal kehamilan Karina yang sebenarnya hanyalah kepalsuan belaka, ia mengikuti rencana sang adik yang ingin melihat tampang dari si duda tersebut serta berlibur disana.
Mobil yang membawa Herdinan dan keluarganya pun sampai di sebuah halaman rumah yang tampak luas.
“Wah, asri banget!” seru Livia terpukau dengan keindahan alam disana.
“Apa kubilang, setidaknya kita harus liburan di desa ini beberapa hari!” bisik Karina pada Livia.
“Jangan lupa dengan kebohonganmu, kalau tidak kamu akan menikah dengan duda tua pilihan ayah!” balas Livia berbisik di telingan Karina.
Ratih melirik kedua putrinya yang sedang berbisik-bisik tak jauh darinya, lalu tak lama kemudian seorang lelaki menyambut kedatangan mereka. Lelaki tersebut memiliki paras wajah yang tampan juga memiliki postur tubuh yang tinggi dan kekar.
“Wow!!” Karina dan Livia lebih terpukau saat melihat lelaki yang tersenyum ramah ketika menyambut ayah mereka dari depan pintu.
“Tampan sekali dia!” ucap Livia tak berhenti menatap lelaki itu.
“Postur tubuhnya keren banget!” sambung Karina dengan hatinya yang meleleh.
“Siapa si tampan itu, Kak?” tanya Karina pada Livia tanpa berhenti menatap lelaki itu.
“Dia lelaki yang akan menikah denganmu, Karin!” sahut Ratih.
“Apa???” pekik Livia kaget.
“Mas duda super ganteng… aku datang!!!” seru Karina cepat-cepat mendekat agar bisa berkenalan dengan sang duda tampan yang akan menikahi dirinya.
Karina berdiri tempat di samping Herdinan hanya karena ingin menatap sang duda tampan dari jarak dekat. Jantung Karina berdegup kencang ketika dirinya saling bertatapan dengan sang duda yang akan menikahinya tersebut.“Hai, aku Karina!” tanpa segan kepada sang ayah, Karina langsung mengulurkan tangan kanannya untuk berkenalan dengan sang duda tampan.Herdinan kaget melihat sikap putri bungsunya bahkan dirinya merasa malu kepada lelaki yang sebentar lagi akan menjadi menantunya itu.“Satria…” suara berat sang duda langsung menggetarkan hati Karina.“Oh my gosh! Tidak hanya tampangnya saja yang keren, tapi suaranya juga… bikin aku jadi tambah klepek-klepek deh!” seru Karina dalam hatinya sembari terus menatap Satria.“Eeheerrmm!!!” Herdinan sengaja mendehem agak keras untuk menyadarkan Karina, namun ternyata tidak berhasil hingga dengan terpaksa ia mencubit lengan putrinya tersebut.“Aaww!” pekik Karina saat Herdinan mencubit lengannya.Herdinan melotot kesal pada Karina agar Karina tid
Usai berdandan dengan cantik Karina pun segera keluar dari kamar dan mencari keberadaan Satria, ia ingin mendekati Satria yang akan segera menjadi suaminya.“Kakak cantik cari siapa?” Lintang tiba-tiba muncul dari belakang saat Karina mencari keberadaan Satria diruang tengah.Karina berbalik kemudian tersenyum kepada Lintang yang tampak manis dan menggemaskan.“Aku sedang mencari calon suamiku yang tampan itu! Apa kau tau dimana dia?” tanya Karina sembari berjongkok dihadapan Lintang.“Om Satria sedang pergi, tapi Lintang tidak tau Om Satria perginya kemana…” jawab Lintang.“Kakak cantik, rambutnya panjang… Lintang suka!” sambung Lintang ingin sekali memiliki rambut panjang sepunggung seperti Karina.“Rambut Lintang juga bagus!” balas Karina mengelus rambut ikal Lintang.Tak lama kemudian sebuah mobil sampai di halaman depan, Lintang berlari ke pintu utama untuk melihat siapa yang datang.“Itu Om Satria!” seru Lintang membuat Karina bersemangat saat mengetahui bahwa pujaan hatinya tel
Setelah akad nikah Karina, Ratih dan Livia duduk bersama warga desa yang menjadi saksi pernikahan, mereka berbincang ringan untuk saling mengenal lantaran Karina akan menetap di desa itu saat menjadi istri Satria.Sementara itu Herdinan dan Satria berada di sebuah ruangan lain untuk membicarakan perihal penting mengenai Karina secara empat mata. Saat itu Herdinan seakan kehilangan muka di depan Satria mengingat kondisi putrinya yang terpaksa dinikahkan karena hamil tanpa dirinya mengetahui bahwa putri bungsunya tersebut telah berbohong kepadanya.“Satria, sebenarnya saya malu dengan pernikahan ini, tapi saya tidak tau lagi harus berbuat apa dengan kondisi Karina sekarang.” ucap Herdinan yang telah kehilangan muka dihadapan Satria.“Apa yang saya lakukan hari ini belum bisa menebus utang budi keluarga saya kepada Bapak…” ucap Satria mengingatkan kejadian di masa lalu ketika dirinya membantu keluarga Satria.“Saya cukup menyesal karena tidak bisa hadir saat pemakaman kedua orang tuamu w
Langit sudah gelap dan suara hewan malam pun terdengar di telinga Karina yang sedang berbaring diatas ranjang, namun ia sendirian. Sudah sedari tadi Karina menunggu kedatangan Satria di kamar itu, tapi Satria tak juga menampakkan batang hidungnya.“Hhuuuhh!!!” Karina mendengus kesal seraya turun dari ranjang.“Kenapa Mas Satria belum masuk juga ke kamar ini, padahal aku sudah berdandan cantik dan menunggunya dari tadi…” Karina menggerutu sendirian di dalam kamar itu.Karina masih ingin menahan dirinya untuk menunggu Satria di kamar itu, namun ia hanya bisa bertahan dalam beberapa menit saja.“Aku harus mencari Mas Satria!” Karina segera melangkah keluar dari kamar.Ketika baru saja melangkah keluar dari kamarnya tanpa sengaja Karina mengarahkan pandangannya ke jendela kaca yang belum tirainya belum tertutup. Dari sana Karina melihat sosok perempuan cantik yang sedang berdiri tak jauh dari halaman rumah.“Siapa perempuan itu? Ngapain dia berdiri sendirian disana malam-malam begini?” ta
Pagi hari Karina keluar dari kamar setelah mandi dan berpakaian rapi, namun kelopak matanya tampak sedikit menghitam lantaran dirinya tidak bisa semalaman karena memikirkan sikap Satria yang memilih tidur di kamar lain padahal mereka sudah resmi menjadi pasangan suami istri.Karina bertemu dengan Mbak Yati yang sedang melakukan pekerjaan yakni membersihkan rumah. Karina yang menyadari bahwa rumah sebesar itu tampak sepi lantas menghampiri Mbak Yati.“Mbak, kenapa rumah sepi sekali? Dimana Mas Satria dan Lintang?” tanya Karina pada Mbak Yati.“Non Lintang baru saja berangkat ke sekolah, kalau Den Satria sudah pergi pagi-pagi sekali ke kandang sapi katanya ada orang yang mau membeli sapi hari ini!” jawab Mbak Yati menjelaskan.“Non Karin sarapan dulu biar Mbak siapkan… ayo!” sambung Mbak Yati mengajak Karina keruang makan.“Mbak Yati lanjutkan saja pekerjaannya, saya bisa sendiri!” Karina pun melangkah pergi keruang makan sendirian lantaran tak ingin merepotkan Mbak Yati yang sedang bek
Satria merasa jengkel karena Karina tidak mau menurut kepadanya apalagi saat itu masih banyak pekerja disana yang sedang memperhatikan raut wajah Karina yang cemburut semantara Raka menjadi tidak enak hati karena berdiri di tengah-tengah kedua majikannya tersebut.Rasa serba salah yang sedang dirasakan Raka saat itu tiba-tiba saja menghilang ketika kedua matanya tanpa sengaja melirik seorang gadis yang berada tak jauh dari peternakan sapi milik Satria. Kebetulan saat itu Satria sedang melirik kearah Raka, lalu secepatnya Raka memberikan kode pada majikannya tersebut.“Raka, tolong lanjutkan pekerjaanku… awasi pekerjaan mereka!” titah Satria pada orang kepercayaannya itu.“Siap, Den!” sahut Raka menggantikan posisi Satria disana.“Ayo ikut aku!” Satria meraih tangan Karina bahkan menggenggamnya dengan erat kemudian mengajak Karina masuk ke dalam sebuah tempat yang menjadi ruang istirahatnya di peternakan itu.Sambil mengawasi para pekerja disana, Raka kembali melirik gadis yang baru sa
Setelah menyantap sebagian bekal makanannya, Satria hendak keluar untuk kembali melihat para pekerjanya yang sedang menaikkan sapi-sapi ke dalam truk untuk dijual ke kota.“Mas Satria mau kemana?” tanya Karina hendak berdiri dari kursi yang di dudukinya.“Kamu disini saja, aku mau lihat pekerja diluar,” sahut Satria sembari melangkah keluar dari ruangan itu.Karina berdecak kesal namun dirinya tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti perintah Satria karena bagaimana pun juga Karina tak mau membuat Satria semakin jengkel padanya dan akan mengusirnya dari peternakan itu.Karina menghela nafas lantaran merasa bosan menunggu Satria selesai bekerja kemudian kedua matanya tertuju pada wadah yang berisi sebagian nasi serta lauk pauk yang diberikan Satria untuknya.“Aaahh, aku lapar… lebih baik aku makan saja!” Karina pun menyantap makanan itu hingga habis.Hampir dua jam Karina menunggu Satria diruangan itu, namun Satria tak kunjung kembali. Karena bosan rasa kantuk pun menghampiri gadis m
Semua pekerja di peternakan itu menyoroti Satria yang sedang menggendong seorang gadis yang telah mengubah status dudanya. Satria menahan rasa malu saat itu, namun berbeda dengan Karina yang justru merasa sangat bahagia bahkan jantungnya berdegup kencang.Perlahan Satria memasukkan Karina ke dalam mobil tuanya yang sering ia gunakan. Ketika hendak menyalakan mesin mobilnya, Satria melirik Karina yang tampak memperhatikan mobilnya dengan raut wajah yang bingung.“Warga di desa ini tidak ada yang mempunyai mobil bagus seperti di orang-orang di kota… jangankan mobil bagus memiliki sepeda ontel saja mereka sudah bersyukur!” ucap Satria sengaja menyindir Karina yang terbiasa hidup mewah bersama orang tuanya di kota.“Aku juga bersyukur…” sahut Karina membuat Satria menoleh padanya.“Bersyukur karena memiliki suami yang tampan seperti Mas Satria!” sambung Karina sembari tersenyum lebar sementara Satria hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas panjang.Satria menjalankan mobi