Usai berdandan dengan cantik Karina pun segera keluar dari kamar dan mencari keberadaan Satria, ia ingin mendekati Satria yang akan segera menjadi suaminya.
“Kakak cantik cari siapa?” Lintang tiba-tiba muncul dari belakang saat Karina mencari keberadaan Satria diruang tengah.
Karina berbalik kemudian tersenyum kepada Lintang yang tampak manis dan menggemaskan.
“Aku sedang mencari calon suamiku yang tampan itu! Apa kau tau dimana dia?” tanya Karina sembari berjongkok dihadapan Lintang.
“Om Satria sedang pergi, tapi Lintang tidak tau Om Satria perginya kemana…” jawab Lintang.
“Kakak cantik, rambutnya panjang… Lintang suka!” sambung Lintang ingin sekali memiliki rambut panjang sepunggung seperti Karina.
“Rambut Lintang juga bagus!” balas Karina mengelus rambut ikal Lintang.
Tak lama kemudian sebuah mobil sampai di halaman depan, Lintang berlari ke pintu utama untuk melihat siapa yang datang.
“Itu Om Satria!” seru Lintang membuat Karina bersemangat saat mengetahui bahwa pujaan hatinya telah kembali.
Herdinan dan Ratih yang juga kembali bersama Satria tampak melirik putri bungsu mereka yang berdiri diambang pintu utama seolah sedang menyambut kedatangan mereka.
“Lihatlah, dia sengaja berdandan untuk Satria!” bisik Herdinan pada Ratih sembari melirik Karina dengan kedua matanya yang tampak kesal.
“Dia gampang jatuh hati saat melihat lelaki tampan!” sahut Ratih juga berbisik pada Herdinan.
Karina tersenyum manis ketika tatapan matanya beradu dengan Satria.
“Mas Satria habis darimana?” tanya Karina pada Satria yang hendak masuk ke dalam rumah.
“Dari rumah pak penghulu.” jawab Satria hanya menatap Karina sebentar saja kemudian berlalu masuk ke dalam rumah bersama Herdinan dan Ratih.
“Apa kita akan menikah besok?” tanya Karina bersemangat pada Satria membuat Ratih tepok jidat sementara Herdinan berusaha untuk menutupi rasa malunya dihadapan Satria.
Ratih cepat-cepat menarik Karina untuk kembali masuk ke dalam kamar sedangkan Herdinan dan Satria berbincang di ruang tengah untuk membicara perihal pernikahan yang akan dilakukan secepatnya.
“Karin, apa kamu tidak bisa menjaga sikapmu di depan Satria?” Ratih akhirnya menegur putri bungsunya tersebut di dalam kamar.
“Memangnya kenapa? Aku menyukai Mas Satria karena Mas Satria itu tampan banget!” sahut Karina seolah tak perduli dengan perkataan Ratih.
“Tapi sikapmu itu membuat Ibu dan ayah kamu malu… sudah cukup kamu mempermalukan kami di depan Satria karena kehamilanmu itu!” ujar Ratih kesal pada Karina.
“Iya, aku mengerti!” ucap Karina sembari melirik Livia yang bungkam perihal kehamilan palsu yang dilakukannya.
“Kapan aku dan Mas Satria menikah, Bu?” tanya Karina pada Ratih.
“Secepatnya karena ayahmu juga tidak bisa berlama-lama disini… banyak pekerjaan yang harus ayahmu selesaikan di kota!” jawab Ratih namun tidak menyebutkan tanggal pernikahannya membuat Karina tidak puas dengan jawabannya itu.
Beberapa hari kemudian tibalah waktunya bagi Karina untuk menjadi seorang pengantin, ia mengenakan kebaya putih dan riasan makeup yang membuatnya tampil semakin cantik. Ratih menatap wajah Karina yang tampak berseri-seri saat itu lantaran merasa bahagia akan menikahi seorang duda tampan yang kaya raya di desa itu.
“Anak polos ini sama sekali tidak mengerti bahwa kehidupan pernikahan tidak mudah…” gumam Ratih dalam hatinya.
Ratih pun mendekati putri bungsunya itu yang masih duduk di depan cermin.
“Karin, Ibu cuma ingin mengingatkanmu supaya kamu tidak terlalu mencintai Satria.” ucap Ratih pada Karina.
“Memangnya kenapa? Bukannya sepasang suami istri harus saling mencintai?!” tanya Karina dengan raut wajahnya yang polos saat menatap Ibunya dari pantulan cermin.
Ratih hanya diam saja serta menundukkan wajahnya sejenak, lalu melemparkan senyuman tipis kepada Karina, namun disisi lain Livia sedang memperhatikan ekspresi Ratih yang tampak seperti menyimpan sesuatu.
Tak lama kemudian bapak penghulu pun datang dan Ratih harus membawa Karina ke ruang tamu yang menjadi tempat akad nikah.
“Masih muda sekali dia!”
“Cantik ya!”
“Setahuku gadis kota tidak mau menikah muda karena mereka sibuk mengejar pendidikan dan karir mereka!”
“Tapi yang ini malah berbeda, dia malah menikah muda dengan duda pula!”
Ratih mendengar beberapa warga desa yang akan menjadi saksi pernikahan sedang berbisik-bisik ketika melihat Karina, namun ia terpaksa menebalkan daun telinganya saat itu. Ratih mendudukkan Karina tepat di samping Satria yang tampak gagah mengenakan pakaian pengantin yang selaras dengan Karina.
“Wah, Mas Satria ganteng banget!” Karina kesenangan dalam hatinya sembari melirik sejenak pada Satria sambil tersenyum.
Akad nikah pun berlangsung dengan disaksikan oleh beberapa warga desa Satria mengucapkan ijab-kabul dengan sekali tarikan nafas juga suaranya yang lantang. Akhirnya Karina dan Satria pun telah sah menjadi pasangan suami istri.
“Yes! Akhirnya aku dan Mas Satria jadi pasangan suami istri… aku akan selalu mencintai Mas Satria sampai tua dan kami akan memiliki banyak anak!” seru Karina dalam hatinya yang sedang berbahagia setelah menyandang status sebagai istri dari pria yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama.
Karina menoleh pada Livia yang duduk di samping Ratih, ia kaget melihat kakak dan ibunya tampak menangis pilu begitu juga dengan sang ayah.
“Mereka kenapa sih? Aku ini baru saja menikah bukannya sedang berperang!” Karina mendengus kesal dalam hatinya.
Karina yang masih sangat muda tidak mengerti bahwa kakak dan ibunya menangisi nasibnya yang menikahi seorang duda diusianya yang masih sangat muda dan juga mengkhawatirkan masa depannya.
Setelah akad nikah Karina, Ratih dan Livia duduk bersama warga desa yang menjadi saksi pernikahan, mereka berbincang ringan untuk saling mengenal lantaran Karina akan menetap di desa itu saat menjadi istri Satria.Sementara itu Herdinan dan Satria berada di sebuah ruangan lain untuk membicarakan perihal penting mengenai Karina secara empat mata. Saat itu Herdinan seakan kehilangan muka di depan Satria mengingat kondisi putrinya yang terpaksa dinikahkan karena hamil tanpa dirinya mengetahui bahwa putri bungsunya tersebut telah berbohong kepadanya.“Satria, sebenarnya saya malu dengan pernikahan ini, tapi saya tidak tau lagi harus berbuat apa dengan kondisi Karina sekarang.” ucap Herdinan yang telah kehilangan muka dihadapan Satria.“Apa yang saya lakukan hari ini belum bisa menebus utang budi keluarga saya kepada Bapak…” ucap Satria mengingatkan kejadian di masa lalu ketika dirinya membantu keluarga Satria.“Saya cukup menyesal karena tidak bisa hadir saat pemakaman kedua orang tuamu w
Langit sudah gelap dan suara hewan malam pun terdengar di telinga Karina yang sedang berbaring diatas ranjang, namun ia sendirian. Sudah sedari tadi Karina menunggu kedatangan Satria di kamar itu, tapi Satria tak juga menampakkan batang hidungnya.“Hhuuuhh!!!” Karina mendengus kesal seraya turun dari ranjang.“Kenapa Mas Satria belum masuk juga ke kamar ini, padahal aku sudah berdandan cantik dan menunggunya dari tadi…” Karina menggerutu sendirian di dalam kamar itu.Karina masih ingin menahan dirinya untuk menunggu Satria di kamar itu, namun ia hanya bisa bertahan dalam beberapa menit saja.“Aku harus mencari Mas Satria!” Karina segera melangkah keluar dari kamar.Ketika baru saja melangkah keluar dari kamarnya tanpa sengaja Karina mengarahkan pandangannya ke jendela kaca yang belum tirainya belum tertutup. Dari sana Karina melihat sosok perempuan cantik yang sedang berdiri tak jauh dari halaman rumah.“Siapa perempuan itu? Ngapain dia berdiri sendirian disana malam-malam begini?” ta
Pagi hari Karina keluar dari kamar setelah mandi dan berpakaian rapi, namun kelopak matanya tampak sedikit menghitam lantaran dirinya tidak bisa semalaman karena memikirkan sikap Satria yang memilih tidur di kamar lain padahal mereka sudah resmi menjadi pasangan suami istri.Karina bertemu dengan Mbak Yati yang sedang melakukan pekerjaan yakni membersihkan rumah. Karina yang menyadari bahwa rumah sebesar itu tampak sepi lantas menghampiri Mbak Yati.“Mbak, kenapa rumah sepi sekali? Dimana Mas Satria dan Lintang?” tanya Karina pada Mbak Yati.“Non Lintang baru saja berangkat ke sekolah, kalau Den Satria sudah pergi pagi-pagi sekali ke kandang sapi katanya ada orang yang mau membeli sapi hari ini!” jawab Mbak Yati menjelaskan.“Non Karin sarapan dulu biar Mbak siapkan… ayo!” sambung Mbak Yati mengajak Karina keruang makan.“Mbak Yati lanjutkan saja pekerjaannya, saya bisa sendiri!” Karina pun melangkah pergi keruang makan sendirian lantaran tak ingin merepotkan Mbak Yati yang sedang bek
Satria merasa jengkel karena Karina tidak mau menurut kepadanya apalagi saat itu masih banyak pekerja disana yang sedang memperhatikan raut wajah Karina yang cemburut semantara Raka menjadi tidak enak hati karena berdiri di tengah-tengah kedua majikannya tersebut.Rasa serba salah yang sedang dirasakan Raka saat itu tiba-tiba saja menghilang ketika kedua matanya tanpa sengaja melirik seorang gadis yang berada tak jauh dari peternakan sapi milik Satria. Kebetulan saat itu Satria sedang melirik kearah Raka, lalu secepatnya Raka memberikan kode pada majikannya tersebut.“Raka, tolong lanjutkan pekerjaanku… awasi pekerjaan mereka!” titah Satria pada orang kepercayaannya itu.“Siap, Den!” sahut Raka menggantikan posisi Satria disana.“Ayo ikut aku!” Satria meraih tangan Karina bahkan menggenggamnya dengan erat kemudian mengajak Karina masuk ke dalam sebuah tempat yang menjadi ruang istirahatnya di peternakan itu.Sambil mengawasi para pekerja disana, Raka kembali melirik gadis yang baru sa
Setelah menyantap sebagian bekal makanannya, Satria hendak keluar untuk kembali melihat para pekerjanya yang sedang menaikkan sapi-sapi ke dalam truk untuk dijual ke kota.“Mas Satria mau kemana?” tanya Karina hendak berdiri dari kursi yang di dudukinya.“Kamu disini saja, aku mau lihat pekerja diluar,” sahut Satria sembari melangkah keluar dari ruangan itu.Karina berdecak kesal namun dirinya tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti perintah Satria karena bagaimana pun juga Karina tak mau membuat Satria semakin jengkel padanya dan akan mengusirnya dari peternakan itu.Karina menghela nafas lantaran merasa bosan menunggu Satria selesai bekerja kemudian kedua matanya tertuju pada wadah yang berisi sebagian nasi serta lauk pauk yang diberikan Satria untuknya.“Aaahh, aku lapar… lebih baik aku makan saja!” Karina pun menyantap makanan itu hingga habis.Hampir dua jam Karina menunggu Satria diruangan itu, namun Satria tak kunjung kembali. Karena bosan rasa kantuk pun menghampiri gadis m
Semua pekerja di peternakan itu menyoroti Satria yang sedang menggendong seorang gadis yang telah mengubah status dudanya. Satria menahan rasa malu saat itu, namun berbeda dengan Karina yang justru merasa sangat bahagia bahkan jantungnya berdegup kencang.Perlahan Satria memasukkan Karina ke dalam mobil tuanya yang sering ia gunakan. Ketika hendak menyalakan mesin mobilnya, Satria melirik Karina yang tampak memperhatikan mobilnya dengan raut wajah yang bingung.“Warga di desa ini tidak ada yang mempunyai mobil bagus seperti di orang-orang di kota… jangankan mobil bagus memiliki sepeda ontel saja mereka sudah bersyukur!” ucap Satria sengaja menyindir Karina yang terbiasa hidup mewah bersama orang tuanya di kota.“Aku juga bersyukur…” sahut Karina membuat Satria menoleh padanya.“Bersyukur karena memiliki suami yang tampan seperti Mas Satria!” sambung Karina sembari tersenyum lebar sementara Satria hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas panjang.Satria menjalankan mobi
Sepanjang perjalanan pulang kerumah Satria tampak diam dan hanya fokus menyetir mobil tuanya sementara Karina sedang sibuk berpikir untuk mencari topik agar dirinya bisa ngobrol dan akrab dengan Satria. Tak lama kemudian Karina teringat dengan sikap Sekar yang enggan membalas senyuman darinya.“Mas, cewek pemetik teh tadi siapa namanya?” tanya Karina pada Satria.“Cewek yang mana?” sebenarnya Satria tau siapa yang di tanya Karina saat itu padanya, namun ia pura-pura tidak tau.“Yang menemani si ibu yang sakit tadi!” ucap Karina menjelaskan.Satria diam dan kedua matanya tetap fokus ke depan seolah ingin mengabaikan pertanyaan dari istrinya itu.“Mas?!” tegur Karina sembari menepuk pundak Satria pelan.Satria menoleh sejenak pada Karina yang sedang menanti jawaban darinya.“Perkebunan teh itu memang milik keluargaku, tapi bukan berarti aku mengenal dan tau nama-nama dari setiap pekerja disana!” jawab Satria memilih untuk berbohong pada Karina, namun dirinya merasa penasaran mengapa Kar
“Dari mana kamu?” langkah kaki seorang gadis bernama Karina mendadak berhenti ketika mendengar suara sang ayah yang sedang memergokinya pulang di pagi hari, namun saat itu Karina bungkam dengan wajahnya yang tertunduk karena ketakutan.“Jawab Karin!!!” teriak Herdinan membuat Karina terkejut setengah mati dan rasa takut pun semakin menjadi-jadi.Ratih yang sejak semalam sangat khawatir pada putri bungsunya itu segera turun dari lantai atas setelah mendengar suara teriakan suaminya yang berasa dari arah dapur, begitu pula dengan Livia yang tidak tidur semalaman karena turut mengkhawatirkan adiknya.“Karin, dari mana kamu jam segini baru pulang? Kamu juga tidak pamit saat pergi semalam!” tanya Ratih yang akhirnya dapat bernafas lega setelah melihat putri bungsunya kembali dalam keadaan baik-baik saja.Karina melirik Livia yang berdiri di samping Ratih saat itu, ia berharap sang kakak mau membantunya agar terhindar dari amukan sang ayah, namun sayang Livia pun tak bisa berbuat apa-apa kar